Meredefinisikan Niat

Nabil
Komunitas Blogger M
8 min readFeb 24, 2024
Photo by Annie Spratt on Unsplash

“Kelaksana atau tidak, yang penting niatnya” Siapa dari kamu di 2024 ini yang masih ngamalin petuah di atas?

Salam!

Ini adalah tulisan pertama di Medium, sejak vakum sekitar setahun di 2023 kemarin. Banyak hal yang terjadi, salah satunya adalah bahan bakarku buat mempublikasikannya di Internet belum bisa kudapatkan dari kegiatanku menulis, jadi terpaksa ku tak lanjutkan.

Akhir-akhir ini, semagnatku menulis muncul lagi. Hal tersebut dipicu salah satunya dari banyaknya buku dan artikel yang kubaca yang sepertinya jarang dibahas dan didiskusikan dengan minimnya konten-konten bagus berbahasa indonesia. Kali ini aku meniatkan untuk bisa produktif menulis. Selain itu, ada kebutuhan untuk menuangkan isi pikiran dan membereskannya. Hasil dari pikiran yang acak-acakan, selain tidak produktif tentunya mengundang penyakit.

Mumpung masih awal tahun, seperti biasa kita mulai dengan resolusi-resolusi, yang sudah menjadi hal umum, bahwa resolusi seringkalinya tertunda dan mungkin bisa jadi tidak terjadi [1]. Hal yang membuatku penasaran adalah, kenapa sih hal tersebut bisa terjadi? Hampir di seluruh dunia, ada banyak manusia yang mengalaminya.

Motivasi

Maslow human needs Pyramid, from From Survive to Thrive: 5 Levels of Human Needs — Blanchet House

Pendekatanku dimulai dari urutan proses resolusi itu bisa terjadi. Apa sih yang membuat seseorang itu motivated enough for doing something? Yang kuketahui, motivasi itu dilandasi oleh desire atau hasrat. Hasrat sendiri kalau melihat tingkatan kebutuhan manusia yang dibuat oleh Abraham Maslow ada 5 tingkatan: Kebutuhan fisiologis, keamanan, cinta, menghargai diri dan aktualisasi diri ada dorongan insting yang dianugerahi kepada seluruh makhluk yang hidup di dunia. Lapar ya makan. Haus ya minum. Gak punya makanan ya nyari. Ga bisa nahan dorongan seksual ya kawin. Itu contoh dorongan insting.

Ada pula dorongan sebagai makhluk mamalia, yang punya kecenderungan kepada comfortness and safety, keamanan, contoh : berusaha cari duit, karena takut kalau gak punya duit gak bisa memenuhi kebutuhuan sehari-hari, takut dijauhi sama masyarakat, maka berusaha sebisa mungkin untuk berlaku baik, takut kehilangan orang yang dicintai, ya sebisa mungkin untuk mempertahankannya dengan resource yang dia punyai supaya orang yang dia cintai merasa aman dan nyaman, dll.

Eksistensi Manusia

Photo by Joshua Earle on Unsplash

Manusia sebetulnya punya kemampuan lebih dari itu, karena hasaratnya bukan soal memenuhi kebutuhan hidup. Ada kecenderungan yang unik dari manusia dibanding dengan makhluk-makhluk lainnya, yaitu dorongan untuk memperlihatkan eksistensi dirinya. Dirinya tidak hanya memikirkan dirinya, tetapi juga ingin memberikan value lebih terhadap diri dan lingkungannya.

Mengapa bisa begitu?

Tak seperti makhluk lain, manusia didesain dengan rasa malu dan kecerdasan, yang membuatnya terdorong untuk tampil sebaik-baiknya. dengan kecerdasannya Manusia dimungkinkan untuk mengerjakan hal-hal dengan kompleksivitas tinggi seperti : Mendesain, Merencanakan, Berkolaborasi. Manusia tidak didesain untuk hidup tanpa rencana. Fitrahnya, sebagai makhluk berakal, untuk mencapai sesuatu manusia perlu mendesain, tidak bisa mengalir begitu saja.

Apa yang terjadi jika manusia tidak mendesain dan merencanakan hidupnya?

Manusia akan hidup dengan desain yang dibuat oleh orang lain dan lingkungannya, dan jika kita kembali pada pertanyaan awal, mengapa resolusi sulit terjadi? Ya bisa jadi karena kita masih ada dalam sistem yang dibuat oleh di eksternal diri kita yang tidak support pada rencana dan resolusi kita,

Ibarat program komputer yang hendak diinstal tetapi operating systemnya tidak support, ya sampai kapanpun tak akan jalan.

Urgensi Niat

Ada ayat Al-Qur’an yang bagiku ini mindblowing tetapi jarang disadari oleh banyak orang :

“Dialah yang menciptakan bagimu semuanya apa yang ada di bumi untuk kamu, lalu Dia bersemayam di langit dan embangun 7 langit, dan segala sesuatu berada dalam ilmuNya” Al-Baqarah : 29

Segala hal yang ada di bumi menjadi potensi yang bisa dimanfaatkan oleh manusia, yang di ayat selanjutnya dinobatkan sebagai Khalifah/Wakil Allah yang ditugaskan mengelola dan memakmurkan Bumi. Yang kupahami adalah Allah telah menciptakan segala sumber daya yang ada di dunia untuk kamu berdayakan, kamu diizinkan untuk mengelolanya dengan syarat kelolalah dengan baik sesuai petunjuk yang Dia berikan.

Karena sifatnya telah diizinkan untuk dikelola melalui mandat manusia pertama saat itu, Nabi Adam a.s, hingga kini apa yang ada di Bumi masih dapat dikelola, walau hari ini dihiasi dengan tantangan bahwa ternyata pengelolaan bumi diakuisisi oleh orang-orang ilegal yang mengambil keuntungan tanpa izin dan khalifah nakal yang mengelolanya tetapi tidak sesuai dengan petunjukNya. Masih berhubungan dengan dampak yang akan terjadi, jika sistem yang beroperasinya bukan apa yang dikehendakiNya, bukan hanya resolusi tahun ini yang bakal sulit tercapai, program keseharianmu pun akan mengikuti agenda dari aktor-aktor ilegal tersebut.

Mengapa mereka bisa mendesain hal tersebut dan mengapa kita tidak? Simpelnya ya, karena mereka paham dengan tujuan hidupnya. Tahu “Big Why” nya. Mengerti tentang mengapa mereka hidup, mengapa mereka diciptakan, mengapa mereka berjuang. Mereka-mereka inilah yang dengan disiplin merencanakan berbagai hal untuk dapat memenuhi tujuan dan goalsnya, yang ketika progres tujuannya sudah semakin dekat, mereka tentu tak ingin gagal di eksekusi akhir. Usaha mereka juga pada akhirnya akan menarik manusia-manusia lain untuk turut terlibat kepada tujuan mereka, termasuk mungkin diri kita yang secara tak sadar terkondisikan oleh agenda-agenda mereka.

Bagaimana kita bisa lepas dari agenda-agenda eksternal diluar diri kita? Aku jadi teringat pada satu hadits yang mahsyur, jadi hadits pertama dalam hadits pokok yang mesti dihafal di pesantren di Indonesia, yaitu hadits tentang niat : innamal a’malu bin niyat. Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya, seseorang akan mendapatkan sesuatu sesuai apa yang diniatkannya.

Niat ternyata tidak sesederhana mengucap dalam hati, tetapi niat adalah sebuah perbuatan hati dengan azzam dan pemikiran supaya suatu amal bisa terlaksana. Di dalamnya perlu perencanaan sampai terbayang goalsnya sampai mana. Dengan definisi ini, tentunya bisa mengubah seluruh penyikapan terutama tentang ibadah ubudiyah, karena lanjutannya adalah “siapa yang mengharapkan bertemu Allah dan RasulNya, maka dai akan mendapatkannya”. Nah loh.

Meredefinisi Niat

Pembahasan ini sekaligus juga membongkar cara pandang supaya resolusi kita ini langsung nyetel dengan apa yang Allah inginkan pada kita. Jangan sampai resolusi –resolusi kita tercapai tanpa ada makna sama sekali setelahnya. Kenapa harus nyetel? Supaya programnya nyambung sama CPU dan Operating System Pusatnya, yang bisa mengintervensi sistem operasi dalam jaringan server supaya bisa diisi oleh program yang sesuai.

Niat jadi proses penting tercapainya keberhasilan amal. Salah niat, amal tertolak. Salah orientasi, amal batal diterima. Sedang jika kita mau amal kita mendatangkan manfaat minimal dalam kehidupan kita, kita harus bisa mengupayakan amalannya diterima, karena amalan yang diterima akan mendatangkan berkah atau kebaikan yang bertambah. Sulit? Bisa jadi, tetapi sulit bukan berarti tidak mungkin, kan?

Beberapa poin supaya punya niat yang benar dan bisa terlaksana :

1. Pahami tujuan Allah SWT menciptakan Manusia di Dunia

Yes niat itu kalau dalam bahasa perlu ada maksud dan tujuan/ purpose and goals yang hal tersebut tak mungkin bisa dicapai jika kita tidak memahami apa tujuan Allah SWT menciptakan manusia di dunia. Kata einstein : Tuhan tidak sedang bermain Dadu. Allah gak gabut nyiptain kamu, dan di Al-Qur’an dijelaskan bahwa manusia punya fungsi sebagai Khalifah atau wakil Allah di muka bumi. Manusia pun dititipi dunia dan bebas menggunakan fasilitas dunia, selama mendukung tugasnya (Baca QS 2:29–30).

Status Khalifah ini gak main-main. Kalaulah digambarkan, kamu ditelpon oleh Presiden jadi Stafsus nya, apa berani kamu datang dalam keadaan “seadanya dan sekenanya?”. Aku rasa gak akan berani. Nah ini Allah yang udah nentuin kamu jadi wakil-Nya di muka bumi, kira-kira mau gimana?

Khalifah ini luas ya, tidak harus jadi ustadz atau menguasai ilmu agama. Kamu bisa punya profesi apapun, selama tujuannya memakmurkan bumi, dan memberikan kemudahan bagi manusia supaya bisa beribadah dengan baik, kamu sudah jadi khalifah. Lebih keren lagi kalau dengan segala keterbatasan yang kamu punya, kamu masih berupaya untuk memakmurkan bumi dan memfasilitasi orang dan makhluk lain untuk bisa beribadah.

2. Semua yang kamu korbankan punya nilai, pastikan tujuannya

Kalau kamu baca lagi tentang hadits pertama di hadits arbain, kamu akan menemukan pernyataan menarik “ Jika niat hijrahnya untuk menikahi orang yang dicintainya, dia akan mendapatkannya, Jika hijrahnya karena harta, dia akan mendapatkannya” Segala pengorbanan yang kamu berikan, akan dinilai sesuai dengan tujuannya. Masalah umum di zaman sekarang sebetulnya bukan soal tujuannya benar atau salah, lebih mendasar lagi : Tidak punya tujuan, autopilot, tidak tahu hendak kemana, dijalankan sesuai dengan kebiasaan saja.

Sebelum ke niat yang benar, pastikan dulu apa tujuan yang sebenarnya ingin dicapai. Benar atau tidaknya niat tinggal dikembalikan lagi ke poin pertama.

3. Dari semua niat, proses ikhtiar menuju eksekusi itu intinya

Niat selama masih dalam hati belumlah bisa dihukumi apapun. Baik atau jeleknya tergantung proses dan eksekusinya. Ada bahasa “Yang penting sudah niat” selama belum berproses, ya ga ada artinya. Mungkin kita sering mendengar banyak niat-niat baik, apalagi menuju dekat-dekat pemilihan umum. Namun bagaimana kita bisa menilai niat tersebut baik atau tidak, jawabannya sudahkah si penyampai punya upaya untuk menuju kesana, kalau misalnya belum ya tidak usah terlalu didengar.

Ini bisa jadi tips buat kamu, ketika punya niat yang baik : Misalnya, Aku ingin kaya, setelah menetapkan definisi dan tujuan kaya yang dimaksud, segera lakukan langkah untuk mewujudkan itu, langkah kecil pun gak masalah, yang penting berproses dan berlanjut. Suatu hari hal tersebut akan jadi sebuah gelindingan bola salju. Silakan coba sendiri.

4. Semua niat yang kamu lakukan, ujung-ujungnya untuk kamu sendiri

Sebulan yang lalu, Uwa/ kakak dari orang tuaku ada yang meninggal. Ketika kabarnya datang, semua keluarga bersedih, termasuk diriku. Beberapa saudaraku malah ada yang sampai membuat ungkapan sedih yang memberikan kesan yang mendalam terhadap kepergian Uwa. Kulihat di postingan Fbnya pun, ungkapan duka masih datang silih berganti. Tepat seminggu kepergiannya, saudaraku dengan kesedihannya yang begitu mendalam sudah membagikan lagi meme lucu di timelinenya, handai taulannya kembali lagi pada aktivitasnya seperti biasa. Ini memberikan pelajaran kepadaku bahwa : KEPERGIANMU CUMA EPISODE SEDIH DI HIDUP ORANG LAIN, KEESOKANNYA NAMANYA TAK ADA LAGI DIHIDUPMU.
seorang sufi agung pernah berkata : Andaikan Manusia tahu bagaimana dirinya dilupakan setelah masuk liang lahat, niscaya hidupnya tak akan sibuk untuk mencari pengakuan orang lain.

Selalu fikirkan bahwa apa yang kamu lakukan itu adalah untuk dirimu sendiri. Apa yang kamu lakukan, akan jadi tanggung jawabmu sendiri. pilih kehidupan yang kamu inginkan. Pastikan syaratnya sesuai dengan apa yang diberikan oleh sang pencipta.

Berbuat baik pada orang lain, bukan mengharap imbalan, tetapi lebih kepada kewajiban diri untuk senantiasa membantu yang membutuhkan pertolongan.

5. Tulis dan Rencanakan dengan detail

50% hal yang kita targetkan sudah tercapai manakala kita sudah bisa merencanakannya dengan detail. Biasakan menulis dan merencakanakan. Pak Tjokro (Alm. HOS Tjokroaminoto) dalam wasiat pada anaknya menyebutkan, biasakan untuk meluangkan waktu semalam sebelum tidur untuk membulatkan pikiran, merencanakan apa yang akan difokuskan diri untuk hari esok.

Ini adalah kuncinya, Niat bukanlah sesuatu yang cukup didawamkan dalam hati, tetapi jelas terbayang dan terencana menuju kemana, mencari apa, untuk siapa, kapan, dan seperti apa wujud yang dituju. Menulisnya akan memperjelas terwujudnya apa yang kamu impikan.

Rumusnya sederhana, jika kamu belum bisa menulis dan membayangkan detailnya, persentase keberhasilan niatmu ~ 0%

Itu mungkin yang bisa kubagikan untuk sekarang, semoga bisa membantumu dalam meredefinisikan niat, dan mewujudkan berbagai harapan yang kamu inginkan di tahun ini. Kedepannya aku akan fokus dengan tulisan-tulisan seperti ini, tentang self-development and enrichment, lebih kurangnya semoga dapat diterima untuk meramaikan khazanah literasi di Indonesia.

Silakan komen dan silakan terhubung di telegram @nblsp7

--

--

Nabil
Komunitas Blogger M

Word Scavenger | Marketing Enthusiast | mostly wrote in Bahasa | instagram @tsaabit.id