Tindakan Sederhana, Bernilai Luar Biasa

Ahmad Dzaki Akmal Yuda
Komunitas Blogger M
7 min readMay 2, 2024
Photo by Ryoji Iwata on Unsplash

Beratus-ratus tahun, kehidupan dunia telah dipenuhi oleh bermacam-macam aktivitas manusia. Segala perilaku manusia sedikit – banyak atau kecil – besar saling berinteraksi di-dalamnya. Variasi kebiasaan manusia turut serta bercampur di dalam kehidupan. Hingga saat proses hidup terus berjalan, terciptalah legitimasi sosial dan kepercayaan masyarakat yang melahirkan konstruksi sosial. Perihal baik dan buruk, atau semacamnya.

Hal baik digambarkan sebagai segala sesuatu niat hati dan tindakan kasih sayang yang ditujukan dan diperlakukan kepada Tuhan (vertikal), manusia, lingkungan, hewan, tumbuhan, dan lain-lain (horizontal). Sebaliknya, hal buruk tidak mengajarkan itu, justru menentang. Konstruksi sosial yang mengasumsikan kebaikan secara umum memiliki perbedaan tiap wilayah. Secara cakupan juga relatif diyakini pada lingkup yang terbatas.

Pada keyakinan kebaikan yang ter-asumsi-kan kecil, timbul pula pertentangan bahwa hal atau kebaikan kecil, juga selamanya berdampak kecil. Tidak akan memberikan dampak yang besar. Banyak orang yang tidak percaya jika hal sederhana bisa menghasilkan sesuatu yang besar. Sehingga mereka lebih memilih untuk meninggalkan kebiasaan-kebiasaan sederhana tersebut.

Menyepelekan tindakan kecil menjadi awal mula mengapa hal baik atau semacamnya tidak bisa berkembang. Dalam kehidupan sehari-hari misal, secara otomatis manusia pasti akan mengejar dan melakukan sesuatu yang dipercayai bernilai besar, dengan asumsi pasti memberikan hasil yang besar pula. Jadi mengapa hal kecil selalu di-identikkan dengan dampak yang minim, sempit, bahkan tidak berguna?

Photo by Anna Dziubinska on Unsplash

Tindakan sederhana sebelumnya, akan mendorong tindakan sederhana saat ini, setelahnya, berkembang dan seterusnya.

Permisalan 1:
Kegiatan sehari-hari yang mungkin tergolong remeh, akan ter-akumulasi menjadi mindset yang besar (produktif) dan baik. Pada kasus aktivitas keseharian, dalam zaman yang penuh percepatan informasi ini, kita sering terjebak pada hal-hal yang menghabiskan energi kita secara tidak sehat, dan menghasilkan kebiasaan begadang yang mengganggu.

Begadang yang sudah dilakukan berulang kali. Bangun dengan keadaan kepala pusing. Kemudian dengan perencanaan-perencanaan yang ada di kepala selama ini, tiba-tiba hilang karena tubuh kita terlampau letih. Kondisi tubuh mempengaruhi pergerakan aktivasi otak dan lain sebagainya. Hingga kita bangun, bergegas ke aktivitas berikutnya dengan sangat lesu tanpa semangat. Berujung pada tindakan negatif lainnya.

Jika sebelumnya kamu meninggalkan kamarmu acak-acakan ketika hendak beraktivitas. Coba dengan merubah kebiasaan itu, dengan bangun tidur dan merapikan tempat tidur. Pola sederhana tersebut akan mempengaruhi tindakan bangun pagi saat ini. Mungkin jika konsisten dilakukan, akan berdampak pada tindakan bangun pagi di hari setelahnya. Bahkan berkembang pada tindakan (produktif) bangun pagi lainnya, yang seterusnya akan membentuk konsistensi pola bangun pagi. Mungkin bisa memberikan tindakan positif pada aktivitas di jam-jam lainnya.

Permisalan 2:
Dari segi spiritualitas, seperti amalan-amalan pada agama, yang 'dianggap' nilai-nya kecil. Tetapi jika dikerjakan dengan tulus, kemungkinan penerimaan pahala terhadap hal tersebut sangatlah luarbiasa besar. Mungkin kalian salah satu dari penganut agama yang selalu menjalani ritual atau ibadah secara rutin. Memang sudah seharusnya dilakukan, dan normal sebagai hamba yang taat.

Untuk kali ini, ingat-ingat lagi apakah kamu pernah menyempatkan waktu untuk menanyakan apakah tetangga hingga teman terdekat-mu sudah makan apa belum? Atau baiknya, waktu yang kamu habiskan untuk mencari orang-orang yang masih kesulitan makan. Tidak menyita waktu yang lama, cukup sebentar.

Jika sudah, dari situ munculah tindakan kecil yang memupuk hal sederhana sebelumnya. Tumbuh secara perlahan, hingga mempengaruhi pada kebaikan-kebaikan kecil yang Tuhan sukai, atau justru Tuhan akan lebih sayang, jika kamu ikut serta dalam memperhatikan keberlangsungan hidup hamba-Nya. Hidup bukan tentang menjadi makhluk yang paling suci, tapi bagaimana kebermanfaatan dari tindakan kecil-mu yang berarti besar bagi mereka yang selayaknya terbantu.

Permisalan 3:
Kamu mungkin tidak percaya, tapi efek konsistensi dari tindakan kecil yang baik itu nyata. Jika kamu tersenyum kepada teman bahkan sekalipun seseorang tidak dikenal, yang sedang mengalami hal buruk di hari itu, mungkin saja senyuman itu akan menghibur mereka.

Beberapa orang mengalami hari-hari yang buruk pada beberapa hari di hidupnya. Bos yang menuntut pekerjaan tanpa perasaan. Teman kerja yang mematikan potensi diri kita karena takut tidak mendapatkan jabatan. Atau mungkin teman sekelas yang mengadu domba keburukan diri kita kepada teman yang lain. Apesnya lagi menerima nilai dibawah rata-rata dari guru yang paling kita benci.

Alih-alih membalas kasar kepada pelaku yang dianggap melakukan kejahatan, yang super duper menyebalkan. Mereka akan memiliki lebih banyak mengumpulkan kesabaran dan pilihan untuk meredam ego-setan mereka, karena senyuman dari kamu membuat suasana hati mereka lebih baik. Atau lebih baiknya, senyuman yang sebelumnya, pada saat ini atau setelahnya bisa kamu kembangkan dengan pendekatan pada mereka seperti menanyakan, "Apa ada yang bisa dibantu? Apakah hari-hari mu cukup melelahkan, coba ceritakan?", atau "Bagaimana jika kita mampir ke gerai es krim terdekat? Pikirkan, itu sederhana!

Permisalan 4:
Masih sama, pada persoalan perubahan pola tindakan kecil yang berdampak positif. Kebiasaan sederhana kali ini memerlukan "relawan pertama" yang mesti dilakukan. Setidaknya lebih baik memutus kebiasaan sederhana ini dengan pikiran, "Jika aku menyegerakan tindakan ini, orang lain mungkin akan terbantu, bahkan termotivasi".

Membuang sampah pada tempatnya adalah hal umum yang memang harus dilakukan. Tetapi muncul permasalahan, ketika kita menghadapi tempat sampah yang penuh, sehingga muncul pemikiran untuk membuang disampingnya saja. Itu tidak dibenarkan. Tindakan se-kecil meletakkan sampah, sekalipun dengan alasan penuh, mungkin saja masih ada opsi lain yang lebih baik. Mengapa?

Berfikir, “Ah penuh, buang di samping tempat sampah aja lah”. Jika kamu melakukannya. Orang yang datang setelah-mu akan melihat tindakan-mu, kemudian melakukannya tanpa banyak pikir. Saat mereka melakukannya, orang setelah mereka juga mencontoh hal serupa, dan seterusnya. Alangkah memilih opsi dengan menelepon pihak pengelola sampah untuk mengambil sampah yang penuh, atau memberikan masukan agar menambah jumlah tempat sampah yang ada (memang terkesan ribet, tapi ini demi kebaikan). Ingat, percontohan pertama adalah cerminan kemungkinan berikutnya!

Permisalan 5:
Masih pada kasus menunggu tindakan orang lain, baru kita melakukan-nya. Itu salah. Kembali pada mindset, "Aku saja yang membantu, meskipun orang lain belum membantu". Tindakan kecil yang seharusnya dilakukan itu tidak rumit dan sama sekali tidak mengganggu. Justru karena tidak dilaksanakan, akan mengakibatkan dampak negatif yang besar.

Bayangkan, “Tidak ada air yang mengalir di gedung apartemen A – D, semuanya ada 100 kamar.” Informasinya begitu. Tidak akan ada yang menelepon pihak pengelola apartemen. Karena kebiasaan menunggu orang lain bertindak, akhirnya berpikir jika air pasti hilang di setiap gedung dan orang lain juga pasti akan menelepon. Satu jam, dua jam, tiga jam. Tidak ada air.

Akhirnya kamu memutuskan untuk menelepon pihak pengelola. Jawabannya mengecewakan. Mereka tidak akan memperbaiki aliran air, karena ini mungkin merupakan masalah di apartemen-mu saja. Alasannya karena tidak ada orang lain yang menelepon untuk mengeluhkan masalah yang sama. Gila!

Jadi ada 100 apartemen yang tidak memiliki aliran air selama berjam-jam. Karena semua orang di setiap kamar apartemen menganggap tidak perlu mengeluhkan hal tersebut. Mereka berasumsi orang lain melakukan tindakan sederhana sudah lebih dulu. Maka yang bisa dipelajari, lebih baik melakukan tindakan kecil atau sederhana, tanpa harapkan apapun. Cukup lakukan saja. Entah berdampak atau tidak, tapi sejatinya tiap tindakan kecil, pun akan megantarkan kita pada dampak yang besar. Bahkan menyangkut kepentingan orang banyak.

Photo by Hillary Ungson on Unsplash

Yang dianggap tidak merubah, justru bagian-bagian sederhana secara jamak berdampak luar biasa.

Bayangkan jika ada permainan lego, dengan susunan berjuta-juta keping. Bagaimana jadinya, jika lego itu bisa tersusun secara sempurna tanpa adanya peran satu per-satu keping lego yang ada. Mustahil. Karena mereka saling terpasang. Awalnya memang satuan. Berjuta keping lego akan menjadi indah ketika mereka saling dikaitkan. Sama hal-nya dengan mindset manusia dalam menyikapi hal-hal kehidupan di dunia ini. Satu per-satu dari milyaran orang akan terlihat indah jika mereka memiliki koneksi yang sama untuk mempertahankan dan menjaga kehidupan alam semesta.

Seperti yang terjadi pada kasus mendaur ulang. Setiap kali kamu berpikir bahwa melakukan daur ulang tidak akan mengubah apa pun, ada ribuan orang yang memikirkan hal yang persis sama. Kuncinya ada pada kesamaan berfikir. Dalam hal ini membawa pada ke-positif-an. Mungkin jika masing-masing dari kalian bisa berpikir lebih optimis, “Daur ulang itu penting”, maka semua orang akan melakukan hal yang sama. Bahkan bisa saja perubahan besar sudah terjadi, setidaknya di tingkat keluarga, lokal, nasional, dan pada akhirnya dunia. Balik lagi, satu part, atau keping, atau manusia, tidak bisa dianggap remeh.

Kamu tidak harus menjadi manusia yang hidup tanpa sampah rawan pencemaran, atau bahkan menggunakan pola hidup full-organik. Cukup dengan kesadaran masing-masing yang sederhana. Jika setiap orang di antara kita melakukan apa yang kita bisa, baik secara fisik maupun mental, dan perlahan-lahan melakukan sedikit demi sedikit, tindakan kecil ke tindakan kecil berikutnya, maka dampaknya akan sangat besar. Karena meskipun satu orang saja yang melakukan perubahan, tetapi dilakukan pada saat yang sama oleh banyak orang, bahkan di seluruh dunia. Hal itu tiba-tiba menjadi hal yang jauh lebih besar.

Singkatnya, semua ini tidak ditujukan untuk memberikan citra jika diri-mu adalah yang paling benar. Bukan. Tapi bagaimana kamu (diri-mu), fokus pada diri-mu sendiri. Fokus itu mengantarkan pola berfikir-mu pada perilaku-perilaku yang tergerak. Yang kemudian mungkin saja, satu orang dan lainnya mengikuti apa yang sedang diri-mu lakukan. Kita memang tidak memiliki power yang luar biasa untuk merubah dunia. Maka, berangkat-kan dari diri sendiri saja dulu.

Juga seperti bersikap baik dengan tetangga. Entah diri-mu dibalas dengan keburukan sekalipun. Kamu harus tetap menjadi orang baik. Memberi makanan kepada tetangga, membantu mereka menyelesaikan urusan yang mungkin harus diselesaikan bersama-sama. Atau bahkan yang tidak kamu kehendaki, tapi mereka membutuhkanmu? Tidak harus dengan menggerakkan sikap atau kegiatan yang 'besar'. Cukup analisa apa saja hal kecil yang bisa kamu lakukan, yang bermanfaat bagi semua orang, dan tentu untuk diri-mu juga!

"Yang sederhana bukan berarti tidak berguna. Partikel kecil, akan menciptakan sesuatu yang besar. Hal kecil yang dilakukan oleh setiap orang, akan terakumulasi kemudian berdampak dan bernilai besar."

Komen jika ada yang kurang jelas, atau yang pernah merasakan hal seperti diatas. Thank You!

— Best Regards, Ahmad Dzaki Akmal Yuda.

--

--

Ahmad Dzaki Akmal Yuda
Komunitas Blogger M

Just sharing stories, and perspectives as outlined in writing, or you could say 'typing'. Find me on IG (@akmalyudaa).