Bagaimana Labtek Indie Menggunakan Design Thinking.

Amanda Manggiasih Paramita Chalid
Labtek Indie
Published in
5 min readNov 24, 2023

Teorinya, Design Thinking adalah sebuah framework atau kerangka berpikir untuk mencari sebuah solusi. Design Thinking memiliki 6 langkah, dimulai dari Empathizing, Defining, Ideation, Prototyping, Testing, dan Implementing. Kurang lebih, ilustrasinya seperti ini:

source: https://www.nngroup.com/articles/design-thinking/

Dalam prakteknya, langkah-langkah ini tidak linear, kita bisa memulai dari mana saja (apakah mulai dari prototyping atau dari testing, misalnya), dan bisa juga saat sampai di tahap tertentu dan hasilnya belum sesuai, kembali ke tahapan selanjutnya.

Di Labtek Indie, dalam membantu klien mengembangkan produknya, kami menggunakan pendekatan Design Thinking ini juga pada awalnya. Seiring berjalan kami membantu para product owner, kami menyadari perlunya melengkapi pendekatan Design Thinking dengan framework atau pendekatan yang lain. Diantaranya pendekatan Agile (khususnya Scrum Sprint, dalam kasus kami) terutama jika sampai pada tahap building the product itself, dan juga Lean Startup untuk membantu validasi bisnis dengan produk dan solusi yang pas untuk masalah pengguna-jasa (user).

Pada prakteknya proses mengembangkan atau membangun sebuah solusi memerlukan gabungan beberapa pendekatan atau framework. Rasanya saat di tengah-tengah proses seperti “berantakan” atau “ruwet”. Damien Newman menggambarkannya dalam “The Design Squiggle”.

Source: https://thedesignsquiggle.com/

Bahkan, gambar di atas pun masih kurang representatif. Pada prakteknya dalam setiap fase pasti ada “keruwetan”-nya sendiri-sendiri: Fase empathizing, defining, ideation, prototyping, dan seterusnya. Seorang UX researcher di Amerika Serikat, Monish Subherwal dalam tulisannya “Design isn’t just messy during research, it’s messy ALL the time” mengilustrasikannya seperti berikut:

Dibutuhkan kemampuan menggunakan Creative Thinking dan Critical Thinking secara aktif bergantian, atau bahkan di beberapa situasi, dalam waktu yang relatif bersamaan.

Untuk memandu pemilik produk dan tim dalam melahirkan sebuah solusi, Labtek Indie pun menggabungkan beberapa pendekatan dan menelurkan modul-modul untuk mengembangkan sebuah produk di fase yang berbeda-beda. Modul-modul tersebut adalah: Co-creation, In-depth Interview, Design Sprint, Scrum Sprint, dan Testing. Pemilik produk pun bisa mengembangkan produk mereka dengan pacu dan tahapan masing-masing yang pastinya berbeda-beda. Pemilik produk bisa “mencicil” pengembangan produk mereka ataupun hanya menjalankan modul tertentu saja, yang memang membutuhkan bantuan berdasarkan pertimbangan yang berbeda, apakah itu perihal dana ataupun waktu target pengerjaan.

source: Labtek Indie

Co-creation

Co-creation adalah modul dasar yang bisa digunakan untuk banyak hal. Seperti judulnya “Co — Create”, Co-creation digunakan untuk menciptakan sesuatu bersama-sama dengan representatif user/pengguna jasa. Jika mengacu pada proses Design Thinking, Co-creation bisa digunakan untuk proses Empathizing ke user, dengan format workshop dan brainstorming, misalnya. Bisa juga digunakan dalam fase Defining, dengan melibatkan tim desainer dan tim internal klien untuk menyelaraskan target produk yang akan dibangun. Atau sebelum masuk ke proses Prototyping, Co-creation bisa digunakan untuk menentukan fitur-fitur pokok yang perlu ada, setidaknya, dalam prototype (Minimum Viable Product). Di Labtek Indie sendiri, kami mematok proses Co-creation sampai tahap simpulan/laporan bisa selesai kurang lebih dalam waktu 5 hari kerja.

In-depth Interview

Modul In-depth Interview, seperti namanya, adalah metode kualitatif wawancara mendalam, yang digunakan untuk menggali lebih dalam customer insights. Hal ini bisa membantu Product Owner memahami penggunanya lebih jauh dan membantunya membuat keputusan dalam membuat rencana arahan pengembangan produk (Product Roadmap). Modul In-depth Interview standar dengan jumlah responden 4–6 orang, memerlukan kurang lebih 15 hari kerja untuk penyelesaiannya.

Design Sprint

Design Sprint yang digunakan Labtek Indie sedikit berbeda dengan versi Jake Knapp, karena menyesuaikan ketersediaan waktu klien pada umumnya. Perbedaannya terletak di waktu pengerjaan (Versi Jake Knapp selesai dalam waktu 5 hari) dan komposisi personel dalam tim sprint. Dalam versi Jake Knapp, tim pemilik produk perlu mendedikasikan 5 hari berkesinambungan untuk melewati seluruh proses Design Thinking. Kami menyesuaikan tahapan tersebut dengan melepaskan ketentuan waktu 5 hari, dan menambahkan komposisi tim. Design Sprint Labtek Indie memerlukan waktu 9 hari kerja, namun output yang dihasilkan bisa lebih ekstensif, berupa interactive prototype atau Design UI/UX. Idealnya, output dan modul Design Sprint ini dilanjutkan ke modul selanjutnya, Scrum Sprint.

Scrum Sprint

Scrum Sprint adalah modul yang digunakan untuk mulai mengembangkan produk dengan proses coding. Untuk bisa memulai Scrum Sprint, dibutuhkan input berupa Product Backlog, yang bisa dihasilkan dengan modul Co-creation. Product Backlog sendiri baru bisa dirumuskan, jika product owner sudah memiliki rencana arahan pengembangan produk (Product Roadmap) yang juga bisa dihasilkan dengan modul Co-creation, berdasarkan Customer Insights. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu Modul Scrum Sprint ditargetkan dalam 14 hari kerja. Untuk mengunci estimasi waktu penyelesaian modul ini, biasanya di awal akan dilakukan proses menakar dan prioritisasi Product Backlog.

Testing

Modul Testing digunakan untuk melakukan validasi produk. Bisa dilakukan dalam dua skenario; apakah itu Interactive Prototype (no-code prototype) yang diuji sebelum masuk ke tahapan Scrum Sprint, atau menguji sebuah produk yang sudah terbit untuk mendapatkan feedback dari pengguna, atau menganalisa sejauh mana produk tersebut berfungsi dengan baik atau se-intuitif apa untuk menjawab kebutuhan pengguna. Dalam Modul Testing, researcher perlu mengukur beberapa indikator sesuai standar yang digunakan dalam proses UX Research, diantaranya SUS (System Usability Scale) dan SEQ (Single Ease Question). Setiap fase dalam user journey yang sudah ditetapkan untuk diuji juga akan di analisa dengan rekaman interaksi pengguna dengan sistem yang dirancang (produk). Untuk menyelesaikan modul ini, diperkirakan dibutuhkan waktu rata-rata 15 hari kerja.

Jadi..

dalam prakteknya, proses Design Thinking tidak bisa dipukul rata untuk semua proses pengembangan solusi/produk. Beberapa ide solusi bisa dikembangkan atau divalidasi dengan proses Design thinking dalam waktu 5 hari, misalnya, tetapi produk lain membutuhkan waktu pengembangan terus menerus (iteratif) dalam periode menahun. Semuanya bergantung dari kuncian hasil akhir atau definisi “Produk Jadi” yang perlu disepakati berbagai pihak yang memiliki kepentingan terhadap “jadi”nya sebuah produk, misalnya, antara tim produk internal, pemilik produk, pemilik dana (investor), tim management, dan tim desainer.

--

--