Memahami Delayed Gratification dan Manfaatnya bagi Anak

Sebuah konsep menunda kesenangan untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar di masa mendatang.

Aulia Shifa Lestari
Komunitas Blogger M
4 min read5 days ago

--

Photo by Yuri Shirota on Unsplash

Setiap anak pasti akan merasa senang ketika berhasil mendapatkan sesuatu yang diinginkan apalagi dalam rentang waktu yang cepat alias instan. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa orang tua yang selalu mengabulkan semua permintaan anak secara terus-menerus akan menimbulkan akibat buruk bagi si anak terutama saat ia beranjak dewasa.

Seorang anak yang selalu dituruti keinginannya berpotensi memiliki sifat tidak sabar, egois, mudah meremehkan sesuatu, dan, lebih buruk lagi, menghalalkan segala cara demi mendapatkan sesuatu yang diinginkan.

Terlalu banyak kesenangan tanpa adanya usaha ataupun proses sebelumnya ternyata berakibat pada kecanduan yang dapat merusak seseorang baik dalam segi fisik, sosial, maupun emosional.

Untuk menghindari dampak negatif tersebut, orang tua bisa menyiasatinya dengan menerapkan delayed gratification pada anak sejak usia dini.

Delayed gratification atau penundaan kenikmatan adalah kemampuan seseorang untuk menunda atau menahan diri dari memperoleh sesuatu yang diinginkan secara instan demi mendapatkan hasil yang lebih baik, lebih besar, atau lebih menguntungkan di masa depan.

Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa delayed gratification bukan berarti seorang anak dilarang untuk memiliki sesuatu yang mereka inginkan. Akan tetapi, anak perlu belajar untuk sedikit bersabar dan menunda kesenangan sesaat agar bisa mendapatkan keuntungan lebih besar di masa mendatang.

Seorang psikolog, Walter Mischel telah melakukan eksperimen pada tahun 1960-an yang dikenal “The Marshmallow Experiment” dengan melibatkan anak-anak sebagai peserta. Dalam eksperimen tersebut, setiap anak diberikan dua pilihan. Pilihan pertama adalah diberikan satu marshmallow dan bisa langsung memakannya, sementara pilihan kedua adalah diberikan dua marshmallow, tetapi harus menunggu 15 menit untuk memakannya.

Berdasarkan dua pilihan tersebut, sebagian anak memilih langsung memakannya walaupun hanya satu marshmallow. Sementara itu, sebagian lainnya memilih menunggu demi mendapatkan dua marshmallow. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa anak yang memilih menunggu 15 menit untuk memperoleh dua marshmallow memiliki keterampilan mengatasi emosi dan pengendalian diri yang jauh lebih baik.

Melakukan pembiasaan delayed gratification atau menahan diri atas kepuasaan sesaat ternyata membuat anak mampu mengembangkan motivasi dan lebih fokus untuk mendapatkan hal yang diinginkan. Anak akan memiliki daya juang yang tinggi, mampu menentukan tujuan hidup, mampu menentukan prioritas hidupnya dan menganalisis apakah suatu hal tersebut benar-benar dibutuhkan atau tidak.

Lalu pertanyaannya adalah bagaimana cara menerapkan delayed gratification pada anak?

Nah, berikut empat kiat yang bisa dilakukan orang tua untuk menerapkan pembiasaan menunda kepuasaan dengan cara yang mudah dan sederhana.

1. Ajarkan Anak Menabung

Mengajarkan anak menabung untuk membeli hal-hal yang diinginkannya dapat melatih fungsi delayed gratification dalam dirinya. Berikan pemahaman bahwa apabila ia menginginkan sesuatu, cobalah untuk menabung dulu dan baru membeli setelah uang terkumpul.

Alih-alih membeli barang yang sebenarnya tidak diperlukan, lebih baik uangnya ditabung saja. Hal tersebut bisa membuat anak mengerti bahwa mereka harus bersabar dan berusaha untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan.

2. Alihkan Perhatian

Mengalihkan perhatian anak bertujuan untuk memindahkan fokus anak pada sesuatu atau kegiatan yang lebih positif. Contohnya ketika anak tiba-tiba ingin bermain gadget maka pelan-pelan alihkan fokus anak yang selalu meminta gadget dengan memberi afirmasi,Adek, ini belum waktunya screen time, kita bermain saja, yuk, mainan kesukaan Adek, atau mau ibu temenin main sepeda di komplek?”

Contoh lainnya ketika anak ingin membeli mainan yang sebenarnya secara fungsi tidak begitu penting, alihkan fokusnya dengan menawarkan barang lain yang lebih bermanfaat, “Adek kan sudah punya mainan yang mirip seperti ini di rumah, gimana kalau kita beli buku atau perlengkapan sekolah yang Adek belum punya, supaya lebih semangat belajarnya. Mau ya?”

3. Berikan Tantangan dan Reward atas Perbuatannya

Pemberian tantangan ini melatih daya juang anak dan fokus mencapai tujuan. Contohnya ketika anak ingin bermain sepeda, ia harus membereskan mainannya terlebih dahulu baru boleh main. Atau, saat anak meminta untuk membeli makanan kesukaannya, ia harus menyelesaikan tugas sekolahnya dulu baru kemudian ajak ke minimarket untuk membeli makanan kesukaannya sebagai bentuk reward atas pencapaiannya.

4. Selalu Berikan Apresiasi atas Keberhasilannya

Setiap kali anak berhasil untuk menahan diri mendapatkan sesuatu yang diinginkan, berikan apresiasi untuk mereka. Apresiasi ini tidak selalu berbentuk barang, tapi bisa sesederhana memasak masakan kesukaan anak, mengajak anak melakukan kegiatan, atau berjalan-jalan ke tempat favorit mereka saat libur akhir pekan seperti play ground, taman, kebun binatang, dan tempat rekreasi lainnya. Hal tersebut akan membuat anak merasa dihargai dan membuat ia bersemangat untuk melakukan hal-hal baik lainnya.

Cara ini bisa diterapkan secara bertahap sesuai dengan perkembangan anak. Untuk membentuk sebuah karakter baik, tentunya butuh pembiasaan yang tidak sebentar, perlu waktu dan kesabaran yang tiada habisnya. Namun, semuanya menjadi mungkin kalau orang tua mau terus belajar dan berusaha.

Jadi, tetap semangat untuk para orang tua hebat di luar sana!

--

--

Aulia Shifa Lestari
Komunitas Blogger M

Seorang perempuan yang sedang belajar, bertumbuh, dan berdaya dengan cara dan versi terbaiknya sendiri