Surabaya, dan Sebuah Kunjungan untuk Melambat dan Diam Sebentar

Afiqul Adib
Komunitas Blogger M
3 min readJul 17, 2024
Dokumen pribadi: Afiqul Adib

Saya lupa kapan terakhir kali pergi ke suatu kota dan nggak bawa laptop. Rasanya tiap kali pergi ke luar kota, saya slalu membawanya. Dan kali ini, saya sengaja meninggalkannya. Semata demi bisa benar-benar menikmati suasana. Tanpa kepikiran kerjaan. Kalau sampai ada yang minta ngerjain ini-itu, ya tinggal ditolak aja. Simple. Feel free pokoke.

Ketika di Surabaya, saya beberapa kali naik bus. Sengaja memang. Sekadar mengamati lalu lalang orang di terminal. Dan ngobrol ngalor-ngidul sama orang-orang yang terlihat sedang pengin diajak ngobrol.

Ada banyak obrolan menarik. Misalnya ketika sama bapak-bapak Madura. Awalnya saya menanyakan tentang prosedur naik bus kota. Dan bapak tersebut bilang kalau naik Surabaya Bus itu nggak pakai uang. Terus pakai apa? Tanya saya. “Pakai kartu”, jawab bapak tersebut dengan santai dan penuh dengan keyakinan. Jan, humor orang Madura memang cukup susah ditebak.

Yah, mengunjungi sebuah kota memang selalu punya cerita~

***

Dokumen pribadi: Afiqul Adib

Alun-alun Surabaya. Sebuah konsep alun-alun yang menyalahi kodrat. Sebab full dengan kramik. Padahal definisi alun-alun menurut Wikipedia kui sebuah lapangan terbuka yang luas dan berumput.

Belum lagi kalau dalam falsafah jawa, ada istilahnya Catur Gatra, yakni dalam tata letaknya, alun-alun harus dikelilingi oleh 4 tempat: pusat pemerintahan, pusat kegiatan sosial, masjid, dan tentu saja pasar.

Meski demikian, kalau boleh jujur, saya menyukai konsep yang menyalahi kodrat ini. Sebab, beginilah alun-alun yang dibutuhkan di zaman sekarang. Ada perpustakaan, museum, galeri seni, dan tentu saja ada banyak tempat yg nyaman untuk sekadar ngadem, duduk lesehan, atau melamun sepuas-puasnya.

Konsep tersebut tentu jauh lebih bermanfaat ketimbang alun-alun dengan konsep lapangan terbuka yang panas (memangnya siapa yang ingin berjemur?)

Apalagi jika dibandingkan dengan alun-alun di suatu kota yang dipagari itu, lho. Yang masyarakatnya nggak bisa masuk ituuu. Eh, itu alun-alun apa halaman pribadi, sih? Nggak sekalian dibangun kolam koi? Haishhh~

***

Dokumen pribadi: Afiqul Adib

Entah sejak kapan tapi akhir-akhir ini TikTok memiliki peran yang krusial dalam refrensi saya atas beberapa hal, khususnya liburan. Saya tidak bisa bohong kalau alasan pergi ke Kota Tua ini tentu saja karena melihat video di TikTok.

Oh iya, kalo boleh usul, bisa nggak lokasi ini dinamai saja dengan Kota Sepuh? Sebab diksi Kota Tua itu sudah ada di Jakarta. Kalau Kota Lama, ada di Semarang. Jadi, biar beda dan terkesan nggak ikut-ikutan, sepertinya akan lebih bagus kalo disebut sebagai Kota Sepuh. Pun kalo kita tulis “kota tua” di google, yang keluar adalah kota Tua Jakarta, bukan Surabaya. Jadi secara SEO pun kurang mashok.

Yah, tapi apapun itu, proyek tata kota seperti ini memang sangat perlu diapresiasi. Sebagai warga Lamongan, saya iri melihat sebuah kota yang punya banyak open space. Sebab, di Lamongan, tempat seperti ini agak mustahil untuk ada.

Kok yaaa open space, lha wong ojek online aja belum ada. Mau berharap apalagi? Kondisi jalan juga lebih banyak yang berlubang. Transportasi umum minim. Kemudian tiap musim hujan pasti ada saja wilayah yang banjir. Jan, Lamongan memang sebuah kota yang hanya bisa dicintai apa adanya.

Lha, kok ujung-ujungnya dadi maido Lamongan, ya? Duh, pokoke wes ngunukuilah, feel free gais~

***

Surabaya, dengan segala hal yang serba sat-set tersebut, masih menyimpan beberapa open space yang mengajak kita untuk melambat dan menikmati setiap detik yang berlalu, memberikan ruang bagi pikiran dan jiwa untuk beristirahat sejenak sebelum kembali ke rutinitas yang sudah menanti.

Btw, kunjungan di Kota Pahlawan ini sebenarnya adalah win-win solution dari pikiran yang pengin liburan tapi nggak bisa lama-lama. Sebab, saya adalah caregiver yang harus mendampingi bapak di rumah.

Dan sebagaimana caregiver pada umumnya, definisi liburannya itu sederhana kok, yakni ketika bisa menjalani sebuah hari hanya untuk dirimu sendiri. Yah, sebuah liburan yang “sederhana”

--

--

Afiqul Adib
Komunitas Blogger M

Warga Kabupaten Lamongan | Menulis tiap hari kamis di Medium sejak 12 Oktober 2023.