Menjadi Bagian dari Internet yang Lebih Baik

Meski belum tentu punya dampak yang cukup laik

Bagus Ramadhan
Komunitas Blogger M
5 min read2 days ago

--

Bayangkan internet hanya berisi konten-konten yang diproduksi secara sehat. Konten produktif yang membuat kita beraktivitas dengan baik dan sesuai panduan. Segala informasi tersedia, yang bisa kita gunakna untuk meningkatkan kualitas hidup sendiri dan keluarga. Tidak ada kejahatan, tidak ada pelanggaran, semua konten positif berkumpul dan saling menguatkan masyarakat di jagad maya.

Sayangnya, itu hanya utopia.

Seperti kita saksikan internet hari ini telah jauh dari visi pertama yang diimpikan oleh pencetus teknologi navigasi internet WWW, (world wide web) Tim Berners Lee. Kala dia membebaskan paten dari teknologi penemuannya, dia berharap keterbukaan informasi bisa menciptakan internet menjadi ruang yang sehat bagi siapapun yang berbagi. Sayangnya, kini penemuannya malah menjadi sumber dari berbagai masalah sosial. Tidak heran jika Tim merasa menyesal telah menciptakan penemuannya itu.

Sebuah pernyataan yang mirip seperti apa yang disampaikan oleh Robert Oppenheimer tentang bom atom di tahun 1945. Kisah penyesalannya kemudian diadaptasi menjadi film fenomenal berjudul Oppenheimer.

Internet hari ini seperti sebuah ruang maya yang begitu besar tidak kasat mata namun telah menampung milyaran orang di seluruh dunia. Di dalamnya setiap orang berinteraksi dan beraktivitas secara digital. Ada juga yang sibuk mengonsumsi informasi dan konten tanpa henti, tapi juga ada orang yang sibuk menghasilkan karya, terus memproduksi informasi entah sampai kapan. Keduanya seakan saling berlomba, meski tidak pernah tahu mana ujung jalannya.

Persaingan perlombaan antara konsumen dan produsen konten di jagad maya tidak disadari menghasilkan berbagai macam masalah. Saya berusaha memetakan masalah apa saja yang sering terjadi di dunia internet. Berikut adalah beberapa daftar yang bisa saya kumpulkan:

  1. Konten palsu (fake news),
  2. Berita bohong (hoax),
  3. Predator daring,
  4. Perisakan daring,
  5. Pencurian Identias,
  6. Rasisme,
  7. Judi daring,
  8. Manipulasi sosial,
  9. Penerobosan privasi,

dan banyak sekali masalah di internet lainnya yang berkaitan dengan tatanan sosial atau kehidupan masyarakat.

Beragam inisiatif dan inovasi tentu lahir untuk menyelesaikan masalah tersebut. Tapi kejahatan dengan kebaikan juga akan terus ada sampai ujung semesta.

Bagi saya yang selama ini berkecimpung di dunia pemasaran, periklanan, publikasi, jurnalisme, media dan perkontenan salah satu sudut pandang masalah internet terjadi karena iklan. Iklan menyebabkan metrik insentif di dunia maya menjadi manipulatif. Menghasilkan berbagai macam pemalsuan, pengelabuan, pencurian dan apapun yang bisa diperoleh untuk menghasilkan keuntungan. Dampaknya, isi internet menjadi beracun hingga tidak layak konsumsi.

Apa jadinya jika konten-konten yang kita lihat itu ternyata beracun dan bisa berdampak secara langsung pada mental kita para pengguna internet? Tentu kita akan jauhi, kita hindari karena berbahaya.

Masalahnya, internet punya cara untuk membuat kita terus kecanduan. Kita ketagihan untuk mendapatkan sensasi sesaat yang terus berulang-ulang. Sama seperti iklan, yang menutut kita terus melihatnya berulang-ulang sampai kita mengeluarkan uang.

Masalah internet berkaitan dengan konten beracun ini yang kemudian berusaha diselesaikan atau lebih tepatnya diimbangi oleh platform yang tidak mengandalkan iklan internet sebagai insentif.

Salah satu platform itu adalah Medium yang didirikan oleh Evan Williams pada tahun 2012. Sebuah platform yang bukan sebuah aplikasi publikasi dengan insentif iklan, tapi jejaring masyarakat beride yang didukung oleh para pembacanya. Inilah yang membuat Medium hingga saat ini ngotot untuk tetap mempertahankan model langganan dan sistem insentif pada para pembacanya.

Bahkan beberapa waktu lalu, CEO kedua Medium, Tony Stubblebine lewat story terbarunya, Be part of a better internet menjelaskan bahwa konten dengan sorotan mata tertinggi tidak selalu selaras dengan kualitasnya. Selama ini situs dengan model monetisasi iklan, sorotan mata terbanyak akan mendatangkan iklan dengan bayaran tertinggi, tidak peduli seperti apa kualitas tulisannya. Kenyataan kapitalistik seperti ini mencederai tulisan-tulisan berkualitas yang tidak mendapat kesempatan dan tempat.

“Ads gave us an internet where almost all incentives are to create cheap, high-volume, low-quality content designed to get as many eyeballs as possible.” — Tony Stubblebine

Kenyataan pahit yang dialami oleh para penulis dan tulisan berkualitas itu kemudian berusaha diubah dengan hadirnya Medium. Medium terus menerus berkomitmen pada value-nya yang mengutamakan kualitas dibandingkan viralitas dengan insentif yang lebih adil dan lebih sehat. Tidak ada manipulasi perhatian pembaca untuk mendapatkan iklan. Tapi lebih kepada bagaimana Medium sanggup untuk menunjukkan (dengan boost) story yang para pembaca rela untuk bayar.

Saya yang membayangkan internet adalah ruang yang sehat, bermanfaat, penuh inspirasi dan positif tentu hanyalah orang biasa. Saya bukan ilmuwan komputer seperti Tim. Saya juga bukan konglomerat teknologi internet seperti Mark Zuckerberg atau Elon Musk. Saya juga bukan pengusaha serial di dunia publikasi dan blog seperti pendiri Medium, Evan Williams atau CEO Medium, Tony Stubblebine.

Saya hanya generasi yang terpapar internet, kemudian mulai menulis di jagad maya. Sempat menjadi jurnalis di media yang terdengar utopis, Good News From Indonesia (emang ada good news di negeri ini?) Lalu menjadi editor di media inovasi teknologi tepat guna dan ide baik yang saya dirikan sendiri, Teknoia. Sembari menjadi inisiator komunitas kecil di Medium, Komunitas Blogger M. Pengalaman saya mungkin cuma sekadar remahan dari pelaku corat-coret dunia internet dengan tulisan, foto, gambar dan mungkin suatu saat, video.

Menurut saya, menjadi bagian dari internet yang lebih baik tidak bisa hanya dengan menjadi konsumen. Kamu perlu tahu bahwa mayoritas konten dan informasi yang ada di internet dibuat hanya oleh 1% manusia yang berkomitmen. Kemudian 9% oleh kontributor lepasan di waktu luang. Sedangkan sisanya hanya pengamat, pembaca, hanya melihat tanpa berpartisipasi dan kontribusi. Angka ini kemudian disebut dengan aturan 90–9–1 atau ketimpangan partisipasi.

Paticipation Inequality / Grafik: Norman Nielsen Group

Saya sendiri bahkan masih belum merasa sebagai bagian dari 1%. Saya hanya bagian dari 9% orang yang mencorat-coret internet saat senggang. Kadang membantu jawab pertanyaan di Quora, kadang mengurasi stories yang masuk ke KBM. Kadang nulis di web pribadi. Kadang juga nulis di situs atau di media sosial klien untuk tujuan komersial.

Terlintas niatan untuk mengajak kamu ikut bercerita, berbagi ide demi internet yang lebih baik. Tapi siapalah saya, hidupmu pasti juga sudah lebih sibuk. Saya jelas bukan orang suci, juga bukan tokoh masyarakat. Cuma rekanmu untuk menulis yang kadang menemani, kadang menghilang yang punya hati kecil, menolak untuk hanya menjadi penikmat, pembaca, dan penonton konten.

Medium hanya sebuah wadah. Tidak semua orang harus berkontribusi pada internet agar lebih baik di sini. Ada banyak tempat, dan ada banyak ruang yang bisa digunakan. Saat ini, di KBM, sudah tugas kami untuk ikut mengurasi tulisan-tulisan yang layak sesuai standar. Tulisan yang mungkin berpotensi menjadi bagian dari internet yang lebih baik.

Tulisan ini, sebuah pengingat kembali untuk niatan kecil. Ikut mewarnai internet yang di sana saya menemukan banyak hal indah termasuk tempat saya menemukan pasangan hidup. Pasangan yang juga sempat aktif menulis di Medium. Walaupun memang, internet juga berisi banyak hal mengerikan.

Bagaimana dengan ceritamu? Apakah kamu terbayang ikut kontribusi di internet yang lebih baik? Coba tulis responmu tentang hal ini. Mari kita saling menimpali.

Jika kamu merasa konten seperti ini bermanfaat, kamu bisa dukung saya dengan memberi tip melalui laman NJB. Saya berkomitmen untuk terus bisa menghasilkan karya yang terbuka tanpa halangan langganan atau keanggotaan.

--

--

Bagus Ramadhan
Komunitas Blogger M

Content Performer with over 7 years experience, I've led content teams for 10+ tech brands, achieving 500,000+ traffic. Reach me at bagusdr@teknoia.com.