Sepak Bola Masa Depan Tak Perlu Ditonton

Sepak bola di zaman teknologi saat ini seperti agama yang hanya mampu bertahan dari serangan-serangan informasi dan data.

Karto K. Saragih
Komunitas Blogger M
4 min readJun 14, 2024

--

Photo by Thomas Serer on Unsplash

Empat tahun terakhir, VAR (video assistant referee) menjadi pemain bintang di lapangan hijau. VAR menjadi topik paling banyak dibicarakan. Ia menciptakan meme baru dalam sosial media. VAR yang bertugas membantu wasit agar membuat keputusan yang benar juga mendapat hujatan paling banyak.

Apa yang membuat VAR dibenci?

Sepak bola di zaman teknologi saat ini tak ubahnya agama yang hanya mampu bertahan dari serangan-serangan informasi dan data. Ia tidak lagi menjadi solusi dalam kehidupan (di sepak bola ada aturan permainan yang disebut “Law of the Game”).

Agama di abad pertengahan hingga abad ke-19 menjadi acuan hidup umatnya, terutama dalam perkawinan, karier, keluarga, dan bahkan negara. Kini agama selalu tampil dengan tameng yang ketika dikritik akan keluar kata-kata sakti: kalian akan masuk neraka!

Empat puluh tahun lalu, permainan sepak bola seringkali membosankan. Di saat unggul, satu tim akan bermain sangat negatif. Pemain belakang atau tengah menendang bola ke kiper, lalu kiper menangkapnya. Begitu berulang-ulang. Kemudian orang-orang pintar di sepak bola membuat aturan baru. Kiper tidak boleh menangkap bola dari pemain sendiri atau biasa dikenal denga istilah back pass. Dia harus menendang atau menyundul. Jika bola ditangkap, pelanggaran. Sepak bola bisa memberi solusi. Permainan menjadi lebih seru dan atraktif.

Salah satu terobosan sepak bola modern, ia memberi solusi soal pelanggaran, khususnya pada pemain bintang. Diego Maradona sangat menderita di eranya. Di-tackling dengan keras, ditendang saat menghindar, ditubruk saat lari kencang. Lionel Messi atau Mo Salah akan menjerit di lapangan jika bermain di eranya Maradona. Lagi-lagi orang pintar di sepak bola memberi solusi. Wasit diminta melindungi para pemain bintang. Berhasil. Messi dan Salah meliuk-liuk di lapangan. Sepak bola memberi solusi.

Solusi humanisme lama-kelamaan mulai membosankan dan tidak menyentuh masalah klasik tentang pemakaian teknologi. Di Piala Dunia 1966, pemain Inggris “mencetak” gol ke gawang Jerman Barat yang sebenarnya bukan gol. Gerakan bola yang sangat cepat seolah-olah masuk ke gawang, padahal masih cukup jauh dari garis. Inggris menang 4-2 atas Jerman Barat dan juara Piala Dunia.

Di Piala Dunia 2010, lagi-lagi Inggris lawan Jerman, tendangan keras Frank Lampard dari seperempat lapangan ke gawang Jerman mengenai mistar dan jatuh ke dalam gawang. Gol. Tapi wasit menyatakan tidak gol. Banyak kejadian yang berhubungan humanisme, bukan dengan teknologi di zaman dulu. Keputusan wasit akan berbeda jika saat itu ada VAR.

Sisi manusia kalah ketika VAR dipakai. Ironisnya, kita menyukai teknologinya, tapi tidak siap menerima akibatnya. Tak heran jika kemudian munchl hujatan. VAR kafir. VAR Masuk neraka.

Tidak Kontroversial

Banyak yang percaya VAR membuat keputusan-keputusan kontroversial. Benarkah? Kontroversial itu bahasa manusia. Kita harus pahami bahwa VAR sebuah robot yang bekerja berdasarkan sistem dengan algoritma yang memiliki langkah-langkah secara metodologi yang bisa digunakan untuk melakukan kalkulasi, memecahkan masalah, dan membuat keputusan-keputusan. VAR bekerja berdasarkan perintah dan urutan-urutan.

Semua data tentang offside atau handsball tersimpan dalam big data VAR. Ketika terjadi gol tapi VAR melihat ada gerakan offside, maka ia melaporkan telah terjadi offside dan gol dibatalkan. Itu tidak kontroversial. Menjadi kontroversial ketika wasit menolak keputusan yang dibuat VAR demi kemanusiaan.

Dampak reformasi teknologi dalam sepak bola masih belum dengan lapang dada diterima para fans. Mungkin karena sepak bola kadung dianggap sebagai olahraga paling humanis. Ia dekat dengan sehari-hari manusia yang penuh drama, kejutan, kekalahan, kemenangan, tangis, tawa, dan suka cita. Manusia menyukai drama. Drama paling sering ketika fans senang atas kekalahan tim lain. Dalam hidup ini kita cuma mengingkan dua hal: memenuhi keinginan kita, dan menghindari penderitaan. Ketika tim kesayangan menang, kedua hal itu diraih secara bersamaan.

Photo by Ameer Basheer on Unsplash

Sepak Bola di Masa Depan

VAR sepertinya kembali akan membuat keputusan penting di Euro 2024 dan Copa America 2024. Kita harus menerimnya sebagai keputusan biasa, tidak kontroversial. Kitalah yang membuatnya kontroversial.

Bagaimana sepak bola di masa depan, di saat data dianggap sebagai agama baru? Apakah kita masih perlu menunggu pertandingan selesai? Mungkin. Tapi, kira-kira sejam sebelum pertandingan, algoritma yang bertindak sebagai komentator bisa memprediksi hasil pertandingan, setidaknya mendekati hasil akhir.

Mesin komentator melihat data kemungkinan besar kiper membuat blunder karena dia mengalami mimpi buruk tiga malam berturut-turut dan memposting di sosial media. Masih banyak data-data dari lebih kurang 30 pemain plus para pelatih di satu tim yang diolah mesin. Data-data ini kemudian menjadi informasi yang bisa mempengaruhi hasil pertandingan.

Mungkin sepak bola di masa depan tidak perlu ditonton.

--

--