Krisis iklim yang Kita Abaikan
Coba kita flashback masa-masa SD. Bukan soal jajanan telor gulung atau mie lidi. Tapi sedikit balik ke pelajaran SD, pasti kita pernah dengar pernyataan ini :
- Penebangan hutan secara liar menyebabkan hilangnya habitat satwa, kekeringan, berkurangnya pasokan udara bersih, bencana banjir dan longsor.
- Pembukaan lahan menyebabkan berkurangnya area resapan air sehingga terjadi banjir. Karna mengubah fungsi dari hutan itu sendiri.
Kalimat-kalimat ini biasanya berulang kali kita temuin di buku sekolah, terutama saat saya part-time mengajar private siswa sekolah dasar. Saya hanya mau reminder sedikit soal ‘hukum alam’ yang sebenernya kita udah sering mendengarnya saat masih sekolah.
Bedanya, kalau cuman teori dan gak mengalamin, pastinya masih ada rasa skeptis dan ignorant. Karena, titik buta.
Saya gak paham tuh, kalau petani bisa gagal panen, soalnya kalau saya mau makan nasi langsung aja ambil di rice cooker. Hehe.
Tulisan ini juga merupakan refleksi bagi saya. Sedari kecil tinggal di Kalimantan, saya percaya pernyataan-pernyataan dari pelajaran SD itu benar adanya. Terutama saat bencana karhutla tahun 2015, 2019, 2022 ini, yang bahkan menjadikan Kota Sampit — berkali-kali menoreh prestasi peringkat 1 udara terburuk di Indonesia, dengan kategori Berbahaya.
Sudah menjadi rahasia umum jika kebakaran hutan dan lahan gambut 99% disebabkan oleh faktor kesengajaan manusia yang membakarnya, entah untuk membuka lahan, mencari ikan di semak, atau mendapat “bayaran” untuk melakukannya. Perpaduan antara cuaca panas dengan suhu yang tinggi, lahan gambut yang mengering dan sensitif terbakar, serta kesengajaan untuk membakarnya, lengkap sudah usaha untuk melepaskan karbon ke udara.
Pengalaman lainnya, tahun 2021 terjadi bencana banjir besar di Kalimantan Selatan. Oke, banjir besar di Kalimantan. 11 dari 13 kabupaten di Kalimantan Selatan saat itu terendam banjir dan dilanda longsor. Disini, di sebuah pulau yang dikenal “The Lung’s of The World”, saya menjadi relawan dalam menyalurkan bantuan untuk ribuan korban banjir yang rumahnya tenggelam karena ketinggian banjir hingga mencapai 3 meter, yang tidak pernah sama sekali terjadi sebelumnya. Sebagian besar wilayah tidak bisa dilewati dengan kendaraan bermotor dan hanya bisa menggunakan perahu.
Paru-paru dunia memang punya banyak kekayaan. Saking kayanya, bukan hanya flora dan fauna, tapi lahannya yang luas dan kaya memang menggiurkan untuk alih fungsi lahan.
Mengubah fungsi lahan, sama dengan yang kita dengar saat sekolah dasar. Lahan gambut memiliki sifat seperti spons, fungsinya menjadi penyerap air dan penyalur air. Akibat alih fungsi lahan yang masif dan faktor krisis iklim, lahan gambut akan mengalami degradasi kualitas. Lahan yang rusak ini juga dapat mengganggu habitat satwa liar dan mengancam kelestarian keanekaragaman hayati.
_________________________
Akhir-akhir ini musim panas terasa lebih lama dari biasanya. Kadang, saat cuaca panas terik lalu tiba-tiba hujan deras sampai terjadi banjir. Atau malahan, di bulan Desember ini yang harusnya musim hujan, kita malah kepanasan.
Juni hingga Agustus 2023 merupakan tiga bulan terpanas sepanjang sejarah dan bulan Juli 2023 menjadi bulan yang paling panas. Kabar buruknya, menurut Indeks Risiko INFORM tahun 2023, Indonesia menduduki peringkat ketiga teratas negara yang paling berisiko terhadap bahaya iklim (peringkat ke-48 dari 191), termasuk banjir, kekeringan, dan gelombang panas (European Commission, 2023). Frekuensi dan intensitas bahaya iklim diperkirakan akan meningkat seiring dengan memburuknya perubahan iklim.
Hutan hujan tropis yang luas di Indonesia menjadikannya salah satu negara dengan keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia. Tapi, deforestasi dan hilangnya hutan (terutama lahan gambut), mengancam pertumbuhan hutan yang kaya karbon dan berdampak pada upaya mitigasi perubahan iklim di Indonesia.
Banyak orang berpikir perubahan iklim berarti kaitannya suhu yang semakin meningkat. Tapi kenaikan suhu hanyalah awal dari mulainya perubahan iklim. Coba kita lihat root cause-nya, karena Bumi adalah sebuah sistem, di mana semuanya terhubung, perubahan di satu area dapat memengaruhi perubahan di semua area lainnya. Kemudian perubahan ini akan mempengaruhi semua aspek basic needs dalam kehidupan.
Dulu kita menyebut iklim untuk membantu mengingat pola cuaca jangka panjang, agar kita biar bisa tahu kalau di Indonesia saat bulan Juni musim panas, atau saat bulan Desember musim hujan. Saya menulis ini di bulan Desember, dan inilah cuacanya.
Saya yakin teman-teman pasti sudah mengetahui gerakan-gerakan ecolifestyle yang sering disuarakan untuk memerangi krisis iklim, kira-kira apakah sudah cukup?
Melawan perubahan iklim dan beradaptasi terhadap pemanasan dunia adalah hal yang menjadi utama kita saat ini. Kita sebagai warga Indonesia punya hak dalam bersuara, mengevaluasi upaya pemerintah dalam mengatasi krisis iklim. Pengawasan yang kuat dan upaya penegakkan hukum yang sungguh-sungguh dari pemerintah, jadi salah satu solusi utama untuk memerangi penyebab-penyebab kerusakan lingkungan—seperti kebakaran hutan dan lahan di Indonesia — karena kerusakan yang ditimbulkan sangat besar.
Agar upaya menghadapi perubahan iklim ini bisa melangkah maju, langkah-langkah perubahan iklim perlu diintegrasikan ke dalam kebijakan, strategi, dan perencanaan nasional. Penting untuk meningkatkan pendidikan, peningkatan kesadaran, dan kapasitas sumber daya manusia dan kelembagaan dalam mitigasi perubahan iklim, namun juga memperkuat ketahanan global dan kapasitas adaptasi terhadap dampak pemanasan global. Rencana iklim nasional dan internasional hanya dapat berhasil jika dikembangkan dengan keterlibatan otoritas lokal dan regional.
_________________________
Jadi, berapa lama lagi kira-kira bumi dapat bertahan dari kerusakan dan perubahan lingkungan?
Jika setiap ton CO2 yang dihasilkan berkontribusi terhadap pemanasan global, maka semua upaya dalam pengurangan emisi memiliki kontribusi dalam memperlambat pemanasan global. Dampak perubahan iklim sangat serius dan mempengaruhi banyak aspek kehidupan. Dan jika kerusakan lingkungan ini terus meningkat, banyak wilayah di Indonesia akan menghadapi keterbatasan dalam kemampuan beradaptasi, seperti banjir, karhutla, dan bahkan menghadapi kekurangan air bersih.
Para penyangkal krisis iklim berupaya untuk meremehkan pentingnya pemanasan global dan peran manusia dalam pemicunya. Pada akhirnya, semua berawal dari dasar pemikiran, egosistem atau ekosistem. Mengabaikan masyarakat yang langsung berhadapan dengan dampak krisis iklim sama saja dengan “lack of emphaty” padahal ia tinggal di bumi yang sudah memberikan segalanya untuk kita hidup.
Krisis iklim tidak hanya bisa mengandalkan effort dari individu, tapi kita butuh transformasi yang sistemik.
It always seems impossible until it’s done. Just because we ignore it, climate change isn’t going to disappear — and its effect on the planet is becoming increasingly evident with each year that passes. (Climate wise)
Referensi :