Dunia Telkom Metaverse, Perkembangan Internet 1.0 hingga 3.0 dan Sejauh Mana Persiapan Telkom?

Leap
Leap Telkom
Published in
6 min readJul 14, 2022
Deputy EVP Digital Technology & Platform Business, Divisi Digital Business & Technology — Ery Punta Hendraswara

Telkom sedang mempersiapkan sebuah dunia meta yang akan membawa perubahan dalam dunia digital. Seperti sebuah perubahan yang merupakan keniscayaan, keberadaan metaverse yang dibangun Telkom tidak sekedar ‘ada’ saja, melainkan disiapkan untuk memberi kebermanfaatan luas bagi kehidupan masyarakat kedepannya. Persis seperti hal-nya produk-produk digital yang dihadirkan Telkom senantiasa bersifat solutif.

“Kalau tidak ada manfaatnya, ya menurut saya metaverse hanya sekedar mimpi yang tidak bisa kita realisasikan,” begitu kata Ery Punta Hendraswara, Deputy EVP Digital Technology & Platform Business — Divisi Digital Business & Technology PT. Telkom Indonesia, Tbk.

Ery menjelaskan jika berbicara mengenai digital, tentulah berbicara mengenai sesuatu yang memberikan manfaat. Manfaat yang dimaksud tidak hanya bagi Telkom semata, tetapi bagi siapapun yang bergabung ke dalam ekosistem metaverse Telkom nantinya.

Menurut Ery, metaverse yang sedang disiapkan Telkom saat ini masih berada dalam fase awal, pun demikian yang terjadi di global. Seperti halnya jika menilik perjalanan internet, Ery memberi perumpamaan jika keberadaan metaverse saat ini bisa disamakan dengan kondisi internet sebelum memasuki era web 1.0.

Perkembangan Internet Web 1.0 hingga 4.0

Internet semula seperti sekumpulan jaringan-jaringan satu komplek yang berdiri sendiri dan terpisah-pisah. Hingga kemudian muncul inisiasi untuk menyatukan atau menyambungkannya antar komplek, antar daerah, yang semula hanya melakukan pertukaran informasi, perlahan beranjak pada pertukaran data meskipun saat itu masih sangat sedikit.

“Dimulai dari Kementerian Pertahanan Amerika yang pertama kali memunculkan network atau sebutannya jaringan yang sebelumnya terpisah-pisah menjadi satu jaringan yang memiliki standar dengan satu protokol yang sama, nah dari situ lah mulai dimungkinkan yang tadinya hanya terkumpul di suatu lokasi tertentu, milik suatu institusi tertentu, menjadi saling terhubung dan kita bisa melakukan sharing informasi. Inilah jamannya web 1.0 di mana web untuk pertama kalinya diperkenalkan,” terang Ery.

Web 1.0 secara umum dikembangkan untuk mengakses informasi dan memiliki sifat yang sedikit interaktif. Sifatnya adalah ‘membaca’, menghemat lema, pada Web 1.0 aktivitas kebanyakan hanya sekedar browsing untuk mencari informasi tertentu.

“Awalnya kita hanya bisa mendapat informasi dari internet tersebut, kemudian muncul kepikiran pada waktu itu, dengan internet bukan mustahil kegiatan orang-orang yang tadinya harus dilakukan di kantor atau outlet, berubah dengan melakukan registrasi atau mengisi formulir cukup secara online. Di situlah mulai terjadi digitalisasi untuk proses-proses yang tadinya dilakukan secara manual, tatap muka sampai akhirnya bisa dilakukan secara elektronik,” jelas Ery.

Kemudian masuk ke era website atau disebut Web 2.0. yang mulai dikembangkan sekira tahun 2004. Web 2.0 merupakan teknologi web yang menyatukan teknologi-teknologi yang dimiliki dalam membangun we, gabungan dari HTML, CSS, JavaScript, XML dan tentu saja AJAX, di mana kriteria utama website adalah berisi kolaborasi di mana isi utama website adalah pengunjung website itu sendiri, bukan dari pemilik atau penyelenggara website.

“Semua bilang kita bisa mengembangkan bisnis besar, muncullah .com company sampai seterusnya muncul web 2.0 di mana kita memasuki era user generated content, yaitu satu orang bisa memiliki pengikut. Dia bisa punya satu konten dan diikuti oleh orang yang lainnya,” tambah Ery.

Ery menjelaskan jika dalam fase ini, internet bersifat sebagai platform semata. Inilah fase dunia sosial media saat kita bisa menyampaikan dan berinteraksi di mana yang dikapitalisasi adalah pengguna atau pengikutnya. Sementara Startup atau value sebuah perusahaan dilihat dari keaktifan penggunanya, seperti apa daily active user-nya, monthly active user-nya, bahkan si creator (baik Youtuber atau pun di Instagram) dinilai dari seberapa besar follower dan berapa endorsement yang muncul dari sana.

Memasuki era Web 3.0 muncul satu hal yang membedakan apa yang sudah berlaku sebelumnya dengan yang baru. “Ini yang membuat arah munculnya metaverse di mana di sini diperkenalkan unsur kepemilikan. Di sini era-nya muncul pengenalan suatu bentuk yang orang-orang biasa sebut dengan aset digital. Kalau sebelumnya aset itu berupa follower, sekarang kita bisa memiliki suatu aset berupa aset digital. Digital aset jika sebelumnya diperkenalkan bernama token atau koin, maka sejalan dengan pertumbuhan blockchain, crypto, orang mulai bisa memiliki suatu aset yang sebenarnya digital”.

Konsep Web 3.0 dapat diandaikan sebuah website sebagai sebuah intelektual buatan atau artificial intelligence, yang mana aplikasi-aplikasi online dalam website dapat saling berinteraksi. Sehingga kemampuan interaksi ini seolah-olah dunia digital menjadi semacam asisten pribadi kita, memahami bahkan menyediakan apa yang kita butuhkan.

Dengan menggunakan teknologi 3D animasi, kita bisa membuat profil avatar sesuai dengan karakter yang kita inginkan sehingga disebut kita memiliki kembaran digital. Kita pun dimungkinkan untuk membawa aktivitas di dunia nyata ke dalam dunia maya. Masuknya kita ke dalam dunia digital itulah fase kita masuk ke dunia metaverse.

Secara sederhana, Ery memberi pengertian terhadap metaverse, yaitu sebagai dunia yang lain di mana Telkom menyiapkan satu digital metaverse yang didalamnya terdapat interaksi yang berbeda jika dibandingkan dengan interaksi di dunia digital yang lain. “Dalam dunia metaverse itu kita bisa melakukan pekerjaan seperti melakukan aktifitas kita saat ini, kelak di dunia metaverse kita bisa punya kembaran digital. Kalau di saat ini kita hanya berkomunikasi dengan tatap muka lewat video call misalnya, nanti di metaverse kita akan masuk ke dalam suatu dunia dan di sana kita bertemu di ruang meeting bersama, interaksinya jelas berbeda”.

Sedang masuknya era Web 4.0 berkonsep private secretary dalam bentuk organisme buatan. Di mana rutinitas seseorang direkam menggunakan aplikasi atau tools tertentu yang dijalankan secara online yang kemudian data ini disimpan untuk suatu pencarian tertentu bahkan mempertemukan orang-orang yang mencari hal yang sama.

Apa yang sedang Dipersiapkan Telkom?

Metaverse banyak dikenalkan drivernya dari games, ada yang menyebut dengan play to earn. Jadi kita bisa bermain game untuk mendapat aset digital tertentu seperti skin, senjata dan lain-lain yang bisa kita perjualbelikan kembali.

“Semakin ke depan kalau saya lihat arahnya makin ke hybrid, jadi ada online dan offline-nya. Kondisi pandemi yang sekarang menuju endemi membantu terjadinya percepatan digitalisasi atau elektronifikasi, semua orang menjadi pintar melakukan transaksi cashless, semua orang menjadi pintar melakukan kerja secara remote, secara virtual. Tetapi ke depan kita akan menghadapi situasi ketika online dan offline bertemu dan kita tidak akan merasakan bedanya, jembatan akan terbentuk di mana yang online dan offline tidak akan membedakan lagi antara online dan offline, that’s future of metaverse!,” tegas Ery.

Telkom memposisikan diri sebagai hub yang menghubungkan dunia satu dengan dunia lain dan Telkom meng-enabling ekosistem yang masih baru ini untuk sama-sama membangun Indonesia kedepannya.

“Kekuatan Telkom adalah pada pondasi untuk aset digitalnya, yaitu platform nya, di NFT sampai dengan dunia yang kita siapkan yakni Dunia Telkom Metaverse yang memungkinkan para creator, UMKM, pemilik brand bisa bergabung di dalam ‘dunia kita’ di mana itu bisa terhubung dengan virtual mal dan plaza Telkom menjadi satu bagian di dalam ‘mal’ tersebut. Di situ juga ada unsur edutainment, kita bisa melakukan virtual concert untuk datang ke sana, kemudian ada tempat untuk belajar, berbisnis yang mana bisnisnya sebagai area bertemu untuk melakukan bisnis meeting, pameran untuk produk-produk yang kalau kita lihat secara fisik ada hal yang sulit dilakukan tetapi di dalam metaverse akan lebih mudah dan kita bisa membuat suatu bentuk interaksi yang berbeda dengan sebelumnya,” kata Ery optimis.

Masih menurut Ery, kelak bukan tidak mungkin akan ada ‘pekerja metaverse’ dan ‘talent metaverse’ yang akan membangun dunia meta di dalamnya. Karena menurut ia, membangun sesuatu di metaverse tidak sekedar membuat apa yang tampak saja, melainkan dibutuhkan keahlian yang sama seperti arsitek dan designer. Mulai dari membangun, developer pun perlu menyiapkan suatu tempat atau venue agar ketika membangun kelak sisi utility atau kebermanfaatannya menjadi jelas.

Telkom membangun dunianya, mempersiapkan konektivitasnya, virtual world-nya, kemudian payment system dan blockchain-nya. “Telkom mempersiapkan platformnya, Telkom juga menyediakan satu showcase sebagai penggerak. Di waktu dekat kita bikin suatu tempat untuk exhibition. Ketika bicara ekosistem, orang yang membangun terang harus mendapat sesuatu, orang yang datang bergabung harus mendapat jawaban atau solusi atas masalah mereka. Sebagai penyedia infrastruktur, Telkom juga harus bisa memberikan jaminan atau kenyamanan. Jadi, di sini mestinya kita tidak sendiri dan dengan terbentuknya ekosistem otomatis akan memberikan suatu nilai dan kebermanfaatan,” pungkas Ery.

Kunjungi website Leap untuk informasi selengkapnya tentang metaverse dan produk-produk digital Telkom lainnya! Dan, pastikan Leapers tidak melewatkan kesempatan bergabung bersama Telkom. Cek selengkapnya di website Careers Telkom.

--

--

Leap
Leap Telkom

Telkom Indonesia kembangkan banyak produk digital di bawah Leap. Temukan rangkaian cerita mendigitalisasi bangsa lewat solusi digital yang Kami hadirkan!