Tentang Hidung, RSUI dan Terapi Sinusitis

gempa bumi kecil
kulawarga
Published in
8 min readJul 7, 2019

Hai. Selamat pagi semuanya.

Aku ingin berbagi cerita mengenai perumahsakitan. Jum’at lalu aku sempat konsul ke dokter spesialis di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RS UI) dan ternyata, banyak DM masuk bertanya tentang RS UI.

Mulai dari pelayanan, biaya, sampai ketersediaan dokter. Jadi, aku mungkin akan bercerita tentang pengalaman dan pelayanan yang kudapatkan dari RS UI. Barangkali ada yang punya keluhan sakit sepertiku juga, semoga bisa memberi sedikit informasi.

Nah, hal pertama yang sangat perlu digarisbawahi adalah, kita nggak bisa menyamakan kondisi dan kebutuhan medis satu orang dengan orang lainnya. Rekam medis setiap orang berbeda, penanganan yang tepat untuk tiap orang juga berbeda.

Ada yang dipijat bisa sembuh, dikerokin bisa sembuh, minum herbal bisa sembuh, ada yang memang harus penanganan medis di rumah sakit.

Jadi, kita gak bisa tuh bilang, “ alah, cuma demam gitu doang mah minum panadol sama tidur juga sembuh.”

Ngapain sih ke rumah sakit, buang buang duit. Pilek mah tinggal makan yang bener, tidur, minum air anget juga besok sembuh.”

“Lo jatoh keseleo? ngapain ke RS, Cimande aja kali. udah banyak terbukti sembuh.”

Aku, sering buanget tuh dapet komentar gitu. Ya mungkin memang karena nggak semua orang bisa simpati dengan rekam medis orang lain. Puji syukur kalau memang dengan istirahat ada yang segera pulih, tapi ternyata, aku termasuk yang butuh penanganan medis untuk beberapa kasus.

Ya kalau semua hal bisa sembuh dengan “yang penting makan dan tidur” apa gunanya ahli medis di dunia ini?

Beberapa minggu terakhir, kondisi kesehatanku sedang melemah. Puncaknya, selama hampir seminggu aku kehilangan suara, indera penciuman kacau dan pengecapan mati rasa, sakit kepala parah, sesak napas, sampai demam tinggi.

Sudah dicoba konsumsi air lemon bergelas-gelaspun nda reda. Sementara kegiatan luar ruang sedang penuh dan tubuh dipaksa beraktifitas. Jadilah rubuh.

Kamis sore, demamku mencapai 39°C. Aku naik bikun dari Fisip ke ke Klinik Makara untuk pertolongan pertama. Sampai di sana, aku bertemu dokter umum dan cerita tentang simptom yang kurasakan, dokter langsung bilang, “Saya rasa kamu salah ke sini, kamu harus langsung ke spesialis THT”.

Dokter lalu memeriksa detak jantung dan tarikan napas, lalu menekan beberapa titik di wajah dan kepalaku.

Sinusitis

Sekali lagi dokter bilang, “Saluran sinustismu bermasalah. Ke Spesialis THT segera. Segera ya! Minta rontgent. Kalau memang ternyata sudah harus operasi, operasi segera. Spesialis THT lebih tahu karena alat di rumah sakit lebih lengkap. Saya nggak berani ngasih kamu obat atau antibiotik. Saya kasih penurun demam saja dulu. Kamu segera ke THT ya.”

Semalaman kemudian, aku dibantu @risaulfah_ berpikir mau ke RS mana. Risa menyarankan ke Graha Permata Ibu. Tetapi setelah menimbang, akhirnya aku memilih RS UI saja; yang terdekat dibanding harus ke Mitra Keluarga (biasanya aku ke RS Mitra). Dan alhamdulillah, karena RS UI punya spesialis THT — Alergi Imunologi, kurasa lebih pas dengan simptomku.

Hari itu Risa membuatkan teh madu dan kayu manis, sup jamur dicampur udang dan cengkeh, lalu buah-buahan dan lemon, juga teh moringa. Risa terbaik lah luar biasa, penyelamat, masya Allah!

Rumah Sakit Universitas Indonesia

Esoknya datanglah kami ke RS UI.

Setelah masuk ke dalam gedung, kita akan diarahkan ke bagian pelayanan pendaftaran. Di sana akan diberikan form untuk dibaca terkait hak dan kewajiban. Salah satunya dilarang mendokumentasikan seluruh proses tindakan medis rumah sakit. Ditanya juga apakah menggunakan asuransi atau umum, civitas UI atau non-UI.

Setelah mendaftar di lantai 1, aku diarahkan ke poli THT di lantai 2. Naik ke lantai 2 melalui lift kaca yang ada musiknya. Hahaha.

Di lantai 2, menunggu sebentar, lalu disambut oleh salah satu Nurse. Ya, di sini menyebutnya bukan ‘suster’ tapi ‘ nurse’. Para nurse akan memperkenalkan diri duluan seperti ini: “Selamat sore. Terima kasih sudah menunggu. Mohon maaf agak ramai ya. Perkenalkan, saya nurse (sebut nama)…” dan seterusnya. Para nurse melakukan ini ke semua pasien.

Lalu nurse memberi selembar catatan yang harus kuisi tentang rekam medisku yang bersifat genetik. Dari golongan darah, pengalaman transfusi, pernah menderita penyakit apa, pernah mengalami depresi atau stress, atau di keluarga ada riwayat penyakit apa. Pilihannya tersedia, kita tinggal mengisi ceklist saja.

Nurse menjelaskan, semua itu adalah kemungkinan genetik yang bisa berpengaruh pada kondisi kesehatan kita. Tentu ini akan memudahkan diagnosa selanjutnya. Ini juga alasan mengapa rekam medis kita penting untuk anak keturunan kelak.

Setelah selesai, nurse melakukan cek tensi darah, suhu tubuh, berat badan dan tinggi badan, lalu diarahkan ke ruang dokter.

Dr. Niken

Aku bertemu dengan dokter Niken. Beliau spesialis THT untuk Alergi Imunologi.

Aku selalu dibiasakan untuk memahami kondisi tubuh sendiri, seberapa kuat daya tahannya, di bagian mana ada rasa sakitnya, kapan alerginya, sedang bagaimana kondisi imunnya dan sebagainya. Nah, imunitasku memang cenderung lemah. Aku mudah alergi kalau terkena udara, debu, air, polusi atau kalau kulit tersentuh benda asing. Termasuk untuk perkara pernapasan ini. Itulah mengapa aku sengaja memutuskan datang ke spesialis THT — Alergi Imunologi.

Mendengar simptomku, dr. Niken langsung bisa mendiagnosa: “Kamu kemungkinan besar, pasti sinusitis. Cuma kita perlu cek, sudah separah apa dan yang terkena sinus rongga mana.”

dr. Niken mengeluarkan alat untuk mengecek kondisi telinga, hidung dan tenggorokan. Lalu untuk tindakan selanjutnya, dr. Niken menyarankan untuk rinoskopi (endoskopi organ hidung).

Kalau kelak kalian memeriksakan diri ke spesialis THT, kalian mungkin dikenalkan pada beberapa tindakan medis untuk mendeteksi kondisi rongga sinus. Bisa rinoskopi atau studi citra (rontgent, CT scan, MRI). Dan sebenarnya pasien bisa memilih metode penindakannya.

Pertimbanganku memilih rinoskopi lebih dulu ada beberapa: Pertama, rinoskopi memberikan hasil foto yang riil langsung dari kamera yang menyusuri rongga, jadi bisa terlihat jelas apakah di dalam rongga sinus ada pembengkakan, rongga mana yang bermasalah, seperti apa pengendapan mucus di dalamnya, juga seperti apa konsentrasi keparahannya.

Kedua, karena mataku sensitif sekali pada cahaya dan silau, aku khawatir kalau rontgent sinus jelas sinarnya akan dekat dengan mata, tapi mungkin kalau dibutuhkan bisa saja ambil tindakan rontgent. Ketiga, endoskopi memang setahap di atas rontgent untuk hasil pemeriksaan yang lebih detail.

Nah, aku diminta pindah ke ruangan tindakan. Di sana tersedia Endoskop (alat untuk endoskopi) lengkap dengan monitor besarnya. Risiko pada tindakan endoskopi tergantung pada masing-masing pasien dan pada bagian organ mana endoskopi dilakukan. Tanyakan dulu pada dokter apa risikonya, karena nyeri, luka atau pendarahan bisa saja terjadi.

Kemarin, endoskopiku dilakukan tanpa bius lokal. Jadi memang geli geli nyeri gitu rasanya dimasukkan alat sampai ke dalam kepala. Harus tahan napas atau bernapas lewat mulut. Karena kalau lewat hidung, kameranya bisa buram kena uap air. Pastikan jiwa ragamu tenang saat mendapat tindakan medis, ya.

Nah, dari hasil pemeriksaan, terlihat ada beberapa pembengkakan dan pengendapan di rongga sinus. Tapi dr. Niken baik, beliau tidak menyarankan operasi selama aku rajin terapi dan menghindari penyebab kambuhnya sinusitis.

Seringnya, sinusitis memang punya pemicu, jadi yang paling utama ya hindari pemicunya, segera tangani bila terpicu, karena kalaupun sudah operasi tapi masih sering terpapar pemicu akan terus saja bermasalah, kecuali pemicunya adalah fakor kondisi fisik rongga sinus.

Dalam jangka pendek dua minggu kedepan, dr Niken memberi beberapa obat dan terapi. Sebelum itu, aku diarahkan ke farmasi untuk mengambil obatnya. Daaan, kusuka farmasinya baik sekali. Sangat ramah dan menurutku ahli. Karena dia mau menjelaskan semua kandungan obat sampai ke efek samping penggunaannya.

Aku bertanya detail ke mbak apoteker tentang jenis obatku, kandungannya apa saja, fungsi zat kandungannya untuk apa, merk dagang selainnya, indikasi khususnya, efek sampingnya, generik non-generiknya, bahkan berbaik hati diberi semua copy resep dengan keterangan jangka waktu pengobatan.

Jadi bisa kucatat untuk rekam medis pribadi tapi nggak sembarangan bisa ditebus di luar, tergantung jangka waktu pengobatan. Bahkan untuk obat yang bisa dibeli di luar, mbak apoteker menunjukkan bentuk dan kemasannya bagaimana, supaya nggak bingung. Ini mbaknya kuliah farmasinya beneran lulus deh.

Selesai dari farmasi, aku dipersilahkan naik kembali ke ruang dokter untuk diajarkan praktik pembersihan saluran sinus. Yaitu menggunakan cairan infus (sodium chloride, NaCl non pirogen), dimasukkan ke dalam hidung dengan syringe (suntikan) yang sudah dicabut jarumnya, lalu dilanjut dengan nasal spray Avamys.

Avamys sendiri termasuk golongan obat keras yang penggunaannya di bawah pengawasan dokter. Jadi, nggak semua keluhan yang mirip sinusitis metode pengobatannya sama ya.

Terapi Sinusitis

Banyak yang bilang bisa dengan terapi air garam untuk menggantikan cairan infus. Tapi untuk beberapa kasus, hindari takaran garam yang berlebih dan jangan gunakan air mentah, karena kita nggak tahu ada bakteri apa di dalamnya dan seberapa sensitif rongga sinus kita. Terapi ini sebenarnya baik, nggak hanya untuk penderita sinusitis, tapi juga untukmu yang alergi atau sekadar ingin membersihkan rongga hidung.

Nah selain itu, kalau kamu punya keluhan rhinitis atau sinusitis, yang perlu dilakukan adalah hindari penyebab alergi dan tingkatkan imun. Penyebab alergi tiap orangpun berbeda. Aku alergi terhadap debu, udara, polusi, air, dan sinar matahari berlebih. Kalau tekanan udara dan polusinya udah mulai nggak sehat, tubuhku rentan jadi sulit bernapas. Kayak nggak nyampe aja udaranya ke paru-paru.

Jadi harus memastikan tempat tinggal, pakaian, air semuanya bersih. Teman-temanku sering bilang kamarku bau rumah sakit karena bersihin lantainya pakai disinfektan, bukan superpel wewangian 😂

Hindari polusi dan asap di luar ruang. Pakai masker sangat dianjurkan. Meskipun bahkan aku bisa alergi sama masker, karena masker dipakai keluar kan menyimpan debu.

Intinya, kita sangat perlu mengenali sensitifitas dan daya tahan tubuh kita. Sakit atau sehat, pencegahan jauh lebih baik.

Dari semua pelayanan, diagnosa, dan tindakan dokter yang kudapatkan di RS UI, menurutku RS UI terbaiklah! Pelayanannya ramah, dokternya cerdas nggak nakut-nakutin dan apa adanya, bersedia praktekin langsung cara pengobatan lagi.

Farmasisnya ahli dan bisa menjelaskan semua detail obat dengan baik. Oh, dan bahkan, aku diperbolehkan mengambil soft copy rekam medis via email! Ini penting, karena suatu ketika di kota lain misalnya harus penindakan, aku punya rekam medisku sendiri. Gak bisa tipu tipu~

Menurutku, RS UI adalah RS dengan pelayanan terbaik yang pernah kuterima. Semua pelayanannya dari pendaftaran hingga farmasi super ramah, menjelaskan dengan sangat baik, dan mau menjawab hingga detail.

Untuk biaya bagaimana?

Bagiku yang beberapa kali bolak balik rumah sakit berbeda, aku ingin bilang RS UI pelayanan dan biayanya sangat sepadan! Bahkan cenderung terjangkau dibanding rumah sakit lain yang pernah kucoba. Aku pernah stay di UGD saja habis banyak. Diberi antibiotik injeksi 500 ribu perkantung, atau konsul orthopedi berulang dan pasang gips berbiaya luar biasa. Tapi RS UI membuatku menangis bahagia.

Aku sangat menghargai pelayanan, pemeriksaan dokter dan farmasi di RS UI. Kita tahu punya keahlian medis dan para pendukungnya ini nggak mudah. Mereka luar biasa.

Nah untuk yang kemarin tanya ada dokter apa saja di RSUI, kita bisa lho download daftar dokter berikut jadwalnua dari website RS UI. Ini juga yang biasanya sulit kutemukan di RS lain. Nggak semua website rumah sakit berjalan dengan semestinya, website embassy aja kadang membingungkan.

Kunjungi website RS UI untuk tahu ada poli apa saja, dokternya siapa saja, spesialisasinya apa saja dan jadwalnya kapan saja.

RS UI saat ini juga memberi potongan harga lho, 5% untuk umum dan 10% untuk civitas UI.

Kebetulan juga banyak yang masih mengira RS UI sangat mahal karena bangunannya yang mevvah, dokternya yang pro semua, atau karena masih baru berdiri. Positifnya, karena itulah RS UI masih sepi. Jadi nggak banyak antre. hehehe.

Kalau setelah ini kamu memutuskan berobat ke RS UI, silakan persiapkan diri dan cari informasinya. Semoga lekas sembuh 🙂

Rumah Sakit Universitas Indonesia

Originally published at https://kulawarga.id on July 7, 2019.

--

--

gempa bumi kecil
kulawarga

Kunjungi FIKSIOMA untuk publikasi fiksi dan WRITHERAPY untuk refleksi diri.