Statement Penebusan Dosa

Firdausa Febi Alfaris
Komunitas Blogger M
3 min readApr 9, 2022

--

Photo by Pawel Czerwinski on Unsplash

Semakin dewasa pasti kita semakin cakap dalam berkomunikasi. Saat masih anak-anak hingga remaja, kita cenderung mengungkapkan sesuatu dengan jujur dan lugas. Seiring bertambahnya usia, kita makin pintar memutar kata-kata kita.

Tujuan awalnya yang saya yakini adalah untuk mengurangi risiko ‘menyakiti’ hati lawan bicara. Kita menggunakan diksi yang lebih memutar atau bahkan ambigu guna mengurangi risiko tadi. Kita mungkin bisa gunakan kalimat yang lebih “halus” agar kita terbebas dari “dosa”.

Mengingat kita juga orang Timur, kita juga menegakkan norma-norma sosial yang berlaku di masyarakat dengan Kebudayaan Timur juga. Pasti kita juga sering mendengar bahwa orang-orang Barat cenderung berbicara blak-blakan dan tidak peduli meski menyakiti hati lawan bicaranya. Tentu ini sulit kita gunakan di Indonesia yang notabene orang Timur.

Seiring berkembangnya cara berpikir kita, tentu tidak hanya menghindarkan diri dari menyakiti hati lawan bicara yang kita inginkan. Kita juga menggunakan statement penebusan dosa ini untuk menggiring opini atau bahkan membodohi lawan bicara. Intinya, kita juga bisa melakukan mengatakan hal buruk tanpa terlihat buruk.

Hal-hal tersebut memang bisa dibilang pantas dengan norma sosial yang berlaku. Namun, apakah kompas moral kita masih menuju arah yang benar jika kita terus melakukan hal tersebut? Bukankan itu artinya kita berbohong dengan diri kita sendiri dan orang lain? Malah jika demikian, kita jauh lebih buruk dari menyakiti orang lain dengan blak-blakan.

Misalnya saja, ada seseorang yang berbicara buruk tentang orang lain kepada kita seperti ini,

“Si A itu sering memukuli anaknya sampai memar-memar. Ini aku bukannya menjelek-jelekkan ya, tapi ini aku bicara kenyataan saja…”.

Atau “Manajemen perusahaan itu sudah jelek sekali, dulu saja ada kejadian bla.. bla.. bla.. di sana. Ati-ati ya kalau pakai produknya mereka. Ini bukan bermaksud menjelekkan, cuma memang katanya begitu sih…”.

Memang dikatakan bahwa dia tidak bermaksud menjelekkan pihak lain, tapi jika kita mau berpikir jernih, yang dia katakan justru sebaliknya. Hal inilah yang saya sebut dengan statement penebusan dosa atau metode cuci tangan. Orang tersebut mengatakan hal buruk dengan menambahkan kalimat bahwa mereka tidak bermaksud seperti itu.

Ada juga yang menggunakannya untuk benar-benar cuci tangan, karena tidak mau disalahkan jika sarannya berdampak buruk. Seperti orang yang memberikan saran tapi takut jika sarannya salah, maka mereka menambahkan kata-kata “kalau aku sih gitu, tapi kamu bebas mau ngikutin atau tidak. Aku tidak menyuruh…”. Jika benar saran mereka diikuti dan ternyata salah, maka kesalahan itu sepenuhnya milik pelakunya. Si pemberi saran sudah “cuci tangan” dan mereka terbebas dari segala dosa.

Tanpa sadar pasti kita juga pernah melakukan hal-hal tersebut. Sudah alami bahwa kita akan memanfaatkan akal kita untuk segala bidang. Namun, seperti pisau bermata dua, akal juga bisa merugikan bagi kita terlebih bagi orang lain.

Dan juga, tidak pernah dibenarkan kita untuk berbohong meski untuk tujuan yang “menurut kita” baik. Karena berbohong ya artinya berbohong. Lebih buruk lagi apabila kita juga membohongi diri kita sendiri. Saya juga tidak luput dari perilaku setan ini, namun kita harus sering-sering mengecek apakah kompas moral kita masih lurus atau sudah berbelok. Jika kita lupa mengeceknya, bisa-bisa kita sudah menyimpang terlalu jauh dan tersesat.

Dengan semua hal di atas, sebaiknya kita juga terus mengasah kemampuan berpikir kritis kita. Karena banyak hal buruk yang akan melekat dengan kita dan orang terdekat kita jika kita selalu hanyut dalam euforia dan selalu go with the flow. Memang dengan memiliki prinsip yang teguh, kita akan banyak terhantam arus.

Memang bukan jalan yang mudah, karena memang jalan termudah adalah mengikuti ke mana arus membawa kita. Namun, apakah kita akan puas dengan cara hidup seperti ikan mati? Kita harus tau saatnya mengambil jeda, melihat gambaran yang lebih luas (the bigger picture) atas segala yang terjadi di sekitar kita. Dengan begitu kita akan bisa survive dan mengambil tindakan dengan lebih bertanggung jawab.

--

--