NFT Itu Barang Koleksi, Bukan Instrumen Investasi

M Ikhsan
Komunitas Blogger M
4 min readJan 21, 2022

Belakangan ini NFT menjadi begitu populer, lantaran Ghozali pemilik proyek Ghozali Everyday berhasil meraup untung milyaran dari hasil menjual foto selfienya dalam bentuk NFT. Keuntungan Ghozali ini coba diikuti oleh berbagai netizen lainnya, yang akhirnya mencoba-coba menjual berbagai foto dalam bentuk NFT.

Ilustrasi NFT. Sumber gambar: freepik

NFT yang berbentuk karya seni digital, memiliki sifat untuk menjadi barang koleksi. Barang koleksi tersebut akan tersimpan pada jaringan blockchain. Pada jaringan blockchain juga akan tercatat siapa yang memiliki barang NFT tersebut.

Membeli dan mengoleksi NFT sebenarnya sama seperti, membeli dan mengoleksi ikan koi. Anda sama-sama memiliki barang tersebut, dan sudah resmi menjadi kolektor. Hanya saja bedanya, ikan koi adalah makhluk hidup, sedangkan NFT adalah benda digital.

Karena mirip seperti ikan koi, maka NFT itu tidak cocok untuk menjadi instrumen investasi. Begini, para penggemar ikan koi ketika membeli dan merawat ikan mereka, alasan utamanya bukan untuk investasi, tapi karena alasan suka saja.

Tapi, kadang ada saja keberuntungan yang datang kepada pemilik ikan koi, misalnya ikan koi yang dipeliharanya dinilai unik, dan mengandung filosofi khusus, dan akhirnya pemilik tersebut mendapatkan rezeki yang tak terduga, berupa tawaran dari kolektor ikan koi lainnya .

Pun dengan NFT. Menjual kembali NFT yang telah dimiliki tidaklah mudah. Oleh sebab itu, sebaiknya jika ingin membeli NFT niatkan saja untuk koleksi, atau untuk membantu seniman idola berkarya.

Tapi, bukan berarti mengoleksi NFT tidak bisa menghasilkan uang. Contohnya, misal saya membeli NFT audio visual dari seorang seniman yang belum begitu dikenal dengan harga 0,5 Ethereum, lalu 20 tahun kemudian, seniman tersebut tiba-tiba menjadi diktator terkenal di Eropa. Lantaran, seniman tersebut sudah menjadi orang yang sangat dikenal, maka kemungkinan besar NFT yang saya miliki pasti akan diburu para kolektor lainnya, mungkin saja harganya bisa menjadi 50 Ethereum.

Dalam dunia investasi ada satu teori yang acapkali diucapkan, yaitu The Greater Fool Theory. Teori ini menerangkan bahwa ada orang yang membeli suatu aset bukan berdasarkan nilainya, tapi hanya berdasarkan harapan bahwa kedepannya ada orang yang membeli aset tersebut dengan harga yang lebih tinggi.

Lebih jelasnya, ada orang bodoh yang membeli suatu aset, dengan harapan ada orang yang lebih bodoh lainnya yang akan memebeli aset tersebut dengan harga lebih tinggi.

Masalahnya, apakah NFT memiliki suatu nilai? Saya rasa mayoritas NFT yang beredar tidak memiliki nilai, selain utnuk koleksi.

Yang mendapat untung dari NFT

Lantas siapa yang mendapatkan banyak keuntungan dari industri ikan koi? Tentu saja, peternak ikan koi, distributor ikan koi, atau produsen pangan ikan koi. Merekalah orang-orang yang paling banyak mendapatkan keuntungan dari bisnis ikan koi.

Pun dengan NFT, yang paling banyak mendapatkan keuntungan dari NFT adalah seniman — kreator — dari NFT itu sendiri. Karena dialah yang membuat NFT itu ada.

Selain itu, yang paling banyak mendapatkan keuntungan adalah penyedia layanan platform jual beli NFT, atau biasa disebut marktetplace seperti, OpenSea, Foundation, Binance NFT, Rarible, dan banyak lagi.

Regulasi NFT masih tidak jelas

Selain itu yang harus menjadi pertimbangan ketika ingin memiliki NFT adalah masalah regulasi yang masih tidak jelas. Perihal anti cuci uang, perlindungan hak cipta, penipuan, dan lainnya, masih belum diatur.

Tidak adanya regulasi ini menjadi, tidak ada yang mengontrol, dan melindungi para pemilik NFT jika ada hal yang tidak diinginkan terjadi.

Karena sifatnya NFT yang masih bisa dijual, dan dibeli secara rahasia (anonim), maka ini bisa menjadi suatu hal yang berbahaya. Bisa saja ini dilakukan oleh kelompok teroris untuk menggalang dana. Begini mungkin skenarionya:

Misalkan ada kelompok teroris menjual NFT secara anonim pada sebuah marketplace, setalah itu mereka mempromosikannya melalui media sosial, atau langsung mempromosikannya kepada orang yang memiliki kesamaan ideologi dengannya.

Nah, setelah itu, NFT tersebut dibeli entah oleh para pendukung kelompok teroris tersebut, atau mungkin dibeli oleh orang-orang yang tidak tahu apa-apa tapi tertarik dengan NFT yang dijual. Baik keduanya, walau dari latar belakang yang berbeda, dan memiliki tujuan yang berbeda, secara tidak langsung mereka sama-sama telah membantu kelompok teroris. Ngeri, kan?

Oleh sebab itu sebaiknya jika ingin membeli NFT, belilah langsung pada kreator NFT yang dikenal jelas langsung orangnya. Seperti membeli NFT foto selfie Ghozali, langsung dari Ghozali-nya. Setidaknya, ini bisa mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, seperti yang dituliskan pada paragraf sebelumnya.

Bagaimanapun juga, regulasi yang masih tidak jelas pada NFT ini sebenarnya masih bisa sedikit dimaklumi, lantaran teknologi seperti jual, beli NFT sendiri masih tergolong baru, sedangkan regulasi tentu butuh waktu sebelum dikeluarkan.

Penutup

NFT adalah teknologi yang masih tergolong baru. Dan sebagaimana teknologi baru lainnya, masih banyak hal-hal berbahaya, atau celah yang bisa dilkaukan untuk tujuan buruk. Sama seperti kemunculan media sosial dimasa awal, atau kemunculan koin crypto beberapa tahun silam. Lambat laun, setelah muncul regulasi yang jelas, maka bisa lebih aman, tidak brutal, bahkan bisa diadopsi negera.

Selain itu saran saya, jika ingin membeli NFT pastikan Anda sangat mengetahui orang yang terlibat dalam proyek NFT tersebut. Pastikan juga niat Anda membeli NFT hanya sebagai koleksi, dan ingin membantu kreator agar lebih sejahtera.

Saya sendiri belum mengoleksi NFT, lantaran masih belum punya uang, dan belum mau beli. Tapi jujur, saya sendiri kadang tertarik dengan beberapa proyek NFT yang diluncurkan, seperti proyek NFT milik Hasbulla.

--

--