5 Cara Mengembangkan Produk Digital Menggunakan Design Thinking

Dea Chandra Marella
Labtek Indie
Published in
5 min readJul 25, 2018

Sebagai perusahaan riset dan pengembangan (R&D) produk-produk digital, Labtek Indie kerap menemui banyak tantangan dalam memastikan produk digital yang dikembangkan memiliki nilai tambah yang bermakna bagi penggunanya. Tantangan tersebut dimulai sejak proses pendefinisian masalah sampai dengan proses desain dan pengembangan software.

Secara umum, terdapat dua ketidakpastian dalam proses pengembangan produk baru, yaitu demand uncertainty dan technological uncertainty. Untuk mengatasi hal tersebut, metode kreatif design thinking dapat membantu mengurangi ketidakpastian demand melalui proses iteratif dan non-linear dalam menemukan apa yang sebenarnya “on demand”.

Design thinking merupakan metode berpikir kreatif yang digunakan untuk memecahkan berbagai macam permasalahan dengan berfokus pada pengguna. Banyak kita jumpai berbagai referensi mengenai bagaimana design thinking digunakan dalam peristiwa pivot produk digital besar dunia. Melihat bagaimana manfaatnya, beberapa perusahaan maupun lembaga mulai mengadopsi framework ini, untuk melakukan problem solving dalam organisasinya.

Design thinking dianggap sebagai tool penting untuk berinovasi tidak hanya pada kalangan startup tapi juga enterprise dan dunia akademik. Berdasarkan data yang diperoleh dari Google Trend untuk pencarian kata kunci design thinking, nampak pola fluktuatif, puncaknya nampak terlihat jelas pada tahun 2016. Fakta tersebut dapat diinterpretasikan bahwa adopsi design thinking di Indonesia masih belum menemukan tanda-tanda penerapan yang substansial.

Sepanjang pengalaman Labtek Indie menggunakan design thinking, kami juga menemukan tantangan yang sama. Kami menyadari bahwa design thinking bukanlah sekadar dinding yang dipenuhi sticky notes atau paper prototype belaka, lebih dalam lagi, design thinking adalah sebuah framework fleksibel yang memanfaatkan berbagai metode desain untuk menyelesaikan masalah yang berfokus pada manusia. Sehingga muncul pertanyaan selanjutnya “Bagaimana sebenarnya kita bisa mendapatkan value dari penggunaan design thinking melalui implementasi metode yang tepat serta kapan harus menggunakan metode yang mana dan untuk mencapai apa?”

Labtek Indie sendiri pertama kali menggunakan design thinking pada tahun 2013, sejak itu kami terus menerus bereksperimen menggunakan framework design thinking dan bahkan “menyalahgunakannya” sampai kami mendapat banyak insights bagaimana menggunakan design thinking yang baik dan tepat. Setelah beberapa tahun kami bereksperimen dengan design thinking, kini kami menyoroti 4+1 metode desain yang kami anggap paling krusial dalam mengembangkan produk digital, yaitu co-creation, in-depth interview, design sprint, usability testing dan scrum sprint.

4+1 Processes and its deliverables

Pada dasarnya proses software development dapat digambarkan seperti ilustrasi berikut:

Ilustrasi 1: Proses waterfall

Ilustrasi di atas disebut sebagai proses waterfall, kini proses tersebut telah tergeser dengan proses Agile software development yang lebih populer dan relevan dengan kondisi saat ini. Pada ilustrasi 1, separuh dari proses awalnya merupakan peluang yang baik untuk menerapkan design thinking.

Dalam mengembangkan produk digital, sangat penting untuk melakukan proses yang disebut dengan design research, yaitu sebuah proses penelitian untuk menentukan “user requirement”, “system requirement” dan “program design” sehingga ketika software tersebut dibuat (masuk fase coding), kita dapat mengurangi risiko kesalahan dalam membuat software yang tidak memiliki demandnya.

Ilustrasi 2: Bagaimana Labtek Indie mengimplementasi Design Thinking untuk mengembangkan produk digital

Untuk mengatasi hal tersebut, kami mengurasi lima metode yang kami highlight untuk melakukan pengembangan produk digital sesuai dengan fase pengembangannya, kelima metode tersebut adalah:

1. Co-Creation

Co-Creation adalah sesi workshop singkat yang melibatkan berbagai stakeholder untuk mencoba melakukan proses ideasi bersama. Proses ini memanfaatkan perbedaan sudut pandang yang saling melengkapi. Dalam sesi ini pengguna, product owner, designer, tim developer dan stakeholder lainnya dipertemukan untuk melakukan proses diskusi kreatif guna menjawab hal-hal mendasar terkait produk Anda, seperti; Apa fokus masalah yang ingin kita jawab? Seperti apa segmen pengguna yang kita sasar? Bagaimana konsep dasar solusi yang ingin kita tawarkan? Fitur-fitur apa saja yang harus ada dalam sistem yang kita bangun?

Melalui workshop ini, peserta tidak hanya melakukan diskusi verbal namun juga melakukan proses dialog interaktif melalui proses pembuatan prototype.

Fase: Design Thinking, Ideation, Defining, Prototyping
Partisipan: End User, Stakeholder & Design Team
Kebutuhan: Sticky Notes, Paper, Pen
Output yang dihasilkan dari metode ini adalah:

  • Problem Definition
  • Customer Persona
  • Customer Journey
  • Low-Fidelity Prototype
  • Product Backlog

2. In-Depth Interview

Memahami kebutuhan pengguna merupakan bagian terpenting dari pengembangan produk. Produk yang baik adalah yang datang dari wawasan mendalam. Untuk mendapatkan wawasan tersebut maka dilakukanlah proses dialog dengan pengguna secara langsung. In-Depth Interview adalah metode riset kualitatif wawancara dengan melibatkan reponden dari spektrum ekstrim yang berbeda untuk memberikan insight yang komprehensif. Workshop extreme lense dilakukan untuk mendapatkan segmentasi responden yang tepat sesuai dengan objektif yang diharapkan.

Fase Design Thinking: Empathizing
Partisipan: End User & Researcher
Kebutuhan: Buku catatan, alat menulis dan kamera
Output yang dihasilkan dari metode ini adalah:

  • Customer Insights

3. Design Sprint

Design Sprint adalah proses pembuatan desain dalam bentuk medium fidelity prototype yang berlangsung selama 5–10 hari kerja. Bentuk yang termasuk ke dalam medium fidelity prototype biasanya adalah desain user interface dan mock-up interaktif yang menggunakan software desain dalam pembuatannya. Design Sprint dapat membantu menajamkan user experience design dari software tersebut sebelum terjun ke fase pengembangan berikutnya (coding)

Fase Design Thinking: Prototyping, Testing.
Output yang dihasilkan dari metode ini adalah:

  • UI & UX Design
  • Medium Fidelity Mockup
  • Interactive Mockup

4. Usability Testing

Usability testing adalah suatu proses pengujian oleh pengguna yang bertujuan untuk menghasilkan data yang dapat dijadikan bukti bahwa produk yang telah dibuat dapat digunakan dengan baik oleh penggunanya. Pengujian ini akan membantu memvalidasi asumsi desain serta memastikan bahwa produk telah didesain sesuai dengan kebutuhan penggunanya.

Fase Design Thinking: Testing.
Output yang dihasilkan dari metode ini adalah:

  • UI & UX Design Audit/Validation

5. Scrum Sprint

Scrum sprint adalah metode pengembangan software, dilakukan secara iteratif dan terus menerus, umumnya dilakukan sekitar 2 minggu setiap iterasinya. Sprint scrum diawali dengan rapat perencanaan sprint, yaitu dengan menetapkan dan mengidentifikasi serta perkiraan komitmen tujuan sprint yang dibuat. Kemudian pemilik dan tim produk memutuskan apa saja yang akan dikerjakan dalam satu sprint, untuk kemudian selama 2 minggu tersebut tim akan fokus menyelesaikan fitur-fitur yang sudah ditetapkan dalam sprint backlog. Scrum sprint mengakomodir perubahan desain ataupun fitur, namun tetap dalam koridor prioritas yang perlu diputuskan bersama antara klien dan product owner.

Fase Design Thinking: Prototyping
Output yang dihasilkan dari metode ini adalah:

  • Functional Software (High Fidelity Prototype)

Manfaat yang akan didapatkan jika pengembangan produk digital dilakukan melalui kombinasi metode tersebut adalah:

  1. User-centered - meminimalisir risiko membuat produk yang salah (tidak sesuai dengan kebutuhan user).
  2. Agile Mindset - mendapatkan keunggulan speed-to-market sebagai unfair advantage produk Anda.
  3. Empiric - setiap keputusan produk dapat dibuat berdasarkan data yang bersifat empirik.

As always, if you need help with your own strategy, we’d love to chat :)

Sumber bacaan:
http://firstround.com/review/How-design-thinking-transformed-Airbnb-from-failing-startup-to-billion-dollar-business/
https://www.duo.uio.no/bitstream/handle/10852/51905/design-thinking-in-startups-by-bao-marianna-nguyen.pdf?sequence=1&isAllowed=y
https://www.techopedia.com/definition/13687/scrum-sprint

Penulis: Seterhen Akbar, Nita Hidayati

Penyunting: Dea Chandra Marella

--

--