Persahabatan Bung Besar dan JFK

Alfredo Elias Ginting untuk Le Citoyen

Le Citoyen P&C
Le Citoyen
5 min readMar 27, 2018

--

Bung Karno dan JFK

LE CITOYEN — Persahabatan keduanya bermula pada tahun 1961 dari undangan John F. Kennedy kepada Soekarno untuk datang ke Amerika guna membahas hubungan kedua negara dan dunia internasional. Undangan itu langsung diterima Soekarno. Pada saat kedatangan Soekarno ke Washington D.C., ada hal yang berbeda dari kedatangan pemimpin–pemimpin negara lain yang datang ke Amerika, yakni Bung Karno disambut John F. Kennedy. Pertemuan pertama mereka bukan hanya pertemuan sebatas menjalin persahabatan antara dua Negara, Kennedy memiliki tujuan untuk meyakinkan Bung Karno untuk melepas seorang pilot Amerika yang menjadi tahanan di Indonesia Timur. Pada pertemuan pertama ini, Bung Karno tidak langsung mengiyakan permintaan dari JFK, Bung Karno memberikan sinyal positif untuk melepaskan, Allen Pope, pilot Amerika. Diskusi tidak berakhir di situ, JFK juga menegaskan bahwa Amerika akan tetap netral terhadap konflik Indonesia–Belanda mengenai Irian Barat juga mendesak agar Indonesia dan Belanda tetap menggunakan cara–cara damai dalam menangani masalah tersebut.

Setelah berdiskusi, Kennedy mengundang Bung Karno dan rombonganya untuk makan bersama. Ketika makan siang, Guntur — putra dari Bung Karno — tidak sengaja membuat sepotong daging steak melayang dan mendarat dihadapan Kennedy. Melihat hal tersebut, Kennedy hanya tersenyum, namun Bung Karno berkata bahwa Guntur hanya mempraktikan senjata terbaru Amerika yakni Inter Continental Ballistic Missiles dengan nada bercanda kepada Kennedy. Mendengar hal itu JFK kebingungan bagaimana Indonesia bisa mendapat informasi Top Secret tersebut. Setelah pertemuan tersebut, Bung Karno semakin mengagumi Kennedy karena hanya Kennedy, seorang Presiden Amerika, yang melihat Bung Karno sebagai seorang manusia dan Indonesia sebagai sebuah bangsa, bukan sekadar nomor dan wilayah untuk dikuasai dan digunakan untuk kepentinganya sendiri. Kennedy juga sangat mengaggumi Bung Karno karena kemapuan Analisis Bung Karno yang sangat kuat dan pengetahuan Bung Karno yang sangat luas.

Bung Karno dan Robert ‘Bobby’ Kennedy

Kebijakan Kennedy untuk tetap netral dan tidak ikut campur konflik Indonesia–Belanda mengenai Irian Barat berubah. Hal ini merupakan akibat dari memanasanya situasi di Irian Barat. Kennedy akhirnya mengutus orang kepercayaanya, Jaksa Agung Robert Kennedy, adik kandung Presiden Kennedy. Pada 11 Febuari 1962, Robert Kennedy mendarat di Jakarta. Kedatangan Robert selain ingin membantu Indonesia menyeselaikan konflik Irian Barat, juga untuk melobi Bung Karno agar melepaskan Allen Pope. Kedatangan Robert disambut baik oleh Bung Karno dan Kejaksaan Indonesia. Bung Karno juga memiliki agenda sendiri ketika bertemu dengan Robert, yakni ingin menunjukan kepada Amerika Serikat bahwa Indonesia bukanlah negara komunis. Pada saat kedatanganya di Indonesia, Robert dikawal tidak hanya oleh kepolisian, juga kejaksaan atas permintaan Bung Karno. Permintaan ini dilaksanakan Jaksa Agung Gunawan. Bung Karno juga memerintahkan Kepala Reserse Jakarta, Jaksa John Naro, Kepala Humas Jakarta Jaksa Buyung Nasution, Kepala Reserse Bandung Jaksa Djokomoelyo, dan Kapten Moenadi dari kepolisian untuk mengatur keamanan dari Robert Kennedy. Ketika di Indonesia, Robert juga mengunjungi Universitas Indonesia dan Institut Teknologi Bandung. Saat berpidato di UI, Robert mengalami kejadian yang kurang mengenakan, yakni ada mahasiswa yang melempar telur busuk kepada Robert, hampir saja telur tersebut mengenai Robert. Untung saja peristiwa serupa tidak terjadi di ITB. Setelah kunjunganya ke Indonesia, Robert Kennedy menghubungi elit politik di Den Haag untuk menghentikan konflik dengan Indonesia, jika konflik berlanjut hingga konflik militer maka Amerika Serikat tidak akan membantu Belanda dalam menghadapi Indonesia yang didukung oleh Uni Soviet dan Cina.

Pertempuran militer pun tidak terelakan. Suasana semakin genting, Bung Karno mengirim Menteri Luar Negeri Soebandrio ke Washington D.C. untuk menanyakan satu pertanyaan sederhana kepada Kennedy: apakah ia memilih Nasution atau Aidit? Pertanyaan ini mengandung makna politik yang sangat mendalam, yakni apakan Kennedy memilih Indonesia yang pro komunis atau Indonesia yang anti komunis dan apakah Kennedy peduli dan mau membantu Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan politik yang ada. Kennedy mendengar pesan politik tersebut dan langsung mengadakan mediasi antara Indonesia dan Belanda pada 20 Maret 1962 yang bertempat di Middleburg, Virginia, Amerika Serikat. Indonesia diwakili oleh Dubes RI di Moskow, Adam Malik, dan Sudjarwo Trjondronegoro sebagai perwakilan Departemen Luar Negeri. Belanda diwakili Dubes untuk PBB, Dr. Jan H. van Roijen dan C.W.A. Schurmann. Mediator dalam mediasi tersebut adalah diplomat handal Amerika, Ellsworth Bunker. Dari mediasi yang alot tersebut, kesepakatan terbentuk pada 12 Juli 1962. Kesepakatan ditandatangani Menteri Luar Negeri, Soebandrio, dan Von Royen pada tanggal 15 Agustus 1962 di PBB. UNTEA yang berada dibawah PBB secara perlahan mengambil alih kekuasaan Belanda di Irian Barat dan menyerahkanya kepada Indonesia. Setelah membantu Indonesia melakukan mediasi dengan Belanda, Kennedy memberikan Indonesia bantuan ekonomi guna mengusir pengaruh komunisme dari Indonesia dan setelah Bung Karno membebaskan Allen Pope. Kennedy memberikan Indonesia 10 pesawat Hercules. Selain mengirimkan pesawat, Kennedy juga mengirimkan Peace Corps ke Indonesia dengan tujuan menyebarkan ajaran–ajaran demokrasi dan kebangsaan yang dimiliki Amerika Serikat dengan dasar hukum U.S. Mutual Security Act. Korps ini datang ke Indonesia diwakili Sersan Shiver yang merupakan adik Ipar Kennedy dan Joe English pada September 1962.

Terjadi guncangan dalam hubungan Soekarno dan Kennedy. Pada tahun 1963, memanasnya konfrontasi Indonesia dengan Malaysia membuat Kennedy pada posisi yang sulit. Konfrontasi Indonesia dengan Malaysia memang tidak memiliki dampak langsung terhadap Amerika, namun Federasi Malaysia yang didukung oleh Inggris lama kelamaan memaksa Kennedy untuk ikut campur dalam konfrontasi tersebut. Ikatan persaudaraan yang kuat antara Inggris dan Amerika memaksa Kennedy untuk lebih berpihak pada Federasi Malaysia yang dianggap lebih pro-Barat. Tindakan tersebut menimbulkan kekecewaan Soekarno dan bahkan menimbulkan gejolak yang keras di Indonesia oleh PKI yang memang menentang Amerika dan menyatakan bahwa sesungguhnya tindakan ini adalah bentuk baru kolonialisme dan imperialisme.

Melihat renggangnya hubungan antara Washington — Jakarta, Kennedy dengan dukungan para pro-Indonesia di Departemen Luar Negeri Amerika memutuskan untuk datang dan berkunjung ke Indonesia agar dapat memperbaiki hubungan kedua negara sahabat, juga berusaha menghentikan konfrontasi Indonesia dan Federasi Malaysia. Sebelum kedatangan Kennedy ke Indonesia, pemerintah Amerika memberikan 150.000 ton beras ke Indonesia agar Indonesia mau menarik pasukanya dari perbatasan Kalimantan. Menerima bantuan tersebut Bung Karno merasa senang dan menarik pasukan dari perbatasan Kalimantan. Kennedy berencana datang ke Indonesia pada tahun 1964. Namun, pada 22 November 1963, Presiden Kennedy dibunuh di Texas ketika mengendarai mobil kepresidenan bersama istrinya. Pada hari itu, sebuah peluru melesat dan menembus tubuh Kennedy dan berhasil membuat nyawanya melayang. Pada hari itu, tidak hanya Amerika dan Indonesia, namun seluruh dunia merasakan duka yang mendalam karena kehilangan pemimpin karismatik yang membawa banyak perubahan besar. Fidel Castro, seorang pemimpin yang sangat anti Amerika, pun menyatakan kesedihanya atas meninggalnya Kennedy. Pembunuhan Keluarga Kennedy pun tidak berakhir di JFK. Robert Kennedy, mantan Jaksa Agung Amerika Serikat, juga dibunuh menggunakan senjata api ketika sedang menyampaikan pidato dalam acara kampanyenya untuk maju menjadi Presiden Amerika Serikat.

Kedua pemimpin tersebut memang telah tiada lagi bersama kita, pepatah mengatakan bahwa sejarah akan berulang dengan aktor–aktor yang berbeda. Penulis berharap dengan adanya pemimpin hebat seperti Kennedy dan Soekarno dapat menjadi contoh kepada kita semua untuk membawa dunia ke arah yang lebih baik lagi.

--

--

Le Citoyen P&C
Le Citoyen

Le Citoyen is a student-run press and publishing agency based in the University of Indonesia.