Ternyata Kita yang Menciptakan Masalah Itu
Kebiasaan kurang baik dalam memandang suatu masalah
Masalah sering kali mengganggu kehidupan kita, menjadikan diri kita tidak produktif sampai hal yang tidak mungkin saya bahas di sini. Namun begitu, masalah adalah hal nyata dan bagian dari kehidupan yang tak mungkin terelakkan. Hanya saja, cara kita memandangnya mungkin keliru.
Mengapa masalah cenderung dipandang negatif?
Bisa jadi ada dua penyebab utamanya: (1) Suatu masalah menjadi ‘masalah’ karena kita sendiri yang memberikan value (‘masalah’) tersebut pada masalah kita; (2) Tolok ukur yang keliru yang digunakan dalam mengukur masalah kita.
Memandang dan Memberikan Nilai pada Masalah
Sering kali, masalah sebenarnya berasal dari bagaimana kita memberikan nilai atau arti tertentu pada situasi yang kita hadapi. Misalnya, ketika mendapat hasil buruk dalam suatu tugas, kita mungkin merasa kecewa dan melihatnya sebagai kegagalan. Padahal, itu bisa jadi kesempatan untuk memahami kekurangan kita dan belajar lebih lagi.
Sikap kita terhadap masalah sangat menentukan bagaimana kita menanggapi dan menghadapinya. Jika kita memandang suatu masalah secara lebih bijak, maka masalah tersebut bisa berubah menjadi tantangan yang memberikan kita kesempatan untuk menjadi diri yang lebih baik. Sebaliknya, jika kita memandangnya dengan negatif, maka kita akan terus terjebak dalam ‘lingkaran masalah’ dan rasa putus asa.
Lingkaran masalah? Ya, lingkaran masalah. Coba ingat kembali, mungkin di antara kita ada yang pernah merasakannya:
Kita gagal dalam mengerjakan suatu tugas, entah itu di sekolah, universitas, kantor, dsb. Lalu kita merasa bersalah atas kegagalan tersebut karena kita memandangnya hanya dari sisi negatifnya saja. Dan karena kita merasa bersalah atas kegagalan kita, kita jadi merasa kesal dengan diri kita yang merasa bersalah. Karena kita kesal, kita jadi menyesali rasa kesal yang timbul. Kita menyesali rasa kesal yang timbul dari rasa kesal sebelumnya, dan seterusnya. Itulah ‘lingkaran masalah’ yang kita buat sendiri dalam diri kita, yang menyebabkan rasa penyesalan, kegagalan, atau kemarahan yang tiada henti.
Maka dari itu kita harus memotong rantai lingkaran masalah ini dengan memberikan value yang bijak pada setiap masalah yang kita hadapi sebelum spekulasi yang buruk mengenai masalah itu muncul. “Pasti di setiap masalah ada pelajaran yang bisa diambil” — pandangan ini nampaknya lebih bijak.
Di setiap masalah pasti ada pelajaran yang bisa diambil.
Namun jangan salah paham dulu. Permasalahan yang kita hadapi harus kita terima sebagai kenyataan yang dapat dipelajari, bukan dibuang dan tidak memperdulikannya demi kenyamanan yang sementara. Jangan sampai menjadi orang yang toxic positivity.
Lalu, dengan standar apa kita mengukur diri kita sendiri?
Menggunakan tolok ukur yang lebih seimbang dan realistis dapat membantu kita melihat masalah dengan lebih jernih. Salah satu kesalahan umum adalah membandingkan diri kita dengan orang lain. Ini bisa sangat merusak karena setiap orang memiliki perjalanan dan tantangannya masing-masing.
Sebaiknya kita fokus pada perkembangan diri kita sendiri dan mensyukuri hal yang sederhana namun bermakna dalam kehidupan kita: keluarga, teman, persahabatan, kesuksesan kita sendiri, kemampuan kita dibanding yang lalu, dan masih banyak lagi.
Membayangkan menjadi orang yang terkenal seperti para artis dan kaya raya seperti miliarder tentu menyenangkan. Namun, jika kita memutuskan bahwa apa yang kita miliki sekarang beserta permasalahan yang ada jauh lebih berharga dan menyukseskan kita, tentu merupakan sikap yang lebih bijak.
Dengan tolok ukur tersebut, kita bisa lebih objektif dalam menilai situasi sehingga dapat mengambil langkah yang lebih tepat untuk mengatasinya.
Inti dari semuanya adalah:
Jika kita ingin mengubah cara kita memandang permasalahan (menjadi suatu hal yang positif), kita harus mengubah nilai yang kita pegang dan/atau bagaimana kita mengukur kegagalan/kesuksesan kita sendiri.
Mengenai Masalah yang Besar
Bagaimana jika masalah saya teramat besar? Tidak mungkin saya yang bertanggung jawab atas itu, saya tidak menerimanya! Apalagi masalah itu bukan bersumber dari saya.
Baik, penulis turut berduka atas masalah kita semua. Namun sayangnya, kenyataan atas masalah itu tidak dapat dirubah. Harus diterima, mau tidak mau.
Dan yang harus dimengerti bahwa masalah adalah kejadian lampau dan tanggung jawab adalah sikap kita terhadap masalah yang telah terjadi, pandangan kita terkait masalah itu.
Sekali lagi, jika masalah itu bisa menjadikan diri kita lebih baik (seperti yang sudah saya bahas di atas), maka jadikan itu pembelajaran. Terima dan peluk masalah itu, jadikan kekuatan dalam diri. Konversi nilai negatif dari masalah kita sehingga menjadi nilai positif yang berdapak dalam kehidupan kita.
Membangun Perspektif yang Bijak
Untuk menghindari jebakan dalam memandang masalah, kita perlu membangun perspektif yang lebih bijak. Berikut adalah beberapa cara yang telah dirangkum yang mungkin bisa dilakukan:
- Ubah mindset. Alih-alih melihat masalah sebagai hambatan, coba lihatlah sebagai peluang untuk belajar. Setiap tantangan yang dihadapi bisa memberikan kita pelajaran berharga yang tidak akan kita dapatkan jika semuanya berjalan mulus.
- Gali pelajaran dari masalah. Cobalah menemukan hal-hal baik yang bisa diambil dari setiap masalah. Misalnya, ketika menghadapi kegagalan dalam keputusan yang kita ambil, pikirkan pelajaran apa yang bisa dipetik untuk kedepannya.
- Membuat tolok ukur yang realistis. Tetapkan tujuan yang masuk akal dan bisa dicapai. Jangan membebani diri sendiri dengan standar ornag lain yang terlalu tinggi yang justru membuat kita mudah merasa kecewa dan frustrasi.
- Berlatih mindfulness. Teknik mindfulness bisa membantu kita untuk tetap tenang dan fokus pada saat ini. Dengan demikian, kita bisa mengurangi stres dan lebih jernih dalam memandang masalah.
- Mencari dukungan. Jangan ragu untuk mencari dukungan dari teman atau keluarga. Kadang-kadang, perspektif dari orang lain bisa membantu kita melihat situasi dengan lebih objektif dan memberikan solusi yang mungkin tidak kita pikirkan sebelumnya.
Masalah dalam hidup tidak bisa dihindari, tetapi cara kita memandang dan menanganinya bisa diubah. Dengan menyadari bahwa kita sering kali memberikan nilai berlebihan pada masalah dan menggunakan tolok ukur yang keliru, kita bisa mulai membangun perspektif yang lebih sehat dan konstruktif.
Dengan demikian, kita bisa melihat masalah sebagai bagian dari proses belajar dan tumbuh, bukan sebagai hambatan yang menghalangi langkah kita menuju kesuksesan dan kebahagiaan.