Mengapa UI ATM Tidak Perlu Bagus?

Adityo Pratomo
Labtek Indie
Published in
4 min readSep 11, 2020

Saya ingin membuka tulisan ini dengan mengakui bahwa saya salah. Dalam berbagai training yang saya isi, terutama ketika menyangkut topik hubungan UI dan UX, saya sering menggunakan ATM sebagai contoh produk yang memiliki UI yang bisa dibilang “seadanya”, namun tetap berhasil memberikan UX yang baik. Contoh lain yang sering saya pakai untuk menyampaikan kasus serupa adalah game Football Manager. Salahnya, setelah itu saya menyimpulkan bahwa selama bisa memberikan fungsi yang baik sebagai sebuah produk, aspek keindahan visual sebuah UI bisa dinomorduakan.

Football Manager

Ternyata pernyataan tersebut harus diberikan tanda bintang besar, syarat dan ketentuan berlaku.

Beberapa minggu yang lalu, saya memainkan game Marvel vs Capcom: Infinite (MVCI), sebuah game ber-genre fighting alias berantem. Sebelum memutuskan untuk membeli game ini, saya membaca beberapa ulasan yang mengkritik keras tampilan beberapa karakter favorit yang biasa muncul di game tersebut. Pikir saya “ah, mungkin kalau dimainkan, kekurangan tadi nggak akan kerasa”.

Lagi-lagi saya salah.

Setelah memainkan game tersebut beberapa saat, saya harus mengakui bahwa ternyata melihat beberapa jagoan favorit saya seperti Ryu, Chun Li, Spiderman ditampilkan dengan visualisasi yang kualitasnya menurun dari seri-seri sebelumnya, ternyata mempengaruhi persepsi saya terhadap kualitas keseluruhan dari game ini. Gameplay-nya sendiri tetap seru, saya tetap betah main, tapi perasaan kecewa itu tetap sulit diusir. Walhasil, game ini gagal menjadi game yang rutin saya mainkan. Sentimen serupa juga turut diamini oleh komunitas game fighting. Bahkan Capcom, pembuat gamenya sendiri, juga nampak enggan merawat game ini.

Marvel vs Capcom: Infinite — perhatikan model 3d Hulk 😞

Belajar dari game berantem

Pertanyaannya sederhana, mengapa UI di sebuah mesin ATM atau bahkan game Football Manager bisa sederhana dan tidak ada yang mempermasalahkan, namun keindahan visual sebuah game berantem bisa begitu besar mempengaruhi persepsi kualitasnya? Butuh waktu sedikit lama bagi saya untuk memikirkan jawabannya, namun akhirnya ada 2 poin yang bisa saya kemukakan:

  1. Konteks penggunaan produk
  2. Kualitas UI kompetitor

Mari kita bahas bersama-sama.

Konteks Penggunaan Produk

UI ATM

Saat menggunakan sebuah ATM, seorang pengguna berharap ia bisa menuntaskan transaksi perbankannya, dengan akurat (tentu tidak ada yang ingin salah transfer) dalam waktu singkat, sehingga tidak perlu mengundang antrian yang mengular. Berbekal mental model pengguna seperti itu, maka UI sebuah mesin ATM perlu bisa berkinerja tinggi, menampilkan setiap menu serta memproses setiap langkah dengan cepat. Tidak hanya itu, setiap tulisan yang muncul di layar, harus bisa dipahami dengan cepat oleh pengguna, sehingga ia tidak perlu menerka-nerka apa yang harus ditekan supaya transaksinya bisa sukses.

Dengan demikian, UI yang sederhana, yang bisa dihidangkan dengan cepat oleh mesin, dengan tampilan yang sangat sederhana, yang menonjolkan teks saja, agar penggunaan setiap menu bisa mudah dipahami, justru cocok untuk mesin ATM. Apalagi mengingat mesin ATM biasanya bukan komputer dengan spek tinggi. Tentu tidak terbayang momen di mana kita harus cepat mengambil uang, karena harus membayar sebuah jasa secara tunai, kemudian terhambat karena kita harus memproses apa maksud UI ATM tersebut ditambah ada jeda waktu cukup lama bagi mesin untuk menampilkan grafik-grafik cantik.

Ini tentu berbeda dengan game fighting, di mana keindahan estetika seorang jagoan adalah salah satu daya tarik yang bisa membuat seorang pemain memilih jagoan tersebut. Dalam kasus ini, estetika, mutlak menjadi faktor yang sangat penting. Sebagai perbandingan, sebuah game RPG bisa memiliki ratusan karakter dengan detail visual yang tidak seragam. Tokoh-tokoh penting mungkin didesain dengan sangat indah, sisanya, standar saja. Game fighting di lain pihak, mungkin hanya memiliki 20–40 karakter, namun setiap karakter ini harus didesain sebaik mungkin, sehingga memberikan peluang yang sama besar untuk dilirik pemain. Ketika sudah masuk ke mode permainan, hanya ada 2 objek dinamis yang jadi pusat perhatian pemain, desain karakter yang di bawah standar akan langsung menurunkan persepsi pemain terhadap kualitas game tersebut.

Kualitas UI Kompetitor

Hal kedua yang perlu juga diperhatikan adalah bagaimana UI sebuah produk dari kompetitor yang berada di domain sejenis. Menilik ATM, beberapa bank besar memiliki UI ATM yang serupa, sama-sama sederhana. Mungkin perbedaan utamanya ada di beberapa gambar iklan yang ditambahkan, tapi di luar itu mayoritas memiliki layout dan model visual yang mirip. Artinya, masyarakat sudah biasa menggunakan UI yang nampak seperti itu. Inovasi untuk mempercantik UI bisa dilihat sebagai exeception, rather than the norm, kasus khusus, bukan kasus umum.

Sebaliknya, game Marvel vs Capcom: Infinite, justru memiliki banyak pesaing yang memiliki gaya visual bervariasi namun berkualitas tinggi. Game-game seperti Street Fighter V, Dragon Ball FighterZ, Samurai Shodown, Guilty Gear Xrd, hadir dengan gaya masing-masing dan detail visual yang sangat tinggi. Sebuah aspek yang tidak bisa ditandingi dengan model 3d “standar” sebagaimana yang ditunjukkan MVCI. Bahkan kualitas detail visual karakter di game ini turun dari seri sebelumnya.

Dengan kata lain, jika user terbiasa menggunakan produk dengan kualitas UI tertentu, sebagaimana disajikan para pemain di area tersebut, maka memenuhi standar tersebut menjadi hal yang patut diprioritaskan. Karena dampaknya besar, baik pada tingkat kepercayaan maupun kualitas keseluruhan. Bisa dibayangkan, kalau hari ini saya membuat website e-commerce, dengan UI standar Bootstrap, mungkin persepsi orang terhadap kualitas produk saya tidak akan terlalu baik.

Penutup

Dari kasus yang saya sampaikan ini, kita bisa melihat bahwa detail visual dalam produk digital tidak bisa disepelekan. Betul bahwa fungsi memang harus diprioritaskan, tapi untuk kasus di mana sudah banyak produk yang bermain di domain yang sama, maka kualitas visual, yang terwakili dalam aspek UI produk tersebut, harus diperhatikan dengan sangat seksama. Meski tetap harus mawas terhadap konteks penggunaan. Sejauh apa detail visualnya? Ini bisa kita bahas di tulisan mendatang.

--

--

Adityo Pratomo
Labtek Indie

Currently working as product manager for cloud infra product. Cyclist + Gamer + Metalhead. Also, proud dad and husband.