Ulasan Buku Brand Gardener

Belajar dari pengalaman seorang expert periklanan dan branding di Indonesia

Bagus Ramadhan
Komunitas Blogger M

Newsletter

5 min readMay 25, 2024

--

Halaman sampul Brand Gardener (Foto: Bagus Ramadhan)

Baru-baru ini, saya berkesempatan membaca buku lawas “Brand Gardener” karya Handoko Hendroyono. Belakangan saya mencoba untuk menghabiskan buku-buku yang ada di rak sekaligus mencoba membuat ulasan sederhana. Kebetulan buku ini terlihat mencolok, jadi saya ambil dan baca sampai selesai.

Buku ini membahas tentang dunia branding dan periklanan. Kebetulan saat ini saya juga berkecimpung di industri pemasaran, tulis menulis dan konten jadi buku ini masih tetap berkaitan dengan pekerjaan. Berharap mendapat cukup insight meski bukunya lawas. Buku “Brand Gardener” pertama kali diterbitkan pada tahun 2013. Terbitan pertama dengan edisi khusus yang dilengkapi dengan tujuh cerita baru. Buku merupakan seri yang fokus pada pertumbuhan dan evolusi brand dari sudut pandang beliau.

Bagi yang belum tahu, Pak Handoko ini cukup terkenal di dunia branding dan periklanan di Indonesia, karena beliau adalah seorang praktisi yang berpengalaman. Salah satu karya beliau yang paling terkenal adalah film Filosofi Kopi yang bahkan untuk mendukung film ini, dibangunlah sebuah bisnis kafe dengan nama yang sama. Saat ini kafenya telah ada di beberapa kota seperti Jakarta, Yogyakarta, Medan, Bandung dan Solo.

Oke, mulai kita bahas buku beliau. Dari awal ekspektasi saya pada buku ini adalah, saya akan mendapat “panduan” tentang bagaimana menjadi seorang praktisi branding. Sayangnya, ketika saya makin dalam membaca, saya lebih merasa buku ini cenderung menyajikan banyak cerita dan kisah. Memang ada wawasan tentang dunia branding, marketing, dan kisah di balik kesuksesan sebuah brand, tapi tidak banyak. Sehingga saya kurang dapat arahan tentang bagaimana membangun jenama (Brand).

Buku ini rasanya lebih cocok untuk para praktisi yang ingin menyamakan cara berpikir ala pak Handoko sebagai praktisi branding. Dengan wawasan dan pengalaman beliau, buku ini banyak bercerita tentang kisah para perawat jenama. Buku Brand Gardener lebih banyak membahas tentang figur-figur yang Pak Handoko sebut sebagai pekebun Brand. Istilah ini mengacu pada orang-orang yang berhasil menanam, merawat, menumbuhkan, dan akhirnya memanen brand mereka hingga mencapai kesuksesan.

Beberapa Brand yang beliau sebut di buku ini antara lain:

  1. Cimory,
  2. Es Teller 77,
  3. CIMB Niaga,
  4. Akademi Berbagi,
  5. dll.

Buku ini tidak menawarkan teori-teori branding yang kaku atau referensi akademis. Itu kenapa saya menganggapnya lebih menyerupai kumpulan cerita daripada buku panduan terstruktur. Tidak ada teori-teori branding yang dijabarkan secara detail, dan juga tidak ada daftar pustaka. Sebaliknya, buku ini berisi cerita-cerita pribadi dan pengalaman nyata yang diceritakan dengan sudut pandang yang jarang orang ketahui. Bagi pelaku industri branding, pemasaran dan penjualan, beberapa cerita mungkin ada yang bisa relate.

Namun karena berisi banyak cerita pribadi Pak Handoko, buku ini juga akan terasa timeless, karena memberi cuplikan masa dan jurnal yang bisa berharga bagi kalangan tertentu. Misalnya sejarawan periklanan atau jurnalis komunikasi atau bahkan peneliti periklanan.

Dengan ketebalan sekitar 355 halaman, buku ini berisi cerita dengan halaman didesain dengan baik, dihiasi dengan ornamen-ornamen, kutipan, judul, dan ilustrasi yang membuat pembaca tidak merasa bosan. Teks yang ada pun bervariasi, mulai dari permainan tipografi dengan teks besar hingga teks kecil, yang memberikan kesan visual yang menyegarkan.

Itu kenapa menurut saya, salah satu hal yang menarik dari buku ini adalah desainnya yang artistik.

Jadi, bagi kamu yang baru terjun ke dunia branding, saran saya tidak membaca buku ini karena buku ini lebih berisi cerita-cerita daripada panduan praktis. Jika kamu mengharapkan buku ini menjadi panduan atau memberikan langkah-langkah konkret tentang cara membangun brand yang sukses, buku ini mungkin tidak sesuai harapan.

Cuplikan grafis di buku Brand Gardener (Foto: Bagus Ramadhan)

Untuk kamu yang ingin memiliki buku ini, mungkin harus berusaha lebih keras mencarinya karena buku ini sudah cukup lama diterbitkan. Saya sendiri mendapatkan buku ini dari even pameran buku dengan harga diskon dan cukup miring. Buku milik saya ini halaman-halamannya sudah menguning dan sampulnya mulai rusak, tapi sebagai barang koleksi, buku ini pantas untuk memperkaya khazanah dunia branding, marketing dan periklanan di Indonesia.

Beberapa catatan yang saya ambil dari buku ini antara lain:

  • Ternyata dulu ada yang namanya agency fee. Jadi agensi periklanan dibayar dengan patokan harga tertentu terlepas dari performa kampanye. Sedangkan sekarang, agensi juga dituntut untuk mencapai penjualan, lalu bayaran juga berdasarkan persentase pencapaian kampanye. Itu kenapa, menurut Pak Handoko, agensi juga harus punya passion untuk mengejar hasil untuk bisnis klien, bukan sekadar bergairah mengerjakan sisi kampanye kreatif.
  • Itu kenapa menurut beliau zaman awareness sudah lewat, solusi komunikasi yang berdampak pada bisnis lebih dibutuhkan Brand.
  • Pak Handoko juga mengingatkan tujuan utama agensi periklanan adalah untuk mendapat simpati publik, bukan untuk memuaskan keinginan Board of Director.
  • Dengan storytelling, setiap pemasar dan pelaku periklanan bisa membuat produk dan layanan menjadi menonjol dan menarik. Menurut beilaiu setiap praktisi branding harus bisa storytelling.
  • Entah ini cuma anekdot atau empiris, tapi Pak Handoko juga mengungkap kalau membuat event Brand itu paling baik dilakukan pada hari Kamis.
  • Menurut Pak Handoko, karya yang paling fenomenal adalah agama.
Cuplikan grafis di buku Brand Gardener (Foto: Bagus Ramadhan)
Cuplikan grafis di buku Brand Gardener (Foto: Bagus Ramadhan)

Kesimpulannya, “Brand Gardener” menawarkan sesuatu yang berbeda dari literatur branding pada umumnya. Buku ini lebih fokus pada storytelling dan sisi manusia di balik kesuksesan brand daripada metode empiris atau panduan yang kaku. Meskipun mungkin tidak menyediakan strategi yang jelas, buku ini memberikan wawasan tentang aspek branding yang kurang terlihat namun sama pentingnya.

Apakah saya merekomendasikan kamu ntuk membeli buku ini? Sejujurnya saya agak so so dengan buku ini. Dari aspek sejarah, buku ini masih cukup menarik dibaca bertahun-tahun setelah diterbitkan. Bagi saya pribadi, yang semakin gemar mengarsip dan membangun bank kutipan serta informasi, buku ini tetap penting.

Namun dari segi insight panduan industri periklanan, buku ini kurang relevan untuk konteks sekarang. Tidak ada studi kasus atau cerita periklanan yang jaraknya dekat. Teknologi-teknologi periklanan yang disebutkan juga telah tertinggal dan berbeda. Jadi, saran saya sesuaikan dengan tujuanmu sebagai pelaku industri periklanan.

Untuk peringkat atau rating, saya mulai mengurangi menggunakan angka untuk sebuah ulasan. Ini menghindari bias dan juga penilaian kuantitatif yang sering kali tidak ada dasarnya. Itu kenapa saya lebih utamakan penilaian naratif dengan harapan kamu sebagai pembaca bisa menyimpulkan sendiri.

Sekian yang bisa saya ulas dari buku Brand Gardener karya Handoko Hendroyono. Terima kasih semoga bermanfaat.

Jika kamu merasa konten seperti ini bermanfaat, kamu bisa dukung saya dengan memberi tip melalui laman NJB. Saya berkomitmen untuk terus bisa menghasilkan karya yang terbuka tanpa halangan langganan atau keanggotaan.

--

--

Bagus Ramadhan
Komunitas Blogger M

Content Performer with over 7 years experience, I've led content teams for 10+ tech brands, achieving 500,000+ traffic. Reach me at bagusdr@teknoia.com.