Penyakit Hati Bisa Disembuhkan Dengan Menulis

Sarirachmah
Komunitas Blogger M
3 min readAug 28, 2021

Menulis itu ibarat terapi bagi saya, walaupun barangkali ini hanya sugesti pribadi. Buktinya, saya bisa cepat mengantuk ketika susah tidur. Perasaan saya juga bisa langsung “plong” setelah menulis di buku diary. Saya juga bisa mendadak happy setelah sedih yang berlarut-larut diungkapkan lewat tulisan. Juga, saya bisa lebih stabil dari mood swing setelah mengekspresikan perasaan saya dalam tulisan.

Barangkali itulah sebabnya remaja senang menulis buku diary

Barangkali itulah sebabnya, banyak remaja yang senang menulis di buku diary. Masa-masa remaja adalah masa yang penuh “kegalauan” dimana hormon-hormon pubertas menjajah menguasai emosi, pikiran, tindak-tanduk para remaja dan bahkan jerawat pun ikut-ikutan menjajah wajah mulus mereka. Dengan menulis mereka merasa memiliki teman mencurahkan perasaan sekaligus membuang sebagian kegundahan hati mereka.

Pernahkah mendengar sebuah teori yang katanya bercerita tentang permasalahan pada seseorang akan menyelesaikan setengah dari masalah itu? Saya rasa ini benar dari sisi psikologi, sebagaimana halnya menulis pada buku harian. Tapi bisa menjadi masalah lebih besar lagi ketika bercerita pada orang yang “mulutnya ember”. Sebab barangkali di dunia ini ada orang-orang yang memiliki karakter “cuma pengen tahu aja” permasalahan kita. Lalu tanpa beban menyebarluaskannya bahkan dengan narasi yang “membentuk opini” negatif. Jadi, bijaklah dalam mencari teman curhat.

Ada aspek psikologi dan emosi dalam sebuah tulisan

Saya jadi teringat sebuah buku tebal dari masa lampau yang pernah saya baca hingga hati saya merasa teriris-iris membacanya. Walaupun dengan penuh kesadaran riwayat hidup tokoh yang saya baca bukanlah saya, tapi saya merasakan apa yang dirasakannya. Entahlah apa yang merasuki saya sehingga muncul titik-titik gerimis di hati saya seraya membuka halaman demi halaman. Hiks…

Tokoh yang saya baca dalam buku tebal berjudul Total Habibie itu adalah alm. BJ. Habibie. Saya baca lembar tiap lembar “kisah patah hati” Pak Habibie selepas Ibu Ainun meninggal. Ah tapi kata beliau dalam wawancara dengan Najwa Shihab ini bukan patah hati, tapi rasa kehilangan.

cover buku Total Habibie

Ada hal menarik pada beberapa halaman yang membuat saya meliriknya lagi dan lagi seolah tidak puas. Diantaranya ketika Pak Habibie didiagnosis menderita “black hole”. Sebuah penyakit yang dialami seseorang akibat terlalu mencintai pasangan. Iya, bahasa sederhananya begitu! Perasaan kehilangan yang sangat akibat terlalu mencintai sampai-sampai mengganggu kinerja organ vital.

Pada halaman buku itu, disebutkan bahwa Pak Habibie bisa secepatnya menyusul istrinya jika tak secepatnya diobati. Dan dokter memberikan tiga alternatif pengobatan. Curhat, Konsumsi obat kimia dan psikoterapi atau menulis? Loh? Merasa aneh? Saya sih tidak! Seperti yang saya jelaskan diatas bahwa menulis adalah terapi. Begitu pun Pak Habibie, mencapai kesembuhannya setelah ia menuliskan kisahnya dengan “kekasih tak abadinya.”

Sungguh, ini bukan proses yang sebentar. Apalagi, di awal menulis, laptop Pak Habibie basah tergenang air mata yang derasnya menyerupai hujan. Asal tahu saja, berawal dari terapi menulis inilah muncul film Habibie Ainun yang tak pernah terpikirkan oleh Pak Habibie tulisannya akan menjadi sebuah film.

Seperti yang masyarakat Indonesia lihat sendiri di layar TV, Pak Habibie berhasil melalui masa-masa terberat dalam hidupnya dan sehat secara jasmani rohani. Selain berkat dukungan, doa dari keluarga tercinta dan masyarakat Indonesia, ada proses panjang yang harus dilewatinya melalui terapi menulis. Sejatinya, menulis adalah terapi bagi jiwa sebab menulis dapat mengeluarkan emosi-emosi negatif yang mengendap dalam jiwa seseorang.

Lewat garis tangan tulisan kita, tidak hanya aspek fisik yang dapat terbaca. Namun, didalamnya ada aspek psikologi dan emosi. Jika berbicara tentang ini, para ahli graphology dan psikolog yang tahu benar. Bahkan jika pun seseorang berusaha mengubah gaya tulisannya, garis tangan tulisan itu tetap ada dan tak berubah. Sebab garis tangan tulisan seseorang berasal dari alam bawah.

Jika menulis menyehatkan jiwa dan bahkan menyembuhkan dari penyakit mental, maka tak ada alasan lagi untuk tidak menulis. Walau kamu tidak hobby menulis dan bukan seorang penulis pun, tetap menulis dapat membuang emosi negatif yang mengendap dalam benakmu.

Jadi, udah siap menulis kan?

--

--