membaca keresahan aan mansyur

“bangsat betul hidup di luar pulau jawa!”

Harvest Walukow
Komunitas Blogger M
2 min readNov 1, 2020

--

potret aan mansyur | brilio.net

sengaja ditulis huruf kecil semua, sesuai gaya aan mansyur.

yang saya tahu — biar nggak dikira sok tahu — aan mansyur adalah seorang sastrawan yang memang cukup sering mencibir segala macam bentuk kejomplangan yang terjadi antara daerah jawa dengan daerah luar pulau jawa. kali ini, beliau angkat bicara soal derita yang kerap dialami pembaca buku yang tinggal di luar pulau jawa.

aan menyorot pada bangsatnya distribusi buku kepada pembaca non-jawa, mulai dari muaaahal-nya biaya ongkos kirim hingga lamanya periode waktu yang terpaksa dimaklumi para pembaca tersebut.

berikut saya sertakan beberapa tweet aan:

rasa-rasanya tiga cuitan di atas sudah bisa memberi kita gambaran raut muka kekecewaan sekaligus kemarahan seorang aan mansyur. kekecewaan ini sangatlah logis, saya pun merupakan satu di antara jutaan pembaca luar jawa — termasuk aan — yang merasakan langsung ke-bangsat-an ini.

saya bermukim di ujung utara pulau sulawesi, lebih tepatnya di kota tomohon, sulawesi utara. bagi banyak orang, nama kota ini memang begitu asing, termasuk bagi para penjual di toko buku online.

suatu waktu saya sedang memburu sebuah buku berjudul rumah kertas karya carlos maría domínguez di salah satu marketplace berinisial s. mata saya seketika berbinar saat melihat novel terbitan marjin kiri itu tersedia dan sedang ada potongan harga sehingga harga total buku hanya sekitar 30 ribuan saja. namun, mata yang berbinar itu langsung buyar seperti dicolok tusuk sate, setelah melihat biaya pengiriman: rp80.000 juga dengan masa kirim 7–8 hari.

*tarik napas panjang*

saya putus asa dan segera bunuh diri, eh, membatalkan pesanan.

beberapa hari kemudian, saya kembali berselancar di marketplace yang sama namun kali ini dengan tujuan yang berbeda, tidak untuk membeli apa pun, hanya iseng plus gabut. saya coba untuk mencari kata kunci “buku”, dan kali ini yang muncul adalah bukunya puthut ea, hidup ini brengsek dan aku dipaksa menikmatinya. lalu muncul secercah harapan saat melihat label free ongkir terpampang di bawah harga buku.

luka lama kekecewaan beberapa waktu lalu rupanya akan sembuh. tapi yang terjadi justru sebaliknya, luka lama kembali dibuka, saat saya menyadari kalau saya kena clickbait.

bagi warga luar jawa, iming-iming gratis ongkir hanyalah sebuah omong-kosong. dua kata ini: gratis dan ongkir, punya persyaratan lain didalamnya, entah itu minimal belanja ataupun memang hanya disediakan untuk penduduk jawa~

jadi orang luar jawa memang brengsek dan kita dipaksa menikmatinya.” ucap aan mansyur saat bertandang ke markas puthut ea.

rumah jawa.” jawab aan mansyur, saat sowan ke carlos maría domínguez dan ditanya “darimana asal negaramu?”.

--

--