Review All of Us Are Dead — Sajian Gore yang Cukup Menegangkan

bayu saputra
Komunitas Blogger M
3 min readFeb 6, 2022
©Netflix

Saat awal penayangan All of Us Are Dead di Netflix, jujur saya agak skeptis dengan serial yang mengusung tema zombie apocalypse ini. Keraguan saya didasari akan kekecewaan film produksi Korea Selatan lain dengan tema serupa yang rilis sebelumnya seperti Peninsula dan Alive. Namun saat menonton dua episode pertama serial adaptasi Webtoon ini, keraguan saya ternyata salah.

All of Us Are Dead membawa angin segar pada K-Drama bertemakan zombie apocalypse dengan kekuatan plotnya dalam membangun personalitas tiap karakternya, makeup effect yang cukup gore, dan skala produksinya yang patut diacungi jempol.

All of Us Are Dead arahan sutradara Lee Jae-kyu ini menceritakan tentang wabah virus zombie yang bermula di SMA Hyosan yang akhirnya menyebar ke kota. Serial ini berfokus pada upaya survival para siswa SMA Hyosan dengan masing-masing egonya yang berbeda-beda, dan juga beberapa tokoh lain di luar SMA Hyosan seperti detektif Song Jae-ik (Lee Kyu-hyung), dan petugas damkar Nam So-joo (Jeon Bae-soo).

©Netflix

Alih-alih menggunakan aktor yang sudah terkenal, All of Us Are Dead memperkenalkan wajah-wajah baru sebagai jajaran cast seperti Park Ji-Hoo (Nam On-jo), Chan Yo-yoon (Lee Cheungsan), Park Solomon (Lee-Suhyeok) dan aktor baru lainnya.

Ini merupakan keputusan yang tepat karena pada presentasi akhirnya, terbukti para cast dari All of Us Are Dead berhasil menyuguhkan performa akting yang sangat bagus, bahkan menjadi salah satu aspek yang patut dipuji dari serial ini.

Yang saya suka dari serial ini adalah setiap aksi laga dan adegan kejar-kejaran berhasil dipresentasikan dengan cukup intens. Mungkin kamu ingat adegan kafetaria di awal episode 2. Menurut saya, ini merupakan adegan terbaik dalam serial ini.

Kalau kamu perhatikan, setiap extras yang memerankan siswa maupun zombie di adegan itu berakting sangat natural. Ditambah dengan camera movement dan efek gory yang berhasil mempertahankan intensitas kepanikan di tengah kekacauan yang berdarah-darah di adegan tersebut — It’s a golden scene!

Kematian pun menjadi sesuatu yang nyata dalam serial ini, tak peduli posisi karakter sebagai protagonis atau tidak. Saya juga suka kritik sosial yang ingin disampaikan oleh serial ini terkait bullying yang marak terjadi di antara remaja SMA. Kritik ini diselipkan pada narasi Lee Byong-chan sebagai ilmuwan pembuat virus yang ingin membalikan posisi terkait relasi kuasa, tentang siapa yang kuat, dan siapa yang lemah.

Alhasil virus eksperimennya menjadikan SMA Hyosan sebagai suatu arena dalam teori Darwinian, di mana yang kuat akan selalu memangsa yang lemah dan begitulah hukum alam bekerja.

©Netflix

Ada beberapa aspek yang menurut saya mengurangi score dalam serial ini. Pertama adalah dalam beberapa episode, plot seakan dibuat hanya sebagai ‘episode pengisi’. Ini membuat beberapa adegan terkesan terlalu bertele-tele atau istilahnya dragging dengan banyaknya dialog sampingan yang berlebihan. Kedua yakni sang antagonis utama, Gwi-nam merupakan hambies (half-human, half-zombie). Kemunculan karakter ini lama kelamaan menjadi agak repetitif dan melelahkan.

Terlepas dari itu semua, All of Us Are Dead menjadi salah satu serial Netflix yang membuat saya binge-watching di tahun ini. All of Us Are Dead sukses merepresentasikan industri film Korea Selatan yang kian berhasil menyaingi Hollywood dalam membuat film bertemakan zombie apocalypse.

Personal Score: 8/10

--

--

bayu saputra
Komunitas Blogger M

Semoga kalian menyukai cerita & foto karya saya yang dipublikasi demi kemaslahatan umat.