Resensi Buku “Xenoglosofilia: Kenapa Harus Nginggris?”

Buku berwarna merah itu memberikan tambahan kosakata baru, yakni “Xenoglosofilia”. Apa itu “Xenoglosofilia”?

Hendy Eka Putra
Komunitas Blogger M
4 min readJun 4, 2024

--

Diantara barang dan buku yang ada di dalam kardus berukuran sedang itu, aku menemukan sebuah buku berwarna merah. Pada awalnya aku tak begitu peduli dengan isi dari kardus itu. Namun suatu hari, entah darimana timbul “bisikan” atau keinginan untuk melihat apa saja barang-barang yang ada di dalam kardus itu.

Sekilas dan sembari meminggirkan isi di dalam kardus agar bisa melihat lebih dalam, ada satu buku berwarna merah yang terbalik dan menunjukkan sesosok pria di sampul halaman buku merah itu.

Seketika, aku menyadari siapa sosok pria yang ada di sampul belakang tersebut. Pria tersebut adalah Ivan Lanin!

Mungkin diantara kalian yang membaca tulisan ini ada yang mengenal siapa beliau dan pasti juga ada yang tidak tahu siapakah sosok Ivan Lanin ini.

Oke. Sebelum aku menuliskan resensi dari buku berwarna merah ini, akan kutuliskan sedikit latar belakang siapakah sosok Ivan Lanin ini.

Ivan Lanin — sering juga dipanggil “Uda Lanin” — adalah Wikipediawan pencinta bahasa Indonesia. Beliau mengenyam bangku perkuliahan di S-1 Teknik Kimia ITB dan S-2 Teknologi Informasi UI. Beliau giat mengampanyekan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar melalui jejaring sosial (sosial media) sejak tahun 2006!

Apakah kalian membaca kalimat sebelumnya lebih dari sekali?

Selamat! Kalian mengalami kebingungan dan keheranan yang sama sepertiku ketika tahu latar belakang pendidikan beliau.

Kembali ke buku merah karangan Uda Lanin yang kutemukan di dalam kardus. Ketika aku tahu kalau ternyata buku ini ditulis oleh Uda Lanin, seketika timbul rasa semangat untuk membaca buku ini.

Oh iya, sedikit info (yang sebenarnya tak penting), dari tulisan-tulisan Uda Lanin baik yang dipublikasi di X (dulunya Twitter) dan Medium lah yang menumbuhkan keinginanku untuk tak hanya sekadar menjadi pembaca di platform Medium ini, namun juga ingin menuliskan hal-hal lainnya. Mungkin kalau kalian membaca tulisan-tulisanku yang sebelumnya, gaya tulisan tulisan-tulisanku cenderung — dan kuusahakan — menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar — meskipun sampai sekarang aku yakin masih banyak kesalahan tata cara penggunaannya dalam menulis, termasuk tulisan ini.

Iya. Uda Lanin lah yang menjadi salah satu sumber inspirasi saat membuat akun Medium ini.

Kalau kalian ingat saat masa SMA, ketika belajar mata pelajaran Bahasa Indonesia, pasti ada celetukan “Apotik atau apotek?”, Praktik atau praktek?”, dan lain sebagainya bukan? Nah, di dalam buku ini Uda Lanin menjelaskan jawaban beserta alasan-alasan pendukung pengucapannya.

Sebenarnya ada satu hal yang membuat aku tambah penasaran mengenai isi buku merah ini, yakni buku merah ini memiliki judul “Xenoglosofilia: Kenapa Harus Nginggris?”

Apa itu xenoglosofilia? Ada apa dengan bahasa Inggris?

Resensi Buku “Xenoglosofilia: Kenapa Harus Nginggris?”
Sampul depan buku “Xenoglosofilia: Kenapa Harus Nginggris?” (Sumber gambar: Gramedia)

Buku yang diterbitkan pertama kali oleh Penerbit Buku Kompas di tahun 2018 ini, memiliki tebal 232 halaman. Salah satu hal yang dapat kuprediksi sebelum tenggelam membaca karya Uda Lanin ini adalah pasti tema utama buku ini tidak jauh-jauh dari penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Ternyata prediksiku terbukti benar ketika aku membaca daftar isi dari buku berwarna merah ini. Ada tiga tema besar yang dituliskan dalam buku ini, yakni:

  1. Xenoglosofilia
  2. Tanja
  3. Mana Bentuk yang Tepat?

Masing-masing tema mengandung subtema yang cukup banyak, yang seketika membuatku berpikir “Apakah ini adalah kompilasi tulisan Uda Lanin yang sudah pernah dipublikasikan di jejaring sosial beliau?”

Saat membaca lembar berikutnya, Uda Lanin memberikan kata pengantar atau prakata mengenai mengapa beliau tertarik dengan topik bahasa Indonesia. Selain itu, editor buku ini juga menjelaskan mengapa buku ini tercipta, yakni karena masyarakat Indonesia cenderung xenoglosofilia atau lebih senang menggunakan bahasa asing dibandingkan bahasa ibunya. Terdengar familiar?

Resensi Buku “Xenoglosofilia: Kenapa Harus Nginggris?”
Ilustrasi bercengkrama dengan teman (Photo by Kenan Buhic on Unsplash)

Pernah tidak kalian sedang berbincang dengan teman kalian hingga tiba-tiba kalian kehabisan kosakata bahasa Indonesia? Padahal hal tersebut sudah ada di ujung lidah, tapi entah kenapa kita tidak tahu apa istilah bahasa Indonesianya dan secara insting menyebutkan istilah bahasa asing yang mungkin lebih terdengar familiar.

Editor buku ini juga memberikan pertanyaan yang mengutip dari perkataan Uda Lanin:

“Bagaimana mungkin kita berharap bahasa Indonesia berkembang ketika praktik penggunaan sehari-hari saja kita tidak menggunakan bahasa Indonesia?”

Dari semua subtema dalam 3 tema besar tadi, dapat kusimpulkan bahwa:

  1. Dalam bab “Xenoglosofilia”, mengandung asal usul beberapa kata yang sebenarnya berasal dari serapan dari bahasa asing dan padanan kata atau bahasa Indonesia dari beberapa kosakata asing yang sering kita dengar serta diucapkan.
  2. Bab “Tanja” menjelaskan jawaban-jawaban dari pertanyaan yang sering ditanyakan ke Uda Lanin, seperti pengejaan “praktik” dengan “praktek”, perbedaan antara “jam” dan “pukul”, cara menulis singkatan dan akronim, dan lain sebagainya.
  3. Sedangkan bab “Mana Bentuk yang Tepat” kurang lebih juga sama seperti bab kedua, namun dijawab dengan lebih padat dan ringkas.

Kuakui saat membaca buku ini, memang terdapat istilah-istilah yang jarang didengar dan diucapkan. Namun semua hal itu dapat tersampaikan dengan rinci dan jelas, sehingga orang-orang yang tidak berkecimpung dalam tata cara penggunaan bahasa Indonesia — seperti aku — dapat memahami isi tiap tulisan dengan baik. Yang lebih uniknya lagi, semua tulisan di buku ini menggunakan gaya kepenulisan — yang menurutku — formal namun tetap bisa dinikmati loh! Memang ada beberapa kata yang sebenarnya bukanlah bahasa formal, namun Uda Lanin juga memberikan “clue” atau petunjuk tentang bagaimana menuliskan bahasa non-formal dalam suatu kalimat formal. Bisakah kalian menebak seperti apa tata penulisannya?

Menurutku buku ini bisa menjadi salah satu referensi bacaan bagi kalian yang memang berkecimpung di dunia kepenulisan, entah itu menulis artikel, jurnalistik, novel, atau bahkan tulisan blog. Ada baiknya kalian membaca buku ini untuk menambah wawasan mengenai tata cara menggunakan bahasa Indonesia.

Oh iya, Uda Ivan Lanin juga sering membuat tulisan di Medium setiap hari loh!

Kamu suka konten seperti ini? Rasanya senang banget bisa didukung untuk berbagi sekaligus berkarya. Kalian bisa memberiku semangat yang lebih dengan memberikan tip melalui tautan ini ya.

The Books I've Read

5 stories
Resensi Buku “Xenoglosofilia: Kenapa Harus Nginggris?”
Resensi Novel “Keajaiban Toko Kelontong Namiya”

--

--

Hendy Eka Putra
Komunitas Blogger M

You will read a small part of my overthinking thoughts also what I read and studied