Setelah Naik Gunung, Saya Jadi Paham Kenapa Fiersa Besari Punya Banyak Kalimat Motivasi

Afiqul Adib
Komunitas Blogger M
3 min readMay 23, 2024
Photo by Bayu Prayuda on Unsplash

Dulu, saya sempat setuju dengan ungkapan kalau Fiersa Besari tanpa alam yang indah hanyalah mas-mas gondrong biasa.

Ya, gimana, kalimat yang diucapkan blio ini terkesan hanya bertema gunung, senja, dan sumpah-serapah motivasi yang agak ndakik-ndakik. Tapi setelah akhirnya naik gunung lagi, saya percaya kalau orang bijak memang “dilahirkan” di gunung.

Entah gimana awalnya, tapi ketika naik gunung, saya mulai merenung (bahkan merenungi alasan kenapa saya mulai suka merenung). Saya merasa hidup memang seperti naik gunung. Pelan-pelan nggak masalah, asal tetap berjalan, kita akan sampai di tujuan.

Iya, ada semacam perasaan magis ketika naik gunung. Dalam proses mendaki misalnya, saya tiba-tiba kepikiran banyak kalimat motivasi. Ini tentu bukan tanpa alasan.

Saat mendaki ini selalu saja ada perasaan ingin menyerah. Sialnya, selalu saja ketemu orang yang menimpali dengan kalimat, “bentar lagi nyampek, Mas”. Jan, bentar lagi apanyaaa woy?!

Kalau diurai, naik gunung memang cukup menguras emosi dan tenaga. Bayangkan saja, jalan kaki dengan track menanjak, membawa tas besar dan perbekalan. Melewati medan yang sulit, melawan rasa lelah, dan beradaptasi dengan cuaca yang kadang ekstrem. Benar-benar merepotkan.

Mungkin terkesan alay, tapi dari situ, saya sedikit memahami apa itu perjuangan. Ketika kita benar-benar kesusahan mencapai sesuatu dan akhirnya benar-benar sampai, ada semacam lega yang susah dijelaskan. Dan perasaan itu benar-benar menancap kuat dalam ingatan.

Kalau dalam teori belajar, pembelajaran yang menyenangkan itu bukan sekadar bersenang-senang, melainkan mendapatkan pengalaman positif. Nah, Sepertinya salah satu hal yang menyenangkan dari naik gunung adalah kita mendapat pengalaman positif secara utuh.

Ya, gimana, ada banyak hal yang akan didapat. Selain perjuangan mencapai puncak, satu hal yang saya dapat adalah menghargai hal kecil-kecilan.

Misalnya, di gunung tidak ada penduduk sekitar, semuanya adalah pendatang, karena itu ketika bertemu orang lain, kami selalu memberi sapaan, ucapan semangat, serta kalimat hati-hati di jalan. Sederhana sih, tapi cukup berarti. Setidaknya bagi saya pribadi.

Oh, iya, perlu diketahui bahwa garis finish dari naik gunung bukanlah puncak, melainkan pulang ke rumah dengan selamat. Karena itu, jangan memutuskan naik gunung itu menyenangkan atau menyusahkan sebelum tiba di garish finish. Iya, sebelum benar-benar pulang, merenung, dan mengingat lamat-lamat segala macam momen yang telah dilalui.

Sebab, setelah tiba di puncak, kita masih harus membuat tenda, membongkarnya, turun lagi, dan melakukan perjalanan ke rumah.

Bagi sebagian orang, perjalanan pulang ini punya waktu yang mungkin saja lebih lama ketimbang waktu ia naik gunung. Dan kadang, perjalanan pulang tersebut lebih melelahkan karena menggunakan sisa-sisa tenaga saja.

Satu hal lagi, ibarat makanan, kita akan benar-benar tahu rasanya ketika mencobanya sendiri. Karena itu, sebelum mengatakan anak gunung itu lebay dan alay, cobalah sendiri mulai dengan melakukan perjalanan naik gunung. Nikmati suasananya. Dan jangan lupa, pilih teman perjalanan yang menyenangkan. Sebab, teman perjalanan begitu sangat menentukan.

Next, semoga saja saya bisa naik gunung lagi. Iya, semoga saja.

Sehat-sehat Fiersa Besari!

--

--

Afiqul Adib
Komunitas Blogger M

Warga Kabupaten Lamongan | Menulis tiap hari kamis di Medium sejak 12 Oktober 2023.