Paradoks Konsumsi Gula dan Meningkatnya Obesitas

Rifqi Firdausi Arafadh
Komunitas Blogger M
4 min readMay 31, 2024
Photo by Christopher Williams on Unsplash

Pada masa lalu, banyak negara di seluruh dunia berjuang melawan kelaparan dan kekurangan gizi. Namun, seiring perkembangan zaman dan peningkatan kesejahteraan, masalah yang dihadapi masyarakat global kini telah berubah drastis. Alih-alih kekurangan makanan, kini kita menghadapi masalah yang berkebalikan: obesitas yang semakin meluas, terutama akibat konsumsi berlebihan gula. Fenomena ini tidak hanya mempengaruhi orang dewasa, tetapi juga anak-anak dan remaja, membawa dampak jangka panjang yang serius pada kesehatan masyarakat.

Dari Kekurangan ke Kelebihan

Pada era 1960-an hingga 1970-an, banyak negara fokus pada program peningkatan produksi pangan untuk mengatasi kelaparan dan kekurangan gizi. Program seperti Revolusi Hijau berhasil meningkatkan produksi padi dan memerangi kelaparan di berbagai belahan dunia. Namun, kemajuan ekonomi dan akses yang lebih luas terhadap berbagai jenis makanan telah mengubah pola konsumsi masyarakat.

Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), konsumsi gula global meningkat secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Rekomendasi WHO menyarankan konsumsi gula tidak lebih dari 10% dari total asupan kalori harian, namun banyak negara melaporkan angka konsumsi yang jauh lebih tinggi.

Sebuah Tren Mengkhawatirkan

Peningkatan konsumsi gula ini berkontribusi langsung pada peningkatan angka obesitas global. Data WHO menunjukkan bahwa prevalensi obesitas pada orang dewasa meningkat di banyak negara, dari Amerika Serikat hingga Timur Tengah dan Asia Tenggara. Tren ini juga terlihat pada anak-anak dan remaja, dengan prevalensi obesitas meningkat secara signifikan dalam dua dekade terakhir.

Ahli gizi global menjelaskan bahwa peningkatan obesitas ini dipicu oleh perubahan gaya hidup modern yang cenderung kurang aktivitas fisik dan pola makan tinggi kalori. “Makanan cepat saji dan minuman manis kini lebih mudah diakses dan sering menjadi pilihan utama, terutama bagi generasi muda. Ini berdampak buruk pada kesehatan jangka panjang mereka,” kata WHO.

di Indonesia, sebagai bagian dari tren global ini, juga mengalami peningkatan signifikan dalam angka obesitas. Menurut data dari Kementerian Kesehatan Indonesia, prevalensi obesitas pada orang dewasa meningkat dari 14,8% pada 2007 menjadi 21,8% pada 2018. Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi gula harian orang Indonesia mencapai 15–20 gram, lebih tinggi dari rekomendasi WHO.

Peningkatan ini juga terlihat pada anak-anak dan remaja. Prevalensi obesitas pada kelompok usia 5–19 tahun di Indonesia mencapai 8,8% pada 2018, meningkat dari 5,4% pada 2013. Dr. Fiastuti Witjaksono, seorang ahli gizi di Indonesia, menjelaskan bahwa peningkatan obesitas ini dipicu oleh perubahan gaya hidup modern yang cenderung kurang aktivitas fisik dan pola makan tinggi kalori. “Makanan cepat saji dan minuman manis kini lebih mudah diakses dan sering menjadi pilihan utama, terutama bagi generasi muda. Ini berdampak buruk pada kesehatan jangka panjang mereka,” ujarnya.

Dampak Kesehatan pada Anak dan Remaja

Obesitas pada anak dan remaja memiliki konsekuensi serius yang dapat bertahan hingga dewasa. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami obesitas lebih rentan terhadap berbagai masalah kesehatan, seperti diabetes tipe 2, hipertensi, dan penyakit jantung. Selain itu, mereka juga berisiko menghadapi masalah psikologis, seperti rendahnya rasa percaya diri dan depresi.

Penelitian dari International Journal of Obesity menyatakan bahwa anak-anak obesitas cenderung membawa kebiasaan makan buruk mereka hingga dewasa, yang pada gilirannya meningkatkan risiko penyakit kronis. Penting bagi orang tua dan sekolah untuk mengedukasi anak-anak tentang pola makan sehat dan pentingnya aktivitas fisik. “Intervensi dini sangat penting untuk mencegah obesitas dan dampak buruknya di masa depan,” kata seorang ahli gizi dari lembaga kesehatan terkemuka.

Strategi Mengatasi Konsumsi Gula Berlebihan

Pemerintah dan berbagai lembaga kesehatan global telah menyadari urgensi masalah ini dan mulai mengambil langkah-langkah untuk mengatasinya. Salah satu inisiatif adalah kampanye promosi pola makan sehat dan aktivitas fisik. Selain itu, beberapa sekolah di berbagai negara mulai menerapkan aturan ketat terkait penjualan makanan dan minuman di kantin sekolah.

Di tingkat global, WHO telah merekomendasikan penerapan pajak pada minuman manis sebagai salah satu cara untuk mengurangi konsumsi gula. Beberapa negara yang telah menerapkan kebijakan ini, seperti Meksiko dan Inggris, melaporkan penurunan signifikan dalam konsumsi minuman manis.

Belajar dari Negara-Negara Maju

Negara-negara maju dengan tingkat obesitas yang rendah umumnya menerapkan kebijakan holistik dan komprehensif yang berfokus pada edukasi makanan sehat sejak dini, regulasi ketat terhadap iklan makanan tidak sehat, dan penyediaan fasilitas olahraga yang mudah diakses oleh publik. Mereka juga memiliki budaya makan yang lebih sehat, dengan porsi yang lebih kecil dan makanan rendah gula serta lemak.

Edukasi dan Kesadaran Publik

Edukasi adalah kunci untuk mengubah perilaku masyarakat terkait konsumsi gula. Program edukasi yang efektif harus dimulai dari keluarga dan sekolah. Orang tua perlu diberi informasi tentang dampak buruk gula berlebihan dan cara mengatur pola makan yang sehat bagi anak-anak mereka. Sekolah juga harus berperan aktif dalam menyediakan makanan sehat dan mengurangi ketersediaan makanan tinggi gula.

Selain itu, media massa dapat berperan dalam menyebarkan informasi tentang bahaya konsumsi gula berlebihan. Kampanye iklan yang menarik dan mudah dipahami bisa menjadi alat efektif untuk mengedukasi masyarakat luas. Dengan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya mengurangi konsumsi gula, kita dapat berharap melihat penurunan angka obesitas dan peningkatan kualitas kesehatan masyarakat.

Perjalanan dari era kelaparan menuju era kelebihan konsumsi merupakan cermin dari perubahan sosial dan ekonomi yang drastis di seluruh dunia. Meskipun akses terhadap makanan lebih baik dari sebelumnya, tantangan baru berupa obesitas akibat konsumsi gula berlebihan harus segera diatasi. Ini memerlukan upaya bersama dari pemerintah, lembaga kesehatan, sekolah, dan masyarakat itu sendiri.

Penting bagi kita untuk mengedukasi diri dan generasi muda tentang pola makan sehat dan pentingnya menjaga keseimbangan antara asupan kalori dan aktivitas fisik. Dengan demikian, kita dapat mencegah masalah obesitas dan memastikan bahwa peningkatan kesejahteraan ekonomi juga diikuti oleh peningkatan kesehatan masyarakat. Belajar dari negara-negara maju yang berhasil menekan angka obesitas melalui kebijakan dan edukasi yang komprehensif dapat menjadi inspirasi untuk langkah-langkah yang lebih efektif di seluruh dunia.

--

--