Mengaitkan Manusia Indonesia nya Mochtar Lubis di Zaman Sekarang

Ahmad Arinal Haq
Komunitas Blogger M
4 min readNov 22, 2020
Sumber:tirto.id

Membaca Manusia Indonesia nya Mochtar Lubis sama seperti berkaca pada diri sendiri. Pidato Mochtar Lubis yang diterbitkan Yayasan Obor Indonesia ini, sukses menyinggung diri saya sebagai manusia Indonesia. Saya tak bisa membayangkan seperti apa respons masyarakat orde baru di tahun 1977, setelah mendengar pidato kebudayaan Mochtar Lubis di Taman Ismail Marzuki atau membacanya lewat tajuk Manusia Indonesia. Mochtar Lubis sendiri termasuk manusia yang hampir punah pada zamannya.

Apa yang saya tulis, sekedar ke sok tahuan saya, pengalaman dan pengamatan yang setiap hari saya pikirkan. Dengan cara mengaitkan 6 ciri utama Manusia Indonesia-nya Mochtar Lubis, saya rasa kita hanya berkembang dari segi materi saja. Sedangkan dari segi perilaku dan pola pikir kita belum berubah. Rasanya apa yang diharapkan Mochtar Lubis masih jauh sekali.

Ciri Pertama

Ciri yang paling menonjol ialah hipokrit atau munafik. Dulu saya sempat berpikir kok bisa bisa nya banyak orang yang bersifat munafik seperti sok pintar, sok alim, sok bijak dan sok-sok yang lainnya. Pada akhirnya, saya sendiri juga seperti itu. Mungkin memang sudah tabiat manusia Indonesia.

Bung Mochtar menjelaskan kemunafikan kita tentang seks. Dari zaman ke zaman, baik masa kerajaan, penjajahan, atau kemerdekaan. Membicarakan seks itu tabu tapi semua orang tahu. Di zaman sekarang, seks itu sebagai alat pemersatu bangsa. Kalian boleh saling mengejek, menghina, dan mencaci tapi dalam masalah seks semua menjadi damai dan antusias.

Seperti kasus video seks yang mirip artis Giselle Anastasia baru-baru ini. Orang-orang penasaran dengan cara sok peduli, sok kasihan, sok menganalisis padahal diam-diam mereka ingin menonton video tersebut. Sebenarnya sudah banyak yang mulai terbuka masalah seks, tapi mau bagaimana lagi, minoritas selalu kalah dengan mayoritas bukan. Masih banyak kemunafikan yang terjadi di sekitar kita, mungkin saja diri kita termasuk orang munafik.

Ciri Kedua

Yang kedua, manusia Indonesia itu enggan bertanggung jawab dalam segala hal. Contoh yang diambil Bung Mochtar lebih ke orang-orang pemerintah dan pejabat di masa orde baru. Walaupun sebetulnya, pemerintahan masa kini juga sama saja. Tapi saya tak akan mengambil contoh dari pemerintah, terlalu kompleks.

Menurut saya , ciri ini sudah tumbuh sejak kecil, biasanya mulai terlihat pada masa remaja. Saya ambil contoh anak smp yang membolos sekolah. Karena takut kena hukuman sendiri , akhirnya ia mengajak teman-temannya. Ketika aksi mereka terungkap dan mereka pasti diinterogasi. Proses ini yang paling rumit, tak ada yang mengaku. Akhirnya si pencetus yang paling kena getahnya. Ini hanya contoh kecil dari ciri enggan bertanggung jawab. Banyak contoh lain baik di organisasi, perusahaan, bahkan yang paling tinggi lagi. Parahnya lagi sekarang, kita enggan bertanggung jawab pada masalah yang kita buat sendiri. Menyalahkan keadaan dan pemerintah lebih utama, daripada menyalahkan diri sendiri.

Ciri Ketiga

Ciri ketiga yang diutarakan Bung Mochtar ini sedikit kompleks, yaitu jiwa feodalnya. Ciri ini seakan turun temurun dan tak ada habisnya. Mochtar Lubis hanya mencontohkan lewat organisasi resmi seperti pemerintahan dan perusahaan, padahal jiwa feodal itu sudah mengakar dalam semua aspek kehidupan. Jiwa ini memang mempengaruhi perkembangan seseorang.

Contoh jiwa feodal di dalam pendidikan adalah seorang guru. Guru itu dalam bahasa Jawa digugu lan ditiru ( dipercaya dan diikuti ). Sedangkan selalu muncul slogan guru selalu benar. Hal inilah yang selalu membuat siswa-siswa Indonesia jarang berpikir kritis. Jika ada, pasti sedikit dan mereka sering diam karena takut dikira melawan guru. Di agama Islam, para guru sering mengutip al-adabu fauqol ilmi ( adab lebih tinggi daripada ilmu). Dengan maqolah ini juga, murid takut kritis karena melanggar adab terhadap gurunya.

Padahal jika belajar sejarah para cendekiawan Islam, seperti Imam Sibawaih yang sering berdebat dengan gurunya, yaitu Imam Kholil bin Ahmad di bidang ilmu gramatika Arab. Namun, patut digaris bawahi, sebagai orang yang lebih kecil berpendapat harus menggunakan etika dan sopan santun aga tidak menyinggung atasan kita.

Ciri Keempat

Kita sampai sekarang masih percaya dengan takhayul. Keterangan yang lebih mendalam bisa kalian baca sendiri di buku Manusia Indonesia. Sedangkan yang saya tahu, kita masih berharap dengan kata demokrasi yang sering kita bangga-banggakan, eluk-elukan, dan kita nantikan. Yang dalam kenyataannya masih jauh dari kata tersebut. Dalam keseharian masih banyak rakyat yang tertindas. Keadilan hanya untuk orang-orang yang punya uang. Kita yang sering mengucap mantra anti rasisme tapi masih jijik dan menjauh dengan ras kulit hitam atau orang yang bermata sipit. Benar kata Mochtar Lubis “Karena ini semua manusia Indonesia cenderung menyangka, jika telah dibicarakan, telah diputuskan, dan telah diucapkan niat hendak melakukan sesuatu, maka hal itu pun terjadi.”

Ciri Kelima

Dulu, ciri ini mungkin menonjol tapi sekarang saya rasa tidak, yaitu artistik. Memang budaya kita sudah terkenal, bahkan sampai mancanegara, baik dari seni musik, seni tari, seni rupa dan lainnya. Tapi sayang, penerus bangsa khususnya anak muda sudah tak tertarik dengan budayanya sendiri. Kita lebih suka musik rock dan folk dari barat. Kita lebih sering menari ala-ala Korea. Kita lebih suka mengoleksi patung animasi-animasi dari Jepang. Semoga yang sadar akan budaya Indonesia semakin banyak agar generasi selanjutnya tidak hanya kenal lewat sejarah saja.

Ciri Keenam

Ciri keenam manusia Indonesia adalah watak dan karakter yang lemah atau mudahnya sering ikut-ikutan. Rupanya ciri ini memang sudah mendarah daging di Indonesia. Mochtar Lubis memberi contoh lewat pelacuran intelektual. Seperti era orde lama orang-orang memuji tentang Nasakom-nya Soekarno. Setelah tumbang, mereka beralih ke Demokrasi Pancasila-nya Soeharto. Di masa kini Revolusi Mental-nya Pak Jokowi sering disebut-sebut.

Kesimpulannya, tidak semua manusia Indonesia seperti ini. Banyak yang memiliki ciri-ciri yang ‘aneh’, yang jarang dimiliki manusia Indonesia. Seperti Mochtar Lubis yang dikenal pembangkang. Idealisme muda seorang Soe Hok Gie.

Keberanian seorang wanita dalam diri Marsinah. Puisi-puisi semangat yang ditulis Wiji Thukul. Munir Said Thalib penegak hukum jujur yang selalu membicarakan keadilan, serta orang yang berjuang di lingkup-lingkup kecil lainnya. Walaupun mereka hanya minoritas tapi cita-cita dan harapan mereka selalu diperjuangkan oleh para penerusnya.

--

--