The Breakfast Club dan Dilema Identitas Remaja

Muhammad Rafsan Aryakusumah
Komunitas Blogger M
5 min readAug 9, 2020
Pemeran The Breakfast Club
Karakter The Breakfast Club (1985): John Bender, Andrew Clark, Allison Reynolds, Claire Standish, dan Brian Johnson.

Film ini masih sering dirayakan sebagai salah satu film paling berpengaruh di era 80-an terhadap budaya pop. Bisa jadi karna ceritanya yang dekat dengan remaja, membuatnya layak berada di puncak dalam genre coming-of-age.

The Breakfast Club (1985) mengisahkan tentang lima orang anak SMA dengan kepribadian dan gaya hidup yang berbeda — yaitu Andrew, John, Claire, Allison, dan Brian — yang bertemu saat mereka dihukum di suatu kelas hukuman (detention class). Sama seperti film sebelumnya yang ia sutradarai, Sixteen Candles (1984), John Hughes yang juga bertindak sebagai penulis menjadikan dilema remaja sebagai premis film ini.

John Hughes tidak mencoba meromantiskan ragam dilema tersebut, ia justru menghadirkannya segamblang mungkin sambil menghadapkannya ke realita dan pandangan masing-masing karakter yang memiliki latar berbeda.

Perilisan film ini menjadi angin segar bagi dunia perfilman — khususnya bagi penonton remaja — sebab film-film remaja kala itu masih sering dipaksa untuk memenuhi stereotipe soal kenakalan, kekerasan, dan seks. Sesuatu yang justru menyempitkan persoalan hidup remaja sebenarnya.

Salah satu penyebabnya adalah kebiasaan film-film slasher saat itu dalam menggunakan remaja sebagai protagonisnya, misal: Halloween (1978), Friday the 13th (1980), dan A Nightmare on Elm Street (1984).

“Kedua film ini [Sixteen Candles dan The Breakfast Club] sama-sama bercerita tentang indahnya tumbuh dewasa,” kata Anthony M. Hall saat diwawancarai. Hall adalah salah satu aktor langganan Hughes, film Hughes lainnya yang ia bintangi antara lain Sixteen Candles dan Weird Sciece. “[Film] ini tentang anak-anak yang sedang mempelajari diri mereka sendiri,” kata Ally Sheedy, kolega Hall dalam The Breakfast Club yang memerankan Allison.

The Breakfast Club

Krisis Identitas

Ada delapan tahap yang dilalui seseorang dalam pembentukan kepribadiannya menurut Erik Erikson, seorang psikolog yang dikenal lewat teorinya soal perkembangan psikososial.

Pada tahap kelima, yaitu usia remaja, seseorang akan cenderung mencari dan mempertanyakan diri maupun tujuan hidup mereka. Erikson menamai tahap ini: Identity vs. Role Confusion.

Dalam tahap ini, seseorang mulai mencoba mandiri dalam menentukan keputusan yang bersangkutan dengan masa depannya. Tiap keputusan yang dibuat akan mempengaruhi identitas orang tersebut di mata yang lain.

Sebagai masa transisi dari anak-anak menuju dewasa, dan dengan kondisi pikiran yang masih labil, sudah sewajarnya remaja membuat banyak kesalahan sampai akhirnya bisa menerima dirinya sendiri.

Pencarian jati diri inilah yang kadang menimbulkan sikap impulsif remaja dalam pengambilan keputusan. Ini bisa menjelaskan mengapa Andrew, Claire, Brian, dan Allison akhirnya ikut mengonsumsi mariyuana yang dibawa John di pertengahan film, meski mereka berempat sebenarnya tidak dikenal bandel.

Tidak hanya dicari, kepribadian atau identitas seseorang juga dipengaruhi langsung oleh lingkungan tempat mereka tumbuh. Claire misalnya, tumbuh di keluarga berada ditambah predikatnya sebagai ratu prom, memberinya tekanan untuk menjaga impresi terhadap dirinya, dia terpaksa jaim.

Berbeda dengan Allison yang kerap diabaikan oleh orang tuanya (uninvolved parenting) hingga ia tumbuh menjadi seseorang yang tidak peka terhadap sekitar dan cenderung mencari perhatian.

Lebih lanjut, Erikson menemukan bahwa dalam proses pencarian dan ekplorasi ini, memaksakan sebuah identitas terhadap seseorang justru akan menimbulkan sikap negatif yang berujung ketidakbahagiaan.

Dalam film misalnya, memiliki orang tua otoritarian membuat Andrew dan Brian menganggap ekspektasi orang tuanya sebagai tujuan mereka sendiri, dan jika tidak berhasil memenuhinya mereka merasa gagal. Brian mendapat tekanan dari ibunya agar selalu belajar dan mendapat nilai terbaik sementara Andrew ditekan ayahnya untuk mendapat beasiswa lewat prestasi atletik.

Tekanan tersebut membuat Brian hampir mencoba bunuh diri saat mendapat nilai F karna ia takut mengecewakan orang tuanya dan Andrew, mencoba mendapatkan atensi dari ayahnya dengan meniru sikap bandel ayahnya saat muda dulu, merundung temannya yang kemudian ia sesali karna terlalu berlebihan.

John Hughes bersama lima pemain The Breakfast Club

Pemaksaan identitas dan kurangnya perhatian dari lingkungan juga dapat mendorong remaja untuk mencari jalan hidupnya sendiri, menciptakan pribadi yang rebel atau seorang pemberontak.

Ada dua bentuk pemberontakan yang umumnya dilakukan remaja menurut Carl Pickhardt dalam lamannya di Psychology Today, dan keduanya bisa ditemukan dalam karakter John yang sejak awal film enggan disamakan dengan karakter lain.

Merujuk dari Pickhardt, bentuk pemberontakan tersebut biasanya perlawanan terhadap dua hal: konformitas (rebellion of non-conformity) dan kepatuhan (rebellion of non-compliance).

Pemberontakan terhadap konformitas ditunjukkan dengan keengganan seseorang untuk beradaptasi dengan norma sosial yang berlaku di lingkungannya, sementara non-compliance biasanya berupa penolakan untuk mematuhi aturan dan perintah dari orang dewasa.

Pemberontakan yang biasanya muncul di usia SMA ini merupakan bentuk upaya membebaskan diri dari ketergantungan mereka terhadap orang tuanya.

Mereka yang merasa dikekang oleh orang tuanya akan mencoba melawan dan mereka yang merasa direndahkan akan mencoba membuktikan sesuatu. Momen ini pernah ditunjukan dalam film Hughes lainnya pada 1986 yaitu Ferris Bueller’s Day Off, ketika karakter Cameron dengan sengaja merusak mobil ayahnya karna tidak ingin lagi merasa takut dan diperintah.

Dalam pengamatannya, Erikson menemukan bahwa orang yang dengan baik melalui tahap kelima ini akan tumbuh menjadi pribadi dengan kesetiaan (fidelity). Sebaliknya, orang yang gagal menurutnya akan kebingungan menentukan peran hidupnya (role confusion) yang mengakibatkan sulitnya berkomitmen pada sesuatu, sebuah krisis identitas.

Bahkan apabila seseorang sudah mengambil keputusan terhadap identitasnya dengan menerima dirinya sendiri, identitas tersebut tidak akan bertahan selamanya. Erikson beranggapan identitas seseorang akan terus berubah bersamaan dengan pengalaman dan tantangan yang dihadapi dalam hidupnya.

The Breakfast Club menampilkan sebuah kelompok remaja yang dalam kehidupan nyata biasanya terhalang oleh stratifikasi sosial. Di sini kutu buku, berandal, penyendiri, dan anak-anak populer bercengkrama dengan bebas tanpa tekanan sambil mempertanyakan jati diri mereka masing-masing. Menurut Hughes saat remaja kita menjadi versi paling serius dari diri kita. “Saat kamu berumur 16 tahun,” katanya, “kamu dengan serius memikirkan banyak pertanyaan besar.”

Sitasi

McLeod, S. A. 03 Mei 2018. Erik erikson’s stages of psychosocial development. Simply Psychology.
https://www.simplypsychology.org/Erik-Erikson.html

Pickhardt, Carl E. Ph.D. 06 Desember 2009. Rebel with a Cause: Rebellion in Adolescence. Psychology Today.
https://www.psychologytoday.com/blog/surviving-your-childs-adolescence/200912/rebel-cause-rebellion-in-adolescence

Ebert, Roger. 29 April 1984. John Hughes: When you’re 16, you’re more serious than you’ll ever be again. Roger Ebert.
https://www.rogerebert.com/roger-ebert/john-hughes-when-youre-16-youre-more-serious-than-youll-ever-be-again

--

--