Member-only story
Sebagai Penulis, Apa yang Saya Dapatkan dari Melamun?
Terdengar sepele, tapi saya punya alasan dan bukti bahwa saya butuh untuk terus melakukannya
Tidak ada anak yang diajari orang tuanya melamun. Anak-anak diajari mengeja, menulis nama mereka, menggambar gunung sawah matahari, mengetahui nama-nama ikan yang mungkin mereka kunjungi di Jakarta Aquarium, memanggil nama papa mamanya, tapi tidak pernah ada yang diajari melamun.
Saya kira kita diinternalisasi bahwa melamun berarti kekosongan agenda. Bahwa melamun berkait erat dengan menganggur. Bahwa melamun sebaiknya diinterupsi karena dianggap ketidakstabilan pikiran.
Padahal melamun sepuluh kali lebih asyik ketimbang scrolling TikTok dan lebih tidak membutuhkan tenaga ketimbang menulis tulisan ini.
Kegiatan melamun tidak bisa kita sebut sebagai kelebihan diri di depan staff HRD yang mewawancarai kita, tapi melamun juga tidak pantas disejajarkan dengan aneka sifat kekurangan seperti pelupa, ceroboh, prokrastinasi, atau tidak mawas diri.
Melamun Membawa Saya Ke Sana
Selama usia sekolah, melamun dilihat ayah saya sebagai kekosongan yang harus diisi. Dengan les privat matematika, bimbel Nurul Fikri, lembar-lembar LKS yang sebenarnya terlalu membosankan…

