Pentingnya Physical Distancing

Arief Bayu Purwanto
Komunitas Blogger M
3 min readMar 24, 2020
Gambar diambil tanpa ijin dari IG @masjaw.komik. Kalau tidak dijinkan mohon hubungi saya, akan saya takedown.

*Perhari kemarin, WHO telah mengganti istilah social distancing (pembatasan sosial) menjadi physical distancing (pembatasan fisik), karena sejatinya jarak yang harus dibatasi, bukan perilaku sosial masyarakat.

Kita coba buat contoh berdasarkan kenyataan yang terjadi di masyarakat, khususnya yang terjadi di Solo yang mana disebabkan karena ada satu warga yang seharusnya melakukan karantina mandiri, tapi tetap ngeyel dan keluar bercengkrama dengan tetangga dan masyarakat sekitar. Mungkin dia berpikir kalau ini hanya penyakit biasa, toh gejala yang dialami juga cukup ringan.

Maka, perintah dari petugas setempat untuk melakukan karantina mandiri dilanggar. Dia tetap beraktifitas, belanja kepasar, membantu tetangga yang sedang hajatan, dll.

Pada saat yang bersamaan, virus yang sudah bertengger di badannya ikut menyebar. Mungkin tidak langsung ke masyarakat sekitar, tapi virus itu menempel di banyak tempat. Di meja kasir tempat dia belanja, di pisau dapur yang dipakai memotong bumbu, di peralatan memasak yang digunakan bersama-sama masyarakat sekitar, di gagang-gagang pintu, pagar, dinding yang dia sentuh selama beraktifitas di luar rumah, dan banyak tempat lain.

Tetangga dia dengan tanpa sadar menyentuh gagang pintu, alat masak, meja kasir, dan lain sebagainya yang pada akhirnya virus ikut masuk ke tubuh mereka. Sampai di titik ini, maka telah terjadi penyebaran. Tetangga itu kemudian pulang dan beraktifitas seperti biasanya. Pedagang sayur akan tetap berjualan sayur karena tidak sadar telah bersinggungan dengan tetangganya yang memiliki virus. Yang lain ada yang bercengkerama dengan anak dan suaminya, saling bercanda-gurau. Ada juga ibu guru yang ke sekolah untuk mengajar dan lain sebagainya.

Lalu tetangga-tetangga tersebut pergi ke masjid, geraja, wihara, dan tempat ibadah mereka masing-masing. Di sana, juga saling bercengkerama dengan sesama pemeluk agama. Para pemeluk agama itu tidak ada yang sadar kalau beberapa saudaranya sudah terjangkit, karena memang gejala tertular bisa jadi baru muncul lebih dari seminggu kemudian. Bahkan ada yang tertular tapi tidak memiliki gejala apapun.

Saudara-saudaranya yang ikut ibadah ini akan mengulang kembali alur penyebaran seperti ibu yang pertama di atas, karena mereka tidak sadar kalau sudah tertular. Sampai akhirnya nanti menyesal karena sudah membuat tetangganya semua kerepotan karena harus mengisolasi kampung mereka.

Itulah mengapa saat ini SANGAT-SANGAT dianjurkan untuk menjauhi tempat ibadah, pusat keramaian, dan tempat berkumpul. Tujuannya bukan untuk membuat anda, kami, kita ini menjadi hamba yang tidak patuh beribadah di tempat ibadah, atau menyebabkan kita menjadi masyarakat yang tidak mau bersosialisasi.

Maka sadarlah, karena anda, kami, kita yang tetap ngeyel untuk melakukan itu semua bisa menjadi top leader dari MLM corona. Anda, kami, kita mungkin akan menanggung dosa dari semua korban yang kita sebabkan hanya karena keegoisan dalam berkegiatan dan beragama.

--

--

Arief Bayu Purwanto
Komunitas Blogger M

Project Leader at AkuPeduli.org | Mozilla Representative | @bloggerngalam | @ariefbayu | blogging at https://ariefbayu.dev