Serial MAID: Perempuan dan Isu KDRT

Maremia Azani
Komunitas Blogger M
5 min readMay 4, 2022
Sumber: Unsplash

“In January of 2008, I escaped an abusive relationship. Then I moved with my nine month-old daughter into a homeless shelter.” — Stephanie Land

Kalimat tersebut merupakan kutipan dari blog milik Stephanie Land yang menceritakan awal mula bagaimana ia bisa bebas dari hubungan yang tidak sehat lalu berjuang sendirian demi menghidupi anaknya yang saat itu berusia 9 bulan. Stephanie Land adalah penulis buku MAID: Hard Work, Low Pay, and A Mother’s Will To Survive yang baru-baru ini diadaptasi ke serial drama original Netflix berjudul sama, MAID.

Alexandra, pemeran utama yang diperankan oleh Margaret Qualley merupakan karakter utama dari serial ini. Alex, tokoh fiksi yang terinspirasi dari karakter nyata Stephanie Land, benar-benar menyuguhkan kisah yang menguras emosi. Pasalnya masalah yang dihadapi Alex seperti tidak berkesudahan. Serial ini seolah tidak menyuguhkan konflik puncak yang menegangkan atau seru, namun setiap episodenya justru menimbulkan perasaan kesal dan dongkol.

Sebagaimana manusia normal, menghadapi masalah yang tidak berkesudahan merupakan tekanan yang sangat berat. Apalagi dalam cerita, Alex tampak tidak memiliki teman atau orang yang bisa dipercaya, walaupun hanya sekedar meringankan beban di kepalanya. Ayahnya tidak peduli, ibunya menderita gangguan kejiwaan, dan Sean (pacar Alex) jelas melakukan KDRT. Pun demikian dengan teman, tidak ada yang loyal, hanya ada orang-orang yang memanfaatkan situasi.

Maid menceritakan banyak hal yang seringkali dipandang sebelah mata oleh masyarakat, bahwa sebenarnya isu-isu sosial bak rumput teki yang merambat dan susah dicabut dari tanah karena kekuatan akarnya.

Serial ini diawali dengan adegan Alexandra yang kabur membawa putrinya, Maddy, seorang diri di tengah malam karena tidak tahan dengan perlakuan Sean. Alex membawa Maddy ke lembaga sosial dan di sana ia diarahkan ke penampungan penyintas KDRT.

Sejak saat itu hidup Alex mulai berubah, meskipun harus diakui bahwa hal yang dilaluinya tidak mudah. Tetapi faktanya Alex berhasil melewati itu semua. Mulai dari tanggung jawabnya terhadap Maddy, urusan birokrasi yang rumit, rekan yang sulit diajak kerja sama, sampai kondisi keluarga yang tidak karuan. Semua hal itu sampai memicu Alex masuk ke dalam jurang trauma yang cukup dalam, namun hebatnya Alex berhasil melawan rasa trauma itu dan menggapai impiannya.

Pada dasarnya ada banyak sekali aspek yang bisa dibahas dalam serial ini, tapi yang paling sering muncul ke permukaan adalah tiga aspek berikut ini:

Kebijakan Negara yang Kurang Mengayomi Rakyat

Fakta bahwa hukum hanya melihat benar dan salah di atas hitam dan putih, membuat situasi Alex semakin rumit ketika Sean memiliki hak asuh penuh atas Maddy.

Kekerasan verbal dan emosional yang dilakukan oleh Sean justru tidak bisa dijadikan bukti oleh Alex. Padahal kekerasan-kekerasan tersebut juga merupakan bagian dari KDRT. Selain itu birokrasi yang rumit, pelayanan lembaga sosial yang buruk, persyaratan hukum yang banyak, dan upah kerja yang rendah membuat Alex benar-benar kewalahan mengatasi hidupnya sendiri. Ternyata hal ini membuktikan, bahwa kebijakan negara dan pelayanan publik di mana pun akan selalu rumit. Dapat dilihat dari adegan betapa Alex tidak memiliki waktu hanya untuk mengurus dokumen-dokumen yang diperlukan olehnya.

Sosial Budaya

Budaya patriarki dan kemiskinan seperti rantai yang saling berkaitan. Kedua hal ini tampaknya menjadi masalah berat di Amerika Serikat. Tidak seperti di Indonesia, banyak orang yang kemudian membuka usaha kecil-kecilan ketika sedang dalam situasi ekonomi yang sulit. Namun sebaliknya, membuka usaha di Amerika bukan perkara yang mudah apalagi murah, sebab izin mendirikan usaha itu sendiri malah jauh lebih rumit dan mahal.

Kondisi Alex selama perjalanan di serial ini benar-benar terhimpit. Ia terjepit oleh kondisi di sekitar yang menyarankannya untuk lebih bersabar pada Sean. Seolah-olah dalam kisah ini Alex lah yang harus lebih banyak mengerti, berkorban, dan mengalah. Meskipun sudah jelas bahwasanya Sean yang melakukan KDRT.

Ibunya sendiri bahkan menyarankan Alex untuk mengencani Nate yang kaya dan mengesampingkan usahanya untuk menjadi mandiri agar hidupnya bisa lebih mudah. Bahkan sebagai perempuan kesempatannya untuk mendapatkan bantuan menjadi lebih kecil karena banyaknya persyaratan yang justru tidak menguntungkan kondisi Alex sama sekali, seperti syarat penghasilan/gaji.

Perbedaan hidup antara yang kaya dan miskin juga terlukis jelas dalam salah satu episode. Yakni ketika Alex yang sedang membersihkan rumah Regina, seorang perempuan kaya raya. Regina bisa dengan mudah memasak banyak pai dan membuang makanan yang sama sekali belum dimakan. Alex yang tahu makanan itu masih layak lalu memutuskan untuk memakannya dengan lahap. Sebuah situasi menyayat hati yang memang benar terjadi dalam realita sosial kita.

Psikologis

Baik Alex maupun Sean sama-sama memiliki situasi keluarga yang kompleks. Orang tua Alex bercerai karena ayahnya yang pemabuk melakukan KDRT pada ibunya, sehingga menyebabkan sang ibu menderita trauma dan bipolar. Sedangkan ayahnya tidak pernah menemui Alex karena menikah lagi.

Di sisi lain, ibu Sean adalah seorang pecandu alkohol akibat kondisi sang ayah yang tidak pernah bekerja untuk menghidupi keluarga. Kondisi kedua orang tua Alex dan Sean yang sama-sama buruk menjadikan keduanya memiliki pengalaman traumatik yang serupa. Bedanya ada pada cara untuk menghadapi rasa trauma itu sendiri. Sean memutuskan untuk menenangkan diri melalui alkohol, sedangkan Alex lebih memilih untuk menulis.

Dari serial ini kita bisa melihat bahwa trauma dan gangguan psikologis seperti rantai yang saling terikat. Kejadian yang sama akan terus berulang pada satu siklus apabila tidak segera diatasi. Alex yang menemukan Maddy bersembunyi di lemari pantri kemudian mengingatkannya akan kejadian serupa di masa lalu.

Alex kemudian berusaha menghentikan siklus itu meskipun ia sendiri kesulitan menghadapi dirinya. Serangan panik dan PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) yang kapan saja bisa menyerang tentunya membatasi mobilitas Alex, khususnya ketika bekerja. Namun karena sudah menjadi ibu, maka keberadaan Maddy lah yang menjadi penguat untuk Alex.

Dapat dilihat ketika Alex sedang mengalami halusinasi dan menyaksikan bahwa halaman rumahnya dipenuhi hutan kayu, ia bersama Maddy lalu menerobos “hutan” itu tanpa tujuan. Instinglah yang akhirnya membawa Alex menemukan hutan sungguhan dengan cahaya lampu di dekat jalan raya.

Serial Netflix Maid merupakan serial singkat yang paling disukai dengan cerita yang relatable. Patut rasanya kalau serial ini cukup terkenal dan banyak digemari, khususnya warga negara Amerika Serikat yang pernah mengalami kondisi serupa. Apalagi yang bisa diberikan penonton selain “jempol” pada kolom penilaian? Pasti tentunya ulasan yang baik.

Pada dasarnya, isu sosial seperti kemiskinan, KDRT, perempuan, dan kondisi psikologis seseorang selalu menarik untuk diangkat ke layar kaca. Seperti serial Maid yang menampilkan berbagai situasi kompleks dalam kehidupan.

Seringkali terlewat oleh mata namun sejatinya sangat dekat dengan kita. Inilah yang coba disuguhkan dalam serial ini, bahwa tidak ada yang pernah mudah dalam hidup ini. Situasi sosial seringkali menjadi kuasa tak kasat mata yang menuntut kita untuk melakukan banyak hal meskipun dapat melukai diri sendiri.

Serial ini ingin menyampaikan bahwa menjadi orang tua bukanlah perkara mudah, apalagi menjadi orang tua tunggal. Ditambah dengan kondisi kemiskinan dan kejiwaan yang kurang stabil, maka akan berdampak pula pada anak yang diasuh.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menyadari dan memahami bahwa persiapan yang matang sebelum menapaki jenjang hubungan romantis yang serius adalah hal yang mutlak. Baik itu secara mental maupun finansial. Jika sudah dipersiapkan dengan baik, maka kita dapat menghindari risiko KDRT dan kesulitan ekonomi seperti yang tergambar dalam serial ini.

--

--