Mengapa Seorang Ibu Harus Sehat?

Sarirachmah
Komunitas Blogger M
4 min readJul 8, 2024

Mengapa seorang ibu harus sehat? Sehat di sini dalam artian sehat secara jasmani dan rohani. Secara general, tentu semua orang harus sehat jasmani dan rohani. Bagaimana kita mau produktif, mengejar cita-cita, membahagiakan orang tua, membahagiakan diri sendiri, ibadah secara khusuk, belajar dengan baik, bekerja dengan penuh semangat dan lain sebagainya, jika dalam diri ini sakit jiwa dan raganya.

Mengapa seorang ibu harus sehat?
Photo by Liv Bruce on Unsplash

Alasan seorang ibu, tentu mirip dengan alasan-alasan tersebut, terlebih kesehatan jiwa raga seorang ibu menyangkut perkara yang lebih luas, yaitu bangsa dan negara. Sereeem kaaan?

Bayangkan saja, seorang ibu harus menjadi orang yang bangun paling pertama dan tidur paling akhir. Awal dia membuka mata, ia harus mempersiapkan bekal sekolah anak-anaknya, membangunkan anak-anak dan suaminya untuk bersegera mempersiapkan diri pergi sekolah dan kantor. Anak-anaknya pulang sekolah, suaminya pulang kerja, makanan harus sudah siap di meja.

Belum, ia harus mereview materi sekolah anak-anaknya, PR sekolah sudah dikerjakan apa belum, telinganya harus siap mendengarkan cerita-cerita seru di sekolah. Suami pulang kerja ingin dibuatkan kopi, di pijit-pijit kaki dan bahunya yang pegal. Daaan…sebagainya seolah semua pekerjaan tanpa akhir dan tanpa libur nasional, dari Senin hingga kembali ke Senin.

Lalu tidur paling akhir untuk memastikan anak-anaknya sikat gigi sebelum tidur, mempersiapkan keperluan sekolah besoknya dan lain-lain. Kira-kira, jika ia memiliki fisik yang sakit-sakitan dan lemah, akankah semuanya ini terlaksana dengan baik?

Sakitnya seorang ibu

Bisakah dibayangkan, sakitnya seorang ibu akan mempengaruhi siklus keluarga? Tidak ada makanan di meja, rumah berantakan seperti kapal pecah, lantai terasa kasar, berdebu, kotor karena tak ada yang membersihkan, pelajaran sekolah anak-anak terbengkalai, nilai-nilai ujian anak-anak bisa menukik ke bawah karena “guru private pribadi” sedang terkulai lemas, anak-anak menjadi brutal tak terarah karena sang pengawas sedang sakit raganya. Itu baru sakit raga, belum jiwanya.

Percaya atau tidak, jiwa anak ada di tangan ibunya. Seorang ibu yang sehat jiwanya, akan mendoakan hal terbaik untuk anak-anaknya hingga doanya melesat tinggi bak anak panah tembus ke langit. Ibu yang sehat jiwanya, akan berkata yang baik-baik terhadap anaknya, tidak ada caci maki yang akan merusak mental anaknya. Semarah-marahnya ibu yang sehat mentalnya, tidak akan sampai terlontar kata-kata destruktif yang merusak jiwa anaknya, apalagi raganya.

Sejelek-jeleknya anak yang diasuh oleh ibu yang sehat jiwanya akan kembali menjadi manusia yang positif dan penuh kebaikan. Mengapa?Sebab, ibu yang sehat jiwanya akan terus mengusahakan sampai titik darah penghabisan supaya anaknya kembali menjadi manusia yang baik sebagaimana ketika ia lahir ke dunia, suci dan tanpa dosa.

Eksklusivitas ibu

Hal yang lebih eksklusif dan hanya diwariskan seorang ibu kepada anaknya dan tidak diwariskan oleh ayah, adalah mitokondria. Dimana gen kecerdasan terletak di dalamnya. Benar, kecerdasan yang diwariskan ibu besarnya hanya 40 persen, sisanya tentu pengaruh pola asuh, gizi, lingkungan sekitar, aktivitas fisik dan lain sebagainya.

Dengan demikian, ibu yang sehat mentalnya berkontribusi lebih besar terhadap intelegensia anak daripada ibu yang cerdas, dengan pola asuh yang positif, semangat yang positif, pikiran positif, attitude positif juga gizi yang terbaik untuk anak-anaknya. Akan lebih sempurna lagi, ibu yang cerdas juga sehat mental karena kombinasi antara genetik dan pola asuh.

Hal lainnya yang tak kalah eksklusifnya, bahwa materi genetik seorang wanita yang diturunkan kepada anaknya sebanyak 75% dan ayah 25%. Dokter Aisyah Dahlan, seorang psikolog dan peneliti, membenarkan hal ini dan itulah mengapa, katanya, dalam Kanal Youtube-nya, “dalam ajaran Islam, Nabi mengatakan di dalam kita menghormati Orang tua yang pertama ibu, yang ke dua ibu dan yang ketiga ibu yang keempat baru ayah dan yang kelima saudara kandungmu.” Ia melanjutkan bahwa 3 dikali 25% sama dengan 75%.

Ia menambahkan, itulah mengapa mood seorang ibu akan mempengaruhi mood seluruh keluarga. Jika ibu semangat, maka anak akan 3x lebih semangat dan suami 1 kali lebih semangat. Ibu sedih, marah dan tenang, maka anak akan 3 kali lebih sedih, marah dan tenang. Ia mengibaratkan antara anggota keluarga memiliki sinyal satu sama lain. Sinyal anak didapatkan dari ibu dan ini yang paling dominan karena berasal dari jaringan yang sama, sementara sinyal antara suami istri tak begitu kuat karena beda jaringan.

Jadi, jika dihubungkan dengan negara, maka maka mudah saja menghancurkan sebuah bangsa, yaitu hancurkan saja kaum wanitanya. Sebab, kehancuran kaum wanita, terutama para ibu adalah kehancuran para penerus bangsa, yaitu anak-anaknya. Toh, kelak mereka dewasa akan berdiri sendiri di masyarakat, entah menjadi manusia yang manfaat untuk bangsa dan negaranya atau menjadi manusia yang penuh mudarat.

Sederhananya, bagaimana seorang anak akan menjadi manusia yang sehat mentalnya, berkarakter positif dan memiliki cita-cita yang tinggi jika ibunya memiliki mental yang lemah dan tidak sehat. Jadi, bisakah ini disimpulkan bahagiakan dulu ibunya, maka satu keluarga akan baik-baik saja? Menurutmu bagaimana?

--

--