Mengapa Huruf “V” Tidak Dihapus Saja dari Sistem Abjad Bahasa Kita?

Mengupas tuntas segala hal tentang huruf “v” dan huruf lainnya yang serupa yang mungkin sering kita pertanyakan

Muhammad Rayhan
Komunitas Blogger M
7 min readJun 25, 2024

--

Huruf V (Sumber: www.drodd.com)

Huruf V. Sebuah wujud huruf yang dihadapi dilema. Bagaimana tidak, di satu sisi ia sudah tercipta bertahun-tahun, bahkan berabad-abad, lamanya sebagai bagian dari sistem penulisan yang paling banyak digunakan di dunia (aksara latin). Namun di sisi lain, dalam bahasa kita, keberadaan wujud tersebut tak begitu dianggap penting, terutama saat diucapkan. Ia sulit dibedakan dengan bunyi huruf kembarannya yang lebih populer: “F”.

Sering kali, pada saat senggang, pikiran saya berkelana dan bertanya-tanya, “Apakah mungkin untuk menghapus huruf ‘V’ dari sistem abjad bahasa kita, mengingat ia tidak merepresentasikan bunyi apa pun dalam ucapan kita? Lalu, mengapa sesuatu bunyi suara yang jelas-jelas berbeda dari pasangannya (pada huruf yang sama) — huruf e taling dan e pepet — justru tidak dibuatkan huruf tersendiri?”. Pertanyaan-pertanyaan tersebut tak hanya menghantui saya, tetapi ia juga kerap memaksa saya untuk menggalinya secara mandiri.

Tentunya, rasa penasaran itu makin terbuka lebar ketika mengetahui bahwa ada huruf lain yang bernasib serupa, yaitu huruf “X” dan “Q”.

Alhasil, rasa penasaran dalam diri terus mendorong saya untuk mencari tahu jawaban atas segala pertanyaan tersebut. Setelah merasa puas dengan jawaban yang ditemukan, saya mencoba untuk membagikannya melalui tulisan ini kepada kalian semua.

Dalam artikel yang dilatari atas rasa penasaran yang mendalam ini, saya akan membahas bagaimana sebuah sistem abjad terbentuk, khususnya menjadi sistem aksara utama dalam Bahasa Indonesia. Setelah itu, saya akan mengajak kalian untuk menyingkap fakta-fakta yang bersinggungan dengan topik ini. Akhir dari semua ini akan saya lengkapi dengan menjelaskan apakah judul tulisan ini dapat diwujudkan dan bagaimana caranya jika memungkinkan.

Mari kita bereksplorasi!

Sejarah dan Evolusi Sistem Abjad Latin

Sistem abjad Latin yang kita gunakan saat ini memiliki sejarah panjang yang melibatkan adaptasi dan pengaruh dari berbagai budaya dan bahasa. Abjad ini awalnya berkembang dari abjad Semit Utara sekitar 1100 SM. Kemudian, abjad tersebut diadaptasi oleh bangsa Fenisia dan akhirnya digunakan oleh bangsa Yunani kuno, yang menambahkan vokal dalam sistem penulisannya. Dari Yunani, abjad ini diadopsi oleh bangsa Etruscan di Italia, dan kemudian diadaptasi oleh bangsa Romawi kuno menjadi abjad Latin.

Dalam perjalanan evolusinya, huruf “V” dalam bahasa Latin awalnya digunakan untuk melambangkan baik bunyi /u/ maupun /w/. Dalam prasasti Romawi kuno, tidak ada perbedaan visual antara “U” dan “V”. Kedua bunyi tersebut diwakili oleh satu huruf yang berbentuk seperti “V”. Seiring waktu, bahasa Latin mengalami perubahan fonetis dan ortografis yang lebih kompleks. Pada abad pertengahan, huruf “V” mulai digunakan untuk mewakili bunyi konsonan /v/, sementara bentuk melingkar “U” mulai digunakan untuk mewakili bunyi vokal /u/.

Perkembangan ini menandai pemisahan fonetik dan grafematik yang kita kenal sekarang sebagai “U”, “V”, dan “W”. Huruf “W” sendiri muncul di Eropa Barat pada abad ke-7, ketika bahasa Inggris Kuno dan Jermanik lainnya membutuhkan simbol untuk mewakili bunyi /w/.

Masuknya Sistem Abjad Latin ke Bahasa Indonesia

Masuknya sistem abjad Latin ke dalam bahasa Indonesia adalah hasil dari proses historis yang panjang dan kompleks. Proses ini dimulai sejak kedatangan bangsa Eropa ke kepulauan Nusantara. Salah satu momen penting adalah kedatangan bangsa Portugis pada abad ke-16, yang membawa serta pengaruh budaya dan bahasa mereka. Namun, pengaruh terbesar datang dari bangsa Belanda, yang menjajah Indonesia selama lebih dari 300 tahun.

Studi linguistik menunjukkan bahwa adaptasi abjad Latin ke dalam bahasa Melayu, yang menjadi dasar bahasa Indonesia, dimulai pada abad ke-19. Penggunaan abjad Latin diperkenalkan melalui pendidikan formal yang didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda. Penggunaan abjad ini kemudian diperkuat dengan penerbitan buku, surat kabar, dan dokumen resmi dalam bahasa Melayu yang ditulis dengan abjad Latin.

Sebelum mengenali abjad Latin, bahasa Melayu dan bahasa-bahasa daerah lainnya menggunakan berbagai aksara tradisional seperti aksara Pegon dan Jawi (untuk bahasa Melayu), aksara Kawi, dan aksara Pallawa. Peralihan ke abjad Latin dipicu oleh beberapa faktor, seperti kebutuhan akan sistem penulisan yang lebih sederhana dan efisien untuk administrasi kolonial serta penyebaran agama Kristen yang menggunakan kitab suci yang dicetak dalam abjad Latin.

Peran Huruf V dalam Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia adalah bahasa yang kaya dan beragam, tetapi tidak semua huruf dalam abjad Latin digunakan secara optimal dalam fonetik bahasa kita. Hal ini dapat kita buktikan dengan jumlah kata asli bahasa Indonesia atau bahasa daerah yang berawalan atau mengandung huruf “V” sangatlah sedikit. Sebaliknya, banyak kata dalam bahasa Indonesia yang menggunakan huruf “V” merupakan serapan dari bahasa asing, terutama bahasa Belanda dan Inggris. Contoh kata-kata tersebut antara lain “vaksin”, “vegetarian”, dan “validasi”.

Dalam bahasa Indonesia, huruf “V” tidak memiliki status fonemik yang jelas seperti dalam bahasa-bahasa Eropa. Fonem /v/ bukan fonem asli dalam bahasa Austronesia, yang menjadi rumpun bahasa dasar dari bahasa Indonesia. Oleh karena itu, bunyi ini biasanya diadaptasi menjadi bunyi /f/ yang lebih umum dan lebih mudah diucapkan oleh penutur asli bahasa Indonesia. Hal ini sangat lumrah untuk kata-kata serapan dari bahasa asing, seperti “visi” dan “versi”, yang sering kali diucapkan dengan bunyi /f/.

Meskipun begitu, huruf “V” tetap dipertahankan dalam ejaan resmi untuk menjaga kesesuaian dengan ejaan internasional dan memudahkan pemahaman dalam konteks global. Keberadaan huruf “V” dalam kata-kata serapan tersebut juga membantu dalam membedakan antara kata-kata yang memiliki makna berbeda, meskipun pengucapannya mirip atau sama.

Huruf Lain yang Diperlakukan Serupa atau Sebaliknya

Selain huruf “V”, ada beberapa huruf lain dalam abjad Latin yang memiliki nasib serupa atau bahkan lebih ambigu dalam bahasa Indonesia, seperti “X” dan “Q”. Huruf “X” sering kali digunakan dalam kata-kata serapan yang terkait dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti “x-ray” dan “xenon”. Namun, dalam penggunaan sehari-hari, huruf “X” jarang sekali muncul dalam kata-kata asli bahasa Indonesia dan sering kali diadaptasi menjadi kombinasi huruf “ks” jika di tengah atau “s” jika di awal.

Huruf “Q”, di sisi lain, dalam bahasa Indonesia adalah contoh dari penyerapan dan penyesuaian kosakata dari bahasa asing, terutama dari bahasa Arab dan Inggris. Kata-kata seperti “Al-Qur’an” dari bahasa Arab (القرآن) dan “kualitas” dari bahasa Inggris (quality) menunjukkan adaptasi huruf yang mencerminkan karakteristik fonetik dari bahasa asing tersebut, seperti bunyi /q/ yang tidak ada dalam bahasa Indonesia asli. Umumnya, kata-kata asing yang mengandung huruf “Q” diadaptasi dengan menyesuaikan bunyi dan ejaannya menjadi huruf “K”. Namun, ini tidak berlaku untuk kata-kata suci seperti “Al-Qur’an” atau kata-kata yang akan terdengar aneh jika diadaptasi, seperti “qari” dan “qada”.

Sebaliknya, huruf “E” dalam bahasa Indonesia mengalami penambahan peran yang lebih kompleks. Bahasa Indonesia mengenal dua jenis pengucapan huruf “E”, yaitu e taling (/e/) dan e pepet (/ə/). Kedua bunyi ini sering kali membingungkan karena dalam tulisan, keduanya diwakili oleh huruf yang sama, “E”. Misalnya, kata “teman” menggunakan e pepet, sedangkan kata “hemat” menggunakan e taling.

Penghapusan Huruf “V”: Apakah Mungkin?

Menghapus huruf “V” dari sistem abjad bahasa Indonesia mungkin terdengar sederhana, tetapi hal ini memerlukan pertimbangan yang sangat mendalam dan rumit. Langkah semacam ini memerlukan kajian bahasa yang komprehensif, melibatkan ahli bahasa, pemerintah, serta masyarakat luas. Terdapat setidaknya tiga tantangan yang harus ditempuh untuk mencapai hal ini,

  1. Penyeragaman Pengucapan: Mengubah semua kata yang mengandung huruf “V” menjadi menggunakan huruf “F” mungkin menimbulkan kebingungan dan ketidaksesuaian dalam penulisan resmi dan dokumen.
  2. Aspek Internasional: Mengingat bahasa Indonesia merupakan bagian dari komunitas global, perubahan ini dapat mengakibatkan kesulitan dalam komunikasi internasional dan penerjemahan dokumen.
  3. Sejarah dan Budaya: Huruf “V” telah menjadi bagian dari sejarah penulisan dan kebudayaan Indonesia. Menghapusnya bisa berarti menghilangkan bagian dari identitas bahasa kita.

Lalu, Bagaimana Alternatif dan Solusinya?

Jika menghapus huruf “V” dirasa terlalu radikal, mungkin ada alternatif lain yang lebih moderat, seperti:

  1. Penguatan Edukasi Fonetik: Mengedukasi masyarakat mengenai perbedaan pengucapan huruf “V” dan “F” agar penggunaan huruf “V” lebih tepat dan sesuai dengan kaidah.
  2. Adaptasi Ortografis Bertahap: Mempertimbangkan adaptasi ortografis yang lebih halus dan bertahap dalam sistem penulisan, misalnya dengan merekomendasikan penulisan huruf “V” hanya dalam konteks tertentu atau serapan asing yang sangat dikenal.

Simpulan

Pertanyaan tentang keberadaan huruf “V” dalam sistem abjad bahasa Indonesia membuka diskusi menarik tentang evolusi bahasa dan relevansi fonetik dalam konteks modern. Perjalanan panjang huruf “V”, dari asal-usulnya di abjad Latin hingga adaptasinya dalam bahasa Indonesia, menunjukkan bagaimana bahasa kita berkembang dengan dipengaruhi oleh interaksi budaya dan perubahan zaman. Meski menghapus huruf “V” mungkin tidak praktis dan diperlukan, diskusi ini mengajak kita untuk lebih memahami dinamika dan fleksibilitas bahasa kita.

Sederhananya, upaya untuk menghapus huruf-huruf yang tidak merepresentasikan fonem tertentu dalam bahasa kita, seperti “V”, “Q”, dan “X”, sangatlah kompleks dan bahkan dapat dianggap “radikal”. Ini karena memerlukan beragam langkah tambahan untuk menyesuaikan sistem alfabet yang telah digunakan selama kurang-lebih satu abad.

Daripada mengupayakan hal konyol itu, lebih baik kita memahami sejarah dan proses adopsi abjad Latin ke dalam bahasa Indonesia, termasuk pengaruh kolonialisme dan modernisasi. Dengan menggali lebih dalam, kita bisa menghargai kompleksitas dan kekayaan sejarah yang membentuk bahasa kita sampai detik ini. Mari kita menelusuri lebih jauh literatur ilmiah dan sejarah bahasa, serta berdiskusi dengan orang-orang di sekitar untuk memperkaya pengetahuan tentang warisan budaya kita.

Berikan tepukan/clappers (👏🏻) jika kalian suka dengan tulisan saya ini. Jangan lupa pula untuk menanggapi dengan berkomentar (💬) ketika ingin bertanya, merespons atau mengulas sesuatu, atau bahkan sebatas bertegur sapa. Kedua hal itu sangat berpengaruh bagi saya untuk terus semangat menulis setiap hari.

Jika kalian ingin terhubung dan lebih dekat dengan saya, kalian bisa menghubungi saya melalui DM Instagram atau mengirim surat elektronik melalui G-Mail pribadi. Oiya, boleh sekali jika kalian ingin mengapresiasi saya dengan memberikan tip melalui laman Saweria saya ini. Terima kasih!

--

--

Muhammad Rayhan
Komunitas Blogger M

Seorang mahasiswa yang tengah membangun kebiasaan menuangkan ide dalam bentuk tulisan atau lisan.