Mengulik kisah “Cinta Segitiga” antara Anies Baswedan, Prabowo Subianto dan Joko Widodo.

Muhammad Irvan
Komunitas Blogger M
5 min readDec 31, 2023
Momen kebersamaan Jokowi, Prabowo dan Anies saat pelantikan Gubernur DKI Jakarta

Pemilu Indonesia tinggal menghitung hari. 275 Juta lebih masyarakat Indonesia hadir untuk memeriahkan kontestasi politik yang terjadi 5 tahun sekali. Bersiap untuk memilih calon baik eksekutif maupun legislatif yang akan memimpin dan mewakili mereka selama 5 tahun kedepan. Sekaligus melihat Presiden Jokowi yang akan turun tahta setelah selama 10 tahun memimpin republik ini.

Melihat daftar pasangan calon yang akan ikut bertarung dalam Pilpres nanti. Anies Baswedan, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo memiliki hubungan spesial dengan Presiden Jokowi. Namun tanpa mengesampingkan Ganjar Pranowo. Hubungan antara Jokowi-Prabowo-Anies layak dibahas karna pernah dalam satu “kapal yang sama”

Anies Baswedan bukanlah orang asing bagi Joko Widodo, saling mengenal ketika Jokowi masih menjadi Walikota Solo tahun 2011 melalui program Indonesia mengajar. Ikatan resmi pun mulai terjalin saat Jokowi mengajak Anies bergabung dalam kontestasi Pilpres 2014 sebagai juru bicara pasangann Jokowi-Jk yang saat itu tampil melawan pasangan Prabowo-Hatta. Anies saat itu mendukung mutlak pasangan Jokowi-JK dan hadir di setiap persiapan sang paslon, mulai dari menyusun program, visi misi hingga turut hadir bersama Jokowi ketika blusukan dan memohon dukungan ke masyarakat.

Kemenangan pun diraih, Jokowi duduk di singgasana tertinggi sebagai orang nomor 1 Republik ini. Anies Baswedan yang memiliki latar belakang pendidikan yang mumpuni pun ditunjuk sebagai Menteri Pendidikan. Jokowi-JK serta para menteri termasuk Anies Baswedan bahu membahu menjalankan program serta melaksanakan visi misi untuk menunaikan janji politik yang telah disampaikan saat kampanye.

Jokowi dan Anies pun menikmati “bulan madu politik” pada saat itu. Namun Anies tidak menemani Jokowi sampai akhir periode masa jabatan yang pertama. Tepat 21 bulan setelah pelantikan Menteri, Anies diberhentikan Jokowi dari kursi Menteri Pendidikan. Teka-teki alasan pemberhentian pun menyeruak, ada yang berpendapat bahwa Presiden butuh gebrakan yang lebih nyata dalam dunia pendidikan sehingga membutuhkan orang lain, dan ada yang berpendapat bahwa Presiden membutuhkan perwakilan Muhammadiyah dalam susunan kabinet setelah mendapatkan dukungan NU, dan Anies akan diganti dengan kader Muhammadiyah. Muhadjir Effendy.

Sakit Hati? Tentu Anies ikhlas dengan reshuffle tersebut. Anies berpendapat bahwa Presiden telah memikirkan yang terbaik untuk susunan kabinet yang berdampak pada program yang dijalankan. Dan tidak ada istilah sakit hati ketika dalam urusan bernegara. Ketika Presiden berkata cukup, maka Anies akan berhenti. Meskipun Presiden sempat menawarkan jabatan baru, Anies menolaknya dan memilih mundur dari Kabinet.

Tak sampai dua tahun, bulan madu antara sang jubir dengan tokoh utama pun kandas. Masing-masing memilih jalan tersendiri dengan Jokowi fokus dengan tugasnya sebagai Presiden dan Anies yang rehat sejenak dari dunia politik dengan tidak menerima jabatan yang ditawarkan Presiden saat itu.

Tak butuh waktu lama, Anies Baswedan kembali mejadi buah bibir setelah memutuskan untuk maju di pilkada DKI Jakarta tahun 2017. Anies ikut kontestasi pilkada setelah diusung oleh partai yang sebelumnya berseberangan dengan Anies tahun 2014, yakni Gerindra dan PKS. Berpasangan dengan Kader Gerindra Sandiaga Uno, Anies-Sandi mampu tampil sebagai pemenang setelah Pilkada dilaksanakan dua putaran. Setelah menjatuhkan AHY-Sylvi yang dijagokan Demokrat pada putaran pertama, Anies-Sandi sukses mengalahkan pasangan Jokowi dalam Pilgub 2012 yakni Ahok-Djarot yang diusung PDI Perjuangan.

Memang tidak ada kawan dan lawan abadi dalam politik, yang ada hanya kepentingan yang abadi. Simbiosis mutualisme antara Anies dan Prabowo selaku Ketua Umum Gerindra terjadi setelah sebelumnya saling jegal dalam Pilpres 2014. Keduanya bersatu setelah duduk bersama dan memiliki pandangan yang sama. Prabowo memuji Anies sebagai salah satu tokoh intelektual yang luar biasa dan menyalahkan dirinya sendiri ketika tidak menggaet Anies saat 2014, Pujian balik pun dilemparkan Anies ke Prabowo dengan menyebut dirinya “Negarawan yang hebat” karna menggandengnya setelah sebelumnya berada di pihak yang berlawanan dan berjanji untuk tidak berhadap-hadapan dengan Prabowo seandainya Prabowo tampil kembali sebagai capres kelak.

Kemenangan yang kembali membawa Anies ke Istana untuk bertemu Presiden Jokowi dalam kapasitas yang berbeda. Anies hadir sebagai Gubernur DKI Jakarta setelah memenangi Pilkada yang begitu dramatis karna Ahok harus mendekam di balik jeruji besi setelah kasus penistaan agama menimpa dirinya. Presiden Jokowi pun resmi melantik Anies Baswedan dan Sandiaga Uno sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta.

Seluruh mata pun tertuju kepada sepak terjang Anies dalam memimpin DKI Jakarta, berbagai janji politik pun sukses ditunaikan seperti pembangunan Jakarta International Stadium (JIS) yang diakui oleh dunia, Pelaksanaan Formula E yang sukses digelar di Jakarta, dan berbagai program lainnya. Meskipun begitu terdapat beberapa poin yang menjadi sorotan publik seperti isu lingkungan, penanganan banjir dan berbagai program lain yang terlaksana dengan tidak sempurna.

Waktu pun berlalu. Tahun 2019 sebagai tahunnya pesta demokrasi pun tiba. Joko Widodo memutuskan untuk kembali maju dalam kontestasi Pilpres yang kali ini berpasangan dengan Ma’ruf Amin. Sedangkan Prabowo Subianto juga turut andil untuk maju sebagai calon presiden, namun menggandeng Sandiaga Uno yang sebelumnya berstatus wakil Gubernur DKI Jakarta bersama dengan Anies Baswedan. Anies Baswedan tetap setia dengan perannya sebagai Gubernur DKI sekaligus pendukung bagi Prabowo Subianto.

Pertarungan dalam Pilpres pun tak terhindarkan. Upaya maksimal dikerahkan oleh kedua paslon dalam kontestasi ini. Namun kehendak rakyat berkata lain, Joko Widodo kembali memenangkan Pemilu untuk yang kedua kalinya dan kembali berhak untuk menduduki tampuk tertinggi kepemimpinan negeri ini selama 5 tahun kedepan. Sedangkan Prabowo harus “rela” menerima kekalahan untuk yang ketiga kalinya setelah 2009 hadir sebagai pasangan dari Megawati Soekarnoputri dan 2014 bertandem dengan Hatta Rajasa.

Jokowi pun dilantik untuk yang kedua kalinya sebagai Presiden Republik Indonesia. Namun terdapat hal menarik saat pengumuman kabinet pembantu Presiden dalam mengelola Indonesia. Hadirnya nama sang lawan, Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan sama sekali tidak diprediksi publik. Rekonsiliasi pun terjadi dengan begitu harmoni antara Joko Widodo dan Prabowo Subianto setelah bertarung dalam dua edisi Pilpres terakhir. Sebuah pemandangan yang luar biasa sekaligus menyejukkan karna momen seperti ini belum pernah terjadi dalam sejarah bumi pertiwi.

Layaknya “Bulan Madu Politik” antara Jokowi dengan Anies pada Pilpres 2014 yang lalu. Maka pada tahun 2019 istilah tersebut terulang dengan Jokowi dan Prabowo sebagai aktornya. Keduanya bahu membahu dalam roda pemerintahan Indonesia, sedangkan Anies Baswedan yang sebelumnya berpasangan dengan Sandi diganti dengan kader Gerindra lainnya yakni Ahmad Riza Patria bahu membahu dalam menjalankan roda pemerintahan DKI Jakarta.

Waktu demi waktu pun berlalu, Masyarakat Indonesia kembali bersiap untuk menghadapi pesta demokrasi pada tahun 2024. Anies Baswedan yang menorehkan prestasi yang gemilang diusung oleh Nasdem,PKB dan PKS untuk maju dalam kontestasi Pilpres kali ini. Berpasangan dengan Muhaimin Iskandar atau lebih akrab disapa Cak Imin. Anies-Cak Imin bersiap untuk kembali bertarung dalam pemilu dengan Eskalasi yang jauh lebih besar. Yakni Pemilihan Presiden.

Prabowo pun juga melakukan hal serupa. Meskipun menimbulkan kontroversi, Prabowo menggandeng putra sulung Jokowi yakni Gibran Rakabuming Raka yang sebelumnya menjabat sebagai Walikota Solo. Hal yang begitu menarik karna mengingat secara tidak lansung Presiden Jokowi kembali “Hadir” dalam kontestasi pemilu kali ini. Diusung oleh beberapa Partai Politik seperti Gerindra,Golkar,Demokrat,Gelora dan sebagainya. Prabowo siap menguji peruntungannya untuk yang ke empat kalinya.

Menarik memang. Karna Anies, Prabowo dan Jokowi memiliki ikatan tersendiri. Jika sebelumnya Anies mendukung penuh Jokowi dalam Pilpres 2014 dan bersebelahan dengan Prabowo, kemudian Prabowo yang saat itu masih oposisi pada tahun 2017 mendukung penuh Anies dalam Pilgub DKI Jakarta melawan Ahok yang didukung Jokowi karna berada dalam partai yang sama, kemudian tahun 2024 Jokowi berada “di belakang” Prabowo untuk bertarung di Pilpres 2024 menghadapi Anies yang kini berada di kubu yang berbeda.

Kisah “Cinta Segitiga” yang menarik karna fase saling mendukung serta saling menjatuhkan pernah dialami oleh ketiga tokoh bangsa ini. Karna kembali lagi ke kalimat diatas. Tidak ada Kawan dan lawan yang abadi dalam politik, yang ada hanyalah Kepentingan yang abadi.

--

--