The Uncool Prodigy : Nuran Wibisono Between Rock and Journalism

laksmono
Kultur Ekstensif
Published in
7 min readSep 17, 2021

The Uncool Prodigy. Thought this byname will fit the figure of Nuran Wibisono. Just like William Miller in Almost Famous, he freely fell for gleam rock and hair metal. His enthusiast about music and stuff bring him down to the world of journalism.

Get through all the talk our team had with Nuran Wibisono.

First thing first, boleh dong mas perkenalan diri dulu, siapa sih Nuran Wibisono itu?

Well, nothing much about me. I’m a writer. Untuk sekarang aku nulis di Tirto. Aku lahir di Lumajang tapi masa kecilku hidup di Jember. I’m a gleam rock and hair metal fanboy. Aku sudah menerbitkan 2 buku, yang pertama Nice Boys Don’t Write Rock N Roll tahun 2011 dan yang terbaru Selama ad Sambal Hidup Akan Baik Baik Saja. Itu aja sih perkenalannya.

When did you first step into journalism? Apakah ada suatu titik yang menjadi turning point mas Nuran and stick with it?

Jadi waktu S1 dulu aku ambil Jurusan Sastra Inggris. Ketertarikan untuk menulis memang sudah ada sebelumnya. Waktu kuliah itu aku coba masuk UKM Pers, Tegal Boto namanya. Kenapa masuk situ? Alasannya, ya biar nggak ketemu orang yang itu-itu aja.

Long story short, setelah aku kirim tulisanku kemana-mana, ada satu orang, mas Philips Jusario dari Jakarta Beat minta aku nulis disitu. Itu sekitar tahun 2008. Wah seneng banget dong, tulisanku mulai dimuat juga di Rolling Stones Indonesia. Aku ingat awal-awal itu sempat nulis juga tentang The Brandals.

Mungkin itu ya turning point ku. Berangkat dari hobi menulis dan kecintaanku soal musik dan juga apresiasi terhadap tulisanku yang sudah terbit, aku memutuskan untuk jadi seorang jurnalis musik. Then is just,

“…like why not, do some stuffs you like and get paid.”

Kemudian keputusan itu menjadi career choice ku untuk menjadi seorang jurnalis musik.

Would you give us a hint about living a life as a journalist?

Kalo kita lihat, the world of journalism is changing. And this thing affects you as a writer or journalist. Ritme dan intensitas penulisan yang cepat, you might worry about SEO, views atau insight dari tulisan yang kamu buat. It seems that we’ve a little time to improve our skill or formulate some well-deep research.

But after all, there’s a bright side of it. Kamu punya kebebasan nulis apa saja yang kamu mau. Punya akses untuk ketemu musisi yang kamu suka. Misal nih, bisa randomly chatting whatsapp sama Ahmad Albar, kayak gitu sih. Though, i may say that this industry is a bit shaky for now. Industri musik ini agak goyah dan secara iklim sudah jauh berbeda. But it still fun to be involved.

“Misal nih, bisa randomly chatting whatsapp sama Ahmad Albar…”

Boleh cerita sedikit mas pengalaman jadi Writer Residencie di London.

Soal itu aku jelasin sedikit ya. Jadi itu program dari Komite Buku National, dimulai around 2016. Dengan tema tema tertentu, penulis yang terpilih diberangkatkan residensi untuk research, nulis dan semacam itu. Dari awal program itu dibuka, aku udah daftar. Setiap tahun coba apply dan baru di tahun 2019 aku dapat kesempatan untuk berangkat ke London. Sehubungan dengan itu, aku ngelanjutin research untuk Master Degree ku yang, mainly mengangkat perihal “festival musik sebagai tourism alternative choice”. Jadi tuh ke London buat datang ke festival musik. Sayangnya sih, baru bisa sampai sana akhir Oktober, tanggal 31. Udah masuk musim dingin dong, jadi pilihan music festivalnya cuma dikit dan akhirnya memutuskan untuk datang ke London Jazz Festival. Sebenernya banyak yang lain, semisal aja sampai di London lebih awal. Ada Glastonbury, Reading Festival juga, but what can i do. Bagaimanapun, dua bulan di London is such a priceless experience buat aku.

Selain menghadiri festival musik, Nuran Wibisono berkesempatan untuk berkeliling, mencoba kuliner lokal dan juga singgah ke beberapa record store.

Is there any particular approach to write music journals, article of sorts? Apakah ada pendekatan khusus?

Kalo ditanya apa ada particular approach, aku kira nggak ada ya. Semua itu berubah ubah dan tidak ada patokan pasti bagaimana aku secara pribadi harus menulis sesuatu dengan ini itu, nggak ada. It’s all changing as the time goes by. Dari bacaan kamu yang bertambah, atau pengaruh lingkungan, yang terpenting adalah how you state you argument or opinion dengan jelas dan berdasar.

“…how you state you argument or opinion dengan jelas dan berdasar.”

Tapi ada satu hal yang selalu aku pegang. Pesan dari senior saya, mas Taufik Rahman, bahwa menulis tentang manusia selalu menarik. What’s behind “People Are Strange”, pasti ada cerita kenapa Jim Morrison menulis itu. Bagaimana dia memandang dunia, maka itu manusia adalah objek yang menarik untuk ditulis.

“…menulis tentang manusia selalu menarik.”

How you keep your step in track in relation with writing and stuffs? By the time, apakah ada perubahan dari gaya penulisan mas Nuran?

Biar bisa keep in track, satu hal aja sih, you have to work as a professional. Karena itu pilihan yang sudah diambil, i gotta responsible for my own choice, yang kupilih secara sadar. Karena kamu sudah dibayar and you make a living from that, just work professionally.”

Kalau soal perubahan gaya penulisan, seperti yang aku bilang, hal itu selalu perubah. Pernah pada suatu masa, aku ingin seperti Lester Bang dengan kata-kata tajam dan olok-olokan, humor dan lain-lain. Waktu itu, aku pikir hal-hal seperti itu yang membuat penulis jadi kere, padahal ya nggak. Coba bandingin aja, tulisanku di awal 2008 dan 2020. Karena semakin ke sini, menurutku yang membuat kamu keren sebagai penulis adalah opinimu yang berbeda namun berdasar, bukan lagi soal olokan.

“…menurutku yang membuat kamu keren sebagai penulis adalah opinimu yang berbeda namun berdasar…”

What music you listen the most? or How big you love hair metal?

Sebenernya aku mengkonsumsi semua itu. Apa aja, mulai dari blues, SRV & Double Trouble, trash metal, tapi yang wajib pasti gleam rock dan hair metal. Ada dua momen that make me fall for music. Yang pertama, waktu almarhum ayah beliin kaset Dewa 19 yang Pandawa Lima. Dan yang kedua waktu aku smp, om ku ngasih kasetnya si Skid Row. Yah itu sih mulanya, aku trace back ke era 80s dan aku nemu Motley Crue. Momen seperti itu sih yang susah dilupaain.

NICE BOYS DON’T WRITE ROCK N ROLL, obsesi dan narasi apa yang ingin disampaikan mas Nuran?

Sebenernya nggak ada obesesi atau narasi khusu ya. Itu semua kumpulan tulisan yang menggambarkan kecintaanku terhadap musik dan band yang aku suka aja. Purely fan-boying aja, itu bukan journalistic at most.

“Purely fan-boying aja, itu bukan journalistic at most.”

Inspirasi dari catchphrase “Nice Boys Don’t Write Ronk N’ Roll” itu apa mas?

Itu dari lagu Guns N Roses yang Nice Boys di The Spaghetti Incident”. Ada lirik seperti ini, “nice boys don’t play rock n roll.” Dan itu adalah kontradiksi dalam cerminan kepribadiaanku. I don’t do stuff rock stars do, seperti drug, nggak riwayat hubungan dengan banyak wanita. Aku iki cupu, uncool lah. Tapi itu bukan berati aku tidak boleh menikmati rock, atau menulis tentang itu, lalu jadilah phrasa itu.

“I don’t do stuff rock stars do…”

As you see the mass media takes another shape by the time going, any word about this “media shifting”?

“Hal ini nggak bisa dihindari, it’s an inevitable cycle, you gotta live with it. Digital kill analog or tv kill radio stars, itu semua belum tentu. Semua akan tetap hidup dalam skalnya masing-masing. But inevitable cycle, tapi nggak juga. Semua akan tetap hidup dalam skalanya masing masing.”

“Semua akan tetap hidup dalam skalanya masing masing.”

Would you give some words about how Indonesian Music Industry is spinning around right now?

Aku rasa musik Indonesia terus berkembang ya. Dalam arti general, semua orang sekarang memiliki pengetahuan yang sama perihal music production, recording dan lain lain, jadi industrinya lebih open. Distribusi pengeatahuan soal musik juga bagus, dari yang tua ke muda. Bahkan kalo sekarang dilihat, orang lama pada belajar ke yang muda. Soal demam vinyl, beberapa tahun ini, itu mungkin karena para muda-mudi ini bisa melihat demand yang ada. Secara keseluruhan, industri musik di Indonesia terus berkembang.

“Secara keseluruhan, industri musik di Indonesia terus berkembang.”

Perlu nggak, ya perlu, tapi juga harus maintain. Jauh dari ideal, museum digital, irama nusantara, nutuk tribute, dibikinin pameran.

Untuk mas Nuran, apa sih musik itu?

Music is the thing that make your life enjoyable. Somethings that keeping you alive, at some point music is the reason to continue the living. Aku masih pengen besok bangun dengerin GNR, Skid Row, semaca itu sih musik buat aku. It saves millions people. Musik juga mengajarkan cinta, bukan hanya manusia dengan manusia, tetapi juga manusia dan karyanya.

Somethings that keeping you alive…It saves millions people

Any words for all of the people out there who strive to be a writer?

Yang pertama pasti dedikasi terhadap apa yang kamu suka dan lakukan. Karena ini rahasia umum, jurnalis susah kaya. Mungkin untuk hidup bisa, tapi untuk kaya bakalan susah. So dedication will pay it off. Lakukan perkerjaanmu layaknya kamu senang-senang. Dan juga, jangan menganggap dirimu besar. Merasa diri jurnalis dan memiliki influence yang besar, itu tidak betul. Lo nggak usah ngerasa penting, santai wae. That will keep you low and it’s good for your personal improvement.

Last nih mas, please named top 5 album, local and internatioanl.

Ini aku buat list aja ya. Untuk international ; Appetite for Destruction — Guns N Roses, Slave to The Grind — Skid Row, XYZ(Self Title) — XYZ, John Mayer — Continuum, Sgt. Pepper’s Lonely Hearts Club Band — The Beatles.

Kalo buat lokal agak susah sih ya ; Visible Idea of Perfection — The SIGIT, Audio Imperialist — The Brandals, Kisah Klasik Untuk Masa Depan — Sheila on 7, Ningrat — Jamrud, Album 1,2,3 — Slank

Follow Kultur Ekstensif

Instagram | Spotify

--

--