Member-only story
Mengapa Warna Dunia Terasa Memudar saat Kita Dewasa?
Kesuraman Tak Lagi Sekadar Metafora
Saya tidak sedang bicara tentang buta warna. Saya masih bisa membedakan biru laut dan hijau daun. Tapi entah kenapa, warna-warna itu terasa lebih kusam sekarang. Bukan karena katarak atau pencahayaan yang buruk, tapi karena ada yang berubah — di dalam kepala, atau barangkali di dalam jiwa.
Sewaktu kecil, saya bisa memandangi kebun teh selama lima belas menit penuh. Ada semacam gairah tak terjelaskan dari melihat dedaunan yang bergelombang tertiup angin. Sekarang? Saya lebih sibuk mencari sinyal atau bertanya-tanya apakah tempat ini cocok untuk difoto. Bukan lagi tentang melihat, tapi tentang mengabadikan. Bukan lagi tentang merasa, tapi tentang membuktikan.
Belum menjadi member Medium? Baca selengkapnya di sini.
Dunia sebagai Simulakra
Jean Baudrillard, filsuf Prancis yang mungkin akan kesal kalau diajak selfie, ia pernah berkata bahwa kita hidup dalam dunia simulasi. Segalanya adalah salinan dari salinan dari salinan. Sungai bukan lagi sungai, tapi representasi dari “sungai” yang pernah ada di Google Image.
Dan mungkin itu pula yang membuat warna dunia tampak pudar. Kita tidak lagi mengalami sesuatu secara langsung. Kita melihat daun — lalu berpikir…