Mari Belajar dari Negara Tetangga

Emma Patricia Ruishaell
Komunitas Blogger M
10 min readOct 17, 2020

Pertambahan jumlah penduduk akan selalu terjadi di setiap negara manapun. Seiring bertambahnya jumlah penduduk pada suatu negara, maka dibutuhkan suatu sistem penilaian yang akurat sebagai alat dalam mengelola sumber daya manusia di negara tersebut. Tujuannya ialah untuk menghasilkan penduduk yang bermutu tinggi di dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sebagai ilustrasi, jika ada seorang bayi lahir di suatu negara, maka kedua orang tua bayi tersebut akan berpikir apakah anak mereka akan dapat bertahan hidup dengan lingkungan dan jaminan kualitas kesehatan di negara tempat anak mereka lahir.

Seandainya bayi tersebut dapat bertahan hidup dan bertumbuh menjadi seorang balita atau anak-anak, maka kedua orang tua anak tersebut akan berpikir lagi apakah anak mereka bisa bersekolah serta mendapatkan kualitas pembelajaran/pengajar yang baik untuk mendukung prestasinya sehingga kelak nanti anak mereka dapat menjadi tenaga kerja yang berkualitas tinggi (kompetitif) untuk bangsa dan negara dengan “segudang” soft skill yang diperoleh anak mereka saat bersekolah dahulu.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul di dalam pikiran orang tua untuk masa depan anaknya. Pemikiran orang tua akan masa depan anaknya secara signifikan sangat berpengaruh terhadap kualitas pertumbuhan sumber daya manusia di suatu negara. Oleh karena itu maka diciptakanlah suatu penilaian baru berstandar internasional untuk menilai kualitas sumber daya manusia suatu negara, yang disebut Indeks Modal Manusia.

Bank Dunia (World Bank) meluncurkan indeks baru pada Pertemuan Tahunan Dana Moneter (IMF) tanggal 12-14 Oktober 2018 di Bali. Indeks tersebut dikenal dengan nama Human Capital Index atau Indeks Modal Manusia.

Indeks Modal Manusia merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk menilai apakah sumber daya manusia suatu negara tersebut sudah baik dan seberapa besar investasi pemerintah untuk mengelola sumber daya manusia mereka. Capaian atas penilaian tersebut dapat berpengaruh pada perkembangan dan kemajuan suatu negara.

Jika penilaian tersebut sangat menentukan kualitas suatu negara, maka perlu diperhatikan komponen apa saja yang membuat suatu negara unggul dalam Indeks Modal Manusia? Lalu bagaimana halnya dengan Indeks Modal Manusia bangsa Indonesia?

Mari kita simak pembahasan di bawah ini.

Human Capital Index

Human Capital Index atau Indeks Modal Manusia adalah sebuah penilaian yang dirancang untuk menjelaskan bagaimana perkembangan sumber daya manusia suatu negara di sektor pendidikan dan kesehatan yang dapat mendukung kemajuan negara.

Pada tahun 2018, Bank Dunia (World Bank) mengumumkan bahwa Singapura berada di peringkat 1 dari 157 negara dalam Indeks Modal Manusia, sedangkan Indonesia berada di peringkat 87 dari 157 negara.

Indeks Modal Manusia ialah suatu angka persentase (indeks) yang menggabungkan beberapa komponen variabel untuk mendukung kerangka penilaian, seperti: “peluang anak yang dapat bertahan hidup hingga usia 5 tahun, lama pendidikan bersekolah, angka harapan hidup orang dewasa, dan berapa banyak anak-anak yang mengalami stunting.”

*Stunting adalah permasalahan gizi kronis yang melanda anak-anak dimana penderitanya kekurangan asupan gizi. Hal itu dapat terjadi karena asupan makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi anak.

Menurut Bank Dunia, Indeks Modal Manusia di negara Singapura mendapatkan skor 0.88 yang artinya sebanyak 88% anak yang lahir di Singapura dan sudah bertumbuh dapat menyelesaikan pendidikannya serta memiliki akses penuh di bidang kesehatan. Bank Dunia menilai bahwa Singapura memiliki kesadaran yang tinggi untuk berinvestasi kepada sumber daya manusia demi meningkatkan kualitas yang tinggi bagi penduduknya.

Lalu bagaimana halnya dengan Indonesia?

Pertumbuhan dan produktivitas Indonesia ditentukan dari Indeks Modal Manusia. Indonesia memperoleh skor sebesar 0,53% dalam Indeks Modal Manusia berdasarkan data Bank Dunia. Hal ini menunjukan bahwa kualitas sumber daya manusia di Indonesia masih kurang baik dibandingkan dengan Singapura. Namun, perbedaan skor antara Singapura dan Indonesia yang mencapai 0,35% ini tidak menutup kemungkinan bahwa Indonesia bisa setara dengan Singapura atau bahkan lebih maju dari Singapura. Maka dari itu, mari kita belajar dari negara Singapura demi kemajuan negara Indonesia.

Pendidikan Singapura Vs Pendidikan Indonesia.

  • Programme for International Student Assesment (PISA).

Terdapat sebuah penilaian berstandar internasional yang diselenggarakan untuk menguji dan menilai kemampuan akademis anak sekolah yang berusia 15 tahun, yang disebut dengan Programme for International Student Assesment (PISA). Namun dalam bahasa Indonesia, kita mengenalnya dengan Program Penilaian Pelajar Internasional. Penyelenggaraan program ini dilaksanakan oleh Organisasi untuk Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi atau Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). OECD merupakan organisasi pemerintahan yang beranggotakan 34 negara dan bertujuan untuk membantu dalam mengembangkan strategi sosial dan ekonomi. Pelaksanaan PISA ini mengangkat beberapa materi penilaian yang nantinya akan diujikan kepada peserta, yang meliputi: Matematika, Sains, dan Membaca.

Pada tahun 2015, OECD mengumumkan hasil nilai rata-rata PISA.

Sekarang kita tahu bahwa Singapura unggul dalam semua bidang materi

penilaian untuk Program Penilaian Pelajar Internasional dan berhasil menduduki peringkat 1 dari 70 negara peserta yang diuji oleh Organisasi untuk Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi.

  • Worldwide Educating For the Future Index (WEFFI)

Worldwide Educating For the Future Index (WEFFI) adalah alat ukur seberapa unggul suatu negara dalam menyusun pendidikan untuk masa depan. Nilai WEFFI akan menunjukkan kesiapan suatu negara dalam melanjutkan sistem pendidikannya untuk masa depan. WEFFI mengatakan bahwa Singapura masuk ke dalam daftar 10 besar negara dengan pendidikan terbaik. WEFFI juga menjelaskan bahwa mereka menggabungkan beberapa aspek untuk mendukung penilaian pendidikan masa depan suatu negara, seperti: policy environment (kesejahteraan sosial), teaching environment (sistem pembelajaran), sosio-economic environment (aktivitas ekonomi yang mempengaruhi aktivitas sosial).

Sekarang kita tahu bahwa hasil dari Worldwide Educating For the Future Index pada tahun 2018 adalah Singapura menduduki peringkat 7 dari 50 negara sedangkan Indonesia menduduki peringkat 43 dari 50 negara.

Programme for International Student Assesment dan Worldwide Educating For the Future Index menunjukkan bahwa Indonesia selalu berada di peringkat bawah dan Singapura selalu unggul dalam hal pendidikan dibandingkan Indonesia. Akan tetapi Indonesia masih tetap mempunyai harapan untuk meningkatkan skor di bidang pendidikan dan melakukan perbaikan dengan cara mengubah beberapa kebijakan, peraturan maupun strategi pendidikan yang dianggap kurang efektif.

Sekarang mari kita bandingkan sistem pendidikan di Singapura dan di Indonesia yang berlaku hingga saat ini. Pada tahun 2018, Menteri Pendidikan Singapura mengatakan bahwa belajar bukanlah kompetisi. Menteri Pendidikan Singapura membuat peraturan baru, dimana pendidikan Singapura akan menghilangkan buku laporan nilai (rapor) dan peringkat kelas yang digantikan dengan sistem pengumpulan informasi perkembangan pembelajaran siswa, melalui diskusi, pekerjaan rumah, dan kuis yang dipantau langsung oleh guru.

Kemudian, sekolah juga akan mengajarkan soft skill kepada murid sejak di pendidikan dasar agar lulusannya siap bekerja. Sistem menghafal yang sebelumnya sudah membudaya dan menjadi kebiasaan murid akan dihilangkan dan digantikan dengan praktek langsung maupun diskusi. Sebenarnya mengahafal itu baik dilakukan oleh pelajar untuk meningkatkan daya ingat anak tersebut, namun terkadang sistem ini bisa disalahgunakan dan kurang efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pelajar.

Mengapa dianggap kurang efektif? Karena tidak sedikit pelajar yang menghafal mati hanya untuk mendapatkan nilai ujian yang bagus dan mengejar peringkat kelas. Maka dari itu pemerintah Singapura ingin setiap sekolah mengajarkan sistem baru agar setiap anak bukan hanya sekedar menghafal tanpa mengerti apa yang mereka hafal, namun melakukan keterlibatan siswa dalam bentuk diskusi dan praktek agar setiap anak mengerti. Sehingga peluang materi pembelajaran yang diingat setiap siswa akan lebih besar dibandingkan hanya menhghafal karena berpotensi cepat lupa jika materi tersebut tidak diulang kembali.

Serangkaian program pendidikan yang dirancang Singapura bertujuan untuk membantu siswa dalam memperoleh keterampilan di dunia nyata dan akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Singapura.

Lalu bagaimana dengan negara kita Indonesia?

Pada tahun 2019, sistem penilaian siswa di Indonesia masih menggunakan buku laporan tahunan siswa (rapor). Sebenarnya sistem ini tidak salah, namun faktanya di beberapa sekolah dan pola pikir siswa ini malah membuat sebuah kebiasan yang buruk.

Mengapa?

Karena hal ini malah membuat setiap siswa berlomba untuk mendapatkan nilai yang bagus dengan cara menghafal mati yang akibatnya membuat siswa cepat lupa akan materi yang sebelumnya telah dihafal karena mereka tidak paham akan apa yang dihafalnya. Kebanyakan siswa berfikir bahwa mereka harus menghafal materi untuk mendapat nilai tinggi dalam ujian.

Ada lagi cara lain untuk mendapatkan nilai bagus yang masih terjadi di beberapa sekolah atau bahkan universitas di Indonesia, yaitu mencontek. Kurangnya persiapan dan percaya diri seorang siswa membuat mereka harus menghalalkan segala cara.

Bagi mereka mencontek adalah hal yang tidak merepotkan diri, karena mereka bisa mendapatkan nilai bagus dengan cara melihat jawaban temannya tanpa perlu merasakan lelah dan kantuk belajar semalaman.

Beberapa sekolah di Indonesia masih kurang tegas dalam memberi sanksi kepada siswa, sehingga hasilnya mereka tidak akan pernah merasa takut jika melakukan kegiatan mencontek saat ujian dan berpotensi untuk melakukannya lagi. Beberapa sekolah negeri ataupun swasta menggunakan teknologi CCTV untuk memantau kegiatan ujian siswa tanpa adanya kecurangan.

Sistem ini efektif untuk beberapa sekolah, namun dianggap kurang efektif juga untuk beberapa sekolah. Mengapa? Karena kurangnya tenaga kerja yang memantau CCTV kelas membuat kecurangan bisa jadi terjadi lagi karena tidak fokusnya pegawai dalam memperhatikan CCTV kelas.

Namun, ada juga beberapa kampus yang memberlakukan pemberian sanksi kepada setiap mahasiswa yang melakukan kegiatan mencontek, yaitu dengan sanksi Drop Out. Kampus menganggap bahwa mahasiswa yang tidak pintar bisa diubah menjadi pintar, namun mahasiswa yang menanamkan kebiasaan tidak jujur sulit dihilangkan karena pola pikir mencontek sudah menjadi kebiasaan bagi mahasiswa tersebut.

Sekarang mari kita bahas sistem pengajaran di kelas. Semua guru di Singapura dilatih di National Institute Education. Setiap guru diajarkan untuk membuat suasana belajar yang menyenangkan, mempraktekan setiap materi dalam kehidupan nyata dan melibatkan anak untuk berperan langsung.

Buku pembelajaran sekolah di Singapura juga sengaja disajikan dalam bentuk yang mudah dipahami oleh siswa. Hal ini membuat Singapura pernah menduduki peringkat 1 dalam penilaian Trends in International Mathematics and Sciene Study (TIMSS).

Penilaian TIMSS yang berstandar Internasional diadakan untuk menilai seberapa besar kualitas siswa yang memiliki kecenderungan tinggi dalam pembelajaran Matematika dan Sains yang diikuti oleh siswa kelas 4 dan kelas 8.

Lalu bagaimana di Indonesia?

Pendidikan di Indonesia cukup membosankan dan kurang baik, karena beberapa cara pengajaran guru dianggap kurang efektif bagi siswa walaupun latar belakang pendidikan guru sudah Magister. Mengapa hal itu dapat terjadi? Karena pemaparan materi yang terlalu banyak dan buku yang disajikan tidak menarik perhatian dan tidak memudahkan siswa dalam memahami materi membuat suasana kelas menjadi kantuk.

Siswa hanya duduk diam dan mendengarkan setiap penjelasan guru itulah yang terjadi di beberapa sekolah di Indonesia. Banyak kurikulum yang sudah dicoba oleh Indonesia namun masih kurang efektif juga. Indonesia pernah melakukan sistem agar siswa yang aktif kepada guru untuk bertanya namun sebelumnya siswa diwajibkan untuk membaca materi sebelum dijelaskan, alhasil terkadang akhirnya siswa jadinya mengantuk karena melihat buku yang tebal dan penuh dengan kata-kata.

Indonesia juga pernah memberlakukan sistem zonasi yang rencananya untuk meratakan konsep sekolah di Indonesia agar pengkastaan sekolah tidak ada lagi dipikiran masyarakat. Namun hal ini masih belum berjalan baik karena tidak semua sekolah di Indonesia memiliki fasilitas yang memadai dan guru yang berkualitas.

Otomatis hal tersebut membuat siswa yang berprestasi kecewa karena sekolah lanjutannya tidak bisa mendukung dirinya secara maksimal. Jam sekolah yang berlaku di sekolah Indonesia pun dianggap kurang baik karena memakan waktu yang cukup lama, untuk anak sekolah dasar sekitar 5-6 jam, sedangkan untuk anak sekolah menengah pertama sekitar 7-8 jam dan untuk anak menengah atas sekitar 9-10 jam.

Rutinitas itu membuat siswa mudah bosan akan kegiatannya dan peluang kejenuhan siswa akan semakin tinggi apalagi ditambah dengan sistem pembelajaran kelas yang membosankan juga.

Penutup, Kesimpulan dan Pesan

Sebenarnya pendidikan Indonesia bisa maju dengan belajar dari sistem pendidikan negara lain dengan syarat Menteri Pendidikan Indonesia bukan hanya langsung menerapkan kepada sekolah di Indonesia namun tetap memikirkan dan menyeleksi lagi apakah sistem ini sudah efektif untuk siswa.

Caranya, pemerintah harus melakukan kegiatan survey dan memberikan setiap siswa kesempatan untuk beraspirasi dengan mengambil beberapa perwakilan sekolah untuk mengajukan pendapatnya. Karena sebenarnya membuat pendidikan Indonesia menjadi bagus itu bukan hanya belajar dari negara lain tapi belajar juga dari para siswa yang terlibat dalam suasana pendidikan yang selalu berubah namun tetap tidak disukai oleh para siswa.

“Kami tidak suka guru yang terlalu banyak bercerita karena itu membuat kami mengantuk. Kami tidak suka buku yang tebal bukan karena kami tidak suka membaca, namun karena penyajian materi yang bertele-tele dan tidak mudah dipahami oleh kami”.

Itulah beberapa keluh kesah para siswa sebagai pelajar untuk pemerintah Indonesia. Keluh kesah tersebut bisa menjadi alat pemacu pemerintah Indonesia untuk semangat dalam memajukan kualitas pendidikan Indonesia.

Menurut saya, pemberlakuan sistem Drop Out dianggap sangat baik untuk mencegah terjadinya kecurangan dalam ujian seperti mencontek dan secara tidak langsung membangun soft skill pelajar untuk menanamkan sifat jujur dan berintegritas yang nantinya akan berguna dalam dunia pekerjaan yang harus dilewati oleh setiap pelajar kelak nanti. Terkadang peraturan yang banyak dan sanksi yang keras sangat dibutuhkan untuk mengubah kebiasaan buruk pelajar Indonesia.

Untuk pemerintah Indonesia, pendidikan yang baik haruslah didukung dengan jaminan pelayanan kesehatan yang baik pula, agar setiap sumber daya manusia merasa terlindungi dan aman karena adanya akses pelayanan kesehatan yang terpercaya.

Untuk memajukan Indonesia tidak bisa hanya berfokus pada satu kategori saja contohnya hanya pendidikan, karena untuk meningkatkan Indeks Modal Manusia haruslah unggul secara keseluruhan. Sumber daya manusia yang berkualitas tidak akan jauh dari penilaian di sektor pendidikan yang nantinya akan menentukan tingkat produktivitas tenaga kerja suatu negara dan berlanjut pada kondisi perekonomian negara dan sektor kesehatan yang akan menentukan tingkat angka harapan hidup suatu negara.

Karena besar harapan saya agar tahun yang selalu berganti bukan hanya sebagai peringatan tahun baru namun pemacu semangat pemerintah Indonesia untuk memperkirakan prediksi waktu demi menyambut Indonesia yang menjadi lebih baik dan menjadi negara maju.

--

--