Mencoba memaknai hujan

Menilik dan mencari makna yang hendak disampaikan hujan. Akankah menemukannya? Entahlah

Rizky Rianto
Komunitas Blogger M
3 min readJan 26, 2024

--

Photo by Anik Deb Nath on Unsplash

Beberapa bulan terakhir, ketika hujan turun untuk perayaan pertemuan dengan semua yang ada di dunia ini. Tanaman, hewan, manusia dan lainnya. Aku merasa ketika hujan tiba dan suara yang menenangkan dari hujan. Ada suara hati yang luka. Ada suara hati yang hampa. Ada pula suara hati yang bahagia. Jangan tanya mengapa aku meletakan bahagia di ujung. Bukankah bahagia datangnya belakangan, seperti pelangi yang hadir ketika badai usai. Atau aku saja yang salah.

Hujan hari ini, aku bertanya pada diriku sendiri. Sebenarnya apa yang aku rasakan ketika telinga ini mendengar suara hujan? Sejuk yang hujan berikan, bunyi-bunyi yang menenangkan dari pertemuan hujan dengan pohon-pohon, atap rumah, tanah dan sungai. Apa aku juga menjadi salah satu bagian dalam setiap ceritanya?

Hujan yang datang menemui siapa saja yang siap menerima dan mengambil makna dalam setiap tetes airnya. Apa hujan mengizinkan aku untuk memahami sesuatu melalui pertemuan singkat hari ini? Lantaran tersihir kantuk untuk segera beranjak tidur.

Bicara mengenai pertemuan, lalu siapa yang sedang merayakan sebuah perpisahan? Bagaimana ia sekarang? Apa kau hujan bisa menenangkannya? Ah jangan tanya, pesona dan sihir mu mampu untuk membius ia dan mereka di luar sana. Tapi apa dengan duka kau mampu melakukan hal yang sama?

Bagaimana pula dengan mereka yang kedinginan lantaran kau datang? mereka yang tak punya hunian layak. Bahkan yang hanya beratapkan daun? Apa benar kau bisa menenangkannya?

Ah iyaa, kau datang sebagai rumah dan sebagai perenungan pula. Yang dikatakan kebanyakan orang, hujan adalah rahmat. Mari mencoba sebisa mungkin dan sebanyak mungkin memetik rahmat itu. Paling tidak makna yang bisa direnungkan.

Sebelumnya aku ada menyinggung tentang mereka yang tak punya hunian layak. Mungkin mereka sekarang tengah diguyur hujan. Tanpa hangat pelukan rumah. Tanpa kehadiran orang tua. Ringkih tubuhnya lantaran belum menemukan sesuap nasi dalam tong sampah.

Apa yang mereka rasakan sekarang? Derita? bahagia?

Ternyata benar hujan selalu menemani siapa saja, suka maupun duka datang memberikan rahmat dan sebuah perenungan untuk sebagian orang yang sadar. Bahwa syukur juga harus dihadirkan untuk hidup yang lebih bahagia. Terkadang aku juga merasa mereka yang tidak memiliki apa-apa malah terlihat lebih bahagia. Apa karena melihat senyum dari orang terkasihnya? Menjadi alasan meraka bertahan dan terus menapaki jalan kehidupan. Mencoba merubah takdir atau yang lainnya. Aku juga tidak tahu.

Selain itu, hujan benar, dalam banyak air yang jatuh ada mereka yang melepas kisahnya didunia ini. Dalam banyak air yang jatuh pula. Banyak kisah baru terlahir. Jadi ini semua tentang apa? Tentang permulaan dan akhir yang pada jalan porosnya harus mencari arti dalam hidup?

Tentang hujan yang melihat mereka melepas kisahnya. Hujan pula yang mendengarkan tangis, tawa, suka dan duka tanpa memberi tanggapan justru meminta kita untuk menemukan arti dari sebuah peristiwa atau kejadian. Lalu ketika hujan datang apa yang membuat kita tidak mengucap syukur untuk pertama kalinya? Entah ketika itu kita sedang merayakan pertemuan dan menangisi perpisahan. Kenapa?

Bicara perihal pertemuan dan perpisahan. Aku kembali bertanya. Aku rasa dari kita semua yang hidup didunia ini pernah melakukan hal yang sama. Seperti apa yang aku pikirkan sekarang. Ketika kau bertemu hujan dan sesudah pertemuan, pernahkah mengutuk hujan? atau justru bersyukur atas hadirnya? Atau keduanya secara bersamaan. Kemudian Aku kembali bertanya. Apa aku bersyukur sekarang? Akankah hujan marah untuk orang tanpa rasa syukur? Bagaimana pula hujan marah dengan orang yang mengucap syukur namun hatinya mengutuk?, ia memakai topeng. Bagaimana hujan akan marah? Bagaimana hujan akan menghukumnya? Entahlah.

Yang jelas mengucap syukur akan sejuk yang hujan berikan, bunyi-bunyi yang menenangkan dari pertemuan hujan dengan pohon-pohon, atap rumah, tanah dan sungai adalah ungkapan rasa yang harus didahulukan. Aku mencoba memaknai dan memahami perasaanku tentang hujan dan tentang pikiran yang kusut ini. Terkadang menemukan kebuntuan dan kadang pula menemukan pemahaman. Sejauh ini aku suka akan hujan, ia menemaniku dalam perenungan.

--

--

Rizky Rianto
Komunitas Blogger M

Suka mengembara dalam pikiran, menikmati imajinasi dan bila sempat, menulis disana.