FreshGo Ajak Kolaborasi dan Sinergi Demi Kedaulatan Pangan Indonesia

Leap
Leap Telkom
Published in
6 min readApr 20, 2022
Photo by Alexander Schimmek on Unsplash

Dua jam setelah kapal Titanic menghantam gunung es dan berangsur-angsur tenggelam, para penumpang dan awak kapal berebut naik sekoci. Namun di tengah kepanikan itu, justru sekelompok musisi kapal tetap memainkan musiknya di atas dek, berupaya menenangkan orang-orang yang panik dan ketakutan. Musisi itu, ibarat orang-orang yang bisa melihat opportunity dalam sebuah keadaan yang tidak begitu bagus.

Seperti dalam hujan, alih-alih takut kebasahan, Ia justru memilih berdansa di bawah rintik rinainya.

Begitulah Anthon Budyana, CEO sekaligus founder dari FreshGo mengibaratkan dirinya.

FreshGO adalah food supplies yang mempertemukan potential customer dan supplier. Produk-produknya yaitu sayur, buah, dan produk lainnya baik lokal maupun impor.

Masih teringat bagaimana pandemi menghantam seluruh lini kehidupan. Tak terkecuali ayah lima anak ini. Anthon yang sebelumnya bekerja sebagai konsultan di bidang perencanaan keuangan dan IT nyaris kehilangan mata pencahariannya.

“Saya ada perusahaan bergerak di bidang IT consultant punya software house rekanan BUMN. Sejak pandemi, nyaris semua kegiatan saya terkena hantaman, aktivitas saya banyak di rumah karena susah sekali bertemu klien. Saya juga sempat diberhentikan sebagai dosen di UIN karena mereka memprioritaskan dosen PNS,” terang Anthon.

Kondisi yang meresahkan ini membuat Anthon berpikir bagaimana cara menembus kebuntuan. Anthon tidak lagi bisa mengandalkan pendapatan sebagai konsultan dan agen asuransi karena semua aktivitas yang berhubungan dengan manusia mendadak harus berhenti sebagai efek Covid-19.

Cashflow rumah tangganya goyang sementara Anthon masih memiliki cicilan yang tidak bisa dibilang kecil. Berbagai upaya dilakukan untuk menutupi masalah ini, seperti pengajuan restrukturisasi bahkan sampai memasang plang “RUMAH INI DIJUAL”.

Dalam masa terpuruk, seperti sudah menjadi sifat dasar manusia untuk tidak menyerah, Anthon mulai mengikuti Webinar demi Webinar.

“Kalau mau berbisnis di masa pandemi ada empat industri yang memiliki opportunity bagus, salah satunya industri essential yaitu kebutuhan dasar manusia dan kebutuhan pokok. Lalu saya berpikir benar juga!,” kata Anthon.

Saat itu, Anthon mulai berpikir bagaimana agar bisa memenuhi kebutuhan harian orang-orang yang pada saat itu dicekam rasa panik dan ketakutan untuk keluar rumah. Ia melihat peluang. Anthon pun akhirnya coba membuat segmentasi dan mulai membuka open order kebutuhan orang-orang terdekat lewat broadcast message atau online.

Anthon bercerita bagaimana saat awal hanya bermodal uang empat ratus ribu untuk memulai bisnisnya bersama istri yang sedang hamil tua. Mereka menyusuri Pasar Panorama, Lembang, bahkan bertemu petani langsung pun dijabani.

“Dulu ngumpulin orderan open PO H-1, hari ini dibelanjakan besok baru diantar. Ada yang pesan buah bit, susu, ikan dan lain-lain. Lalu saya yang antar sendiri,” jelasnya.

Untuk mempermudah proses itu semua, Anthon mencoba untuk beralih ke digital. Meski Ia seorang konsultan teknologi dan paham teknologinya, tapi Ia belum mengedepankan teknologi saat itu. Justru pilihannya adalah menguatkan fundamental bisnis.

Sebelum ada aplikasi, Anthon ingin bisnis konvensionalnya jalan terlebih dahulu. Meski diawali close market tetapi bisnis modelnya Ia kuatkan dengan detil-detil bisnis.

“Baru kita bicara bagaimana bisnis proses ini lebih simplify, harus ada sistem teknologi, harus ada aplikasi, e-commerce sekarang juga ada marketplace-nya, jadi sekarang sudah multi kanal.”

Juli 2020 menjadi momentum yang tidak bisa Anthon lupakan sebagai tonggak berdirinya FreshGO.

Startup FreshGO

Setelah menemukan nama yang dirasa pas, FreshGO dari kata Fresh and Go, lantas Anthon membuat business plan, menentukan segmen market dan melihat peluang yang semakin besar.

“Ini orang-orang kaya mesti diketuk pintunya, dia sama Allah dikasih rezeki, bagaimana cara memenuhi kebutuhan mereka? Syukur-syukur bisa langsung dari petani supaya bisa memutus mata rantai dari petani ke tengkulak satu, tengkulak dua, tengkulak tiga, pasar, pengecer, user,” ungkapnya.

Tetapi idealisme Anthon tidak bisa serta merta terlaksana karena market size-nya yang masih cenderung kecil sehingga Ia harus memperluas market supaya bisa menjadi agregator dan offtaker ke petani.

Seiring berjalan waktu, Anthon membuat beberapa business plan yang lebih power point, membuat set-up cost, power planning, analisa keuangan. Hingga akhirnya di 2021 ada investor yang masuk.

Pria yang sudah menjelajah lebih dari 50 negara di dunia ini menemukan investor secara tak sengaja saat di Singapura usai menunaikan salat Subuh di salah satu masjid di sana. Sekarang pun Ia tetap sebagai founder namun secara kepemilikan saham sudah tidak 100% lagi.

FreshGO berkembang dari yang semula hanya satu sampai dua karyawan menjadi 22 karyawan. Dari omset yang semula Rp25 juta sehari menjadi kurang lebih Rp250 juta per hari.

Anthon juga memberi gambaran jika customer FreshGO adalah ritel yang individual. Saat ini pun baru mulai masuk ke enterprise B2B, ke hotel, restoran, catering, supermarket, dan lain-lain. Itu semua sudah direncanakan dengan lebih serius lagi.

Permintaan sudah mulai banyak dari bank, Polda Jabar, Pegadaian, dan lainnya. Selain itu banyak juga komunitas yang sudah bekerja sama dengan FreshGO, seperti Organisasi Masyarakat Ekonomi Syariah, Gerakan Digital Nasional Indonesia, Kampung Agro Maritim Indonesia, yang sudah dibukakan unit usaha oleh FreshGO.

Agregasi Agree

Ilutrasi Agree Mart

Di tahun 2022, FreshGO mulai bekerja sama dengan Agree. Agree adalah sebuah platform agregator untuk membantu digitalisasi pertanian yang menghubungkan pelaku, pembeli, pemodal, dan entitas pendukung ekosistem pertanian, salah satu unit bisnis PT Telkom Indonesia.

Sejak September 2021, Anthon memang mencanangkan kolaboratif komunitas. Hal ini karena menurutnya lebih baik berkolaborasi dengan komunitas ketimbang harus bersaing.

“Sudah tidak populer berkompetisi di zaman sekarang, justru seharusnya kita berkolaborasi agar bisa saling mengakselerasi,” tegasnya.

FreshGO bekerja sama dengan multi channel, termasuk marketplace. Bagi Anthon, platform Agree ini cukup menarik, karena memberi kemudahan yang tidak Ia peroleh di marketplace lain.

“Jika kita di marketplace, harusnya punya admin. Sedang di Agree, Agree sendiri yang menyediakan admin dan dari besaran fee juga tidak besar dibanding dengan marketplace lain. Ini otomatis memangkas beban biaya admin,” tuturnya.

Lebih lanjut, Anthon juga menyebut bahwa sewaktu placement di Agree, di hari yang sama ketika posting, langsung pecah telor. Berbeda dengan marketplace lain yang butuh waktu 7 hari baru ada pembeli. Artinya, meski volumenya masih kecil tetapi sudah ada trust dan traffic ke Agree dan itu bernilai besar.

Sementara memantau masa depan, Anthon melihat potensi Agree yang bagus karena berada di bawah Telkom Indonesia. Ia berharap ada pasar yang mengigit di ranah Telkom sendiri. Selain itu, Anthon juga menggambarkan diri seperti berada di red ocean, berdarah-darah saat berada di marketplace lain karena banyaknya saingan.

“Di Agree mudah-mudahan kami dapat space yang bagus, cobalah belanja di FreshGo, rasakan buah yang fresh dan premium, kalau misal tidak segar maka kami siap memberi garansi,” harap Anthon.

Ia juga melihat sinergitas Agree dan BUMN yang lain, internal Telkom yang notabene karyawannya banyak semoga belanja bisa di Agree. Terkait dengan persaingan, Anthon mengatakan bahwa hal menarik di online groceries itu tidak ada startup yang menguasai seluruh wilayah di Indonesia. Sehingga FreshGO tidak takut dengan pemain-pemain besar karena memang terbatasi dengan memampuan produk sendiri.

Mengatasi hal tersebut, FreshGO berusaha membuat inovasi dengan ragam produk olahan bekerjasama dengan UMKM dari Jawa Barat. Snack, kue, frozen food, dan oleh-oleh Bandung yang telah dikurasi terlebih dahulu supaya layak jual dan saat ini pun sudah tercatat lebih dari 500 SKU.

Mimpi Tentang Ekosistem Pertanian

Agree sebagai sebuah platform yang tentunya secara teknologi pasti akan membantu banyak pihak terutama di ekosistem pertanian. Hal ini karena di pertanian sendiri menurut Anthon, problem yang paling banyak justru ada di pemasaran. Bagaimana hasil pertanian itu terserap dan ke depan tidak lagi ada petani yang gagal panen.

Anthon yang memimpikan masa tuanya hidup di desa menjadi petani dengan lahan luas yang bisa dikelola, memiliki pandangan agar FreshGO dan Agree bisa memperbesar market size dengan menekankan pentingnya kolaborasi.

Gayung bersambut, keinginan Anthon melihat secara nyata Indonesia berdaulat pangan sama hal nya dengan mimpi yang sedang diupayalan Leap Telkom, di mana digitalisasi menyeluruh dilakukan lewat ekosistem pertanian dari hilir sampai ke hulu. Tak lain dalam upaya mencapai kedaulatan digital bangsa Indonesia.

“Mari kita sama-sama berkolaborasi di ekosistem pertanian karena Indonesia harus menjadi negara yang berdaulat pangan. Kebutuhan pokok bisa berdiri sendiri, karena Indonesia punya lahan yang subur, tanah yang baik, buah-buahan yang eksotik, sayur yang bermutu, jadi kita tidak perlu impor. Tetapi ini butuh sinergi. Banyak yang menyebabkan gagal, karena masing-masing berjuang sendiri. Yang harus kita terapkan adalah benar-benar kita kolaborasi kalau perlu sinergi antara swasta dengan BUMN, pemerintah juga, sehingga bersama-sama menjadikan Indonesia negara berdaulat pangan,” pungkasnya. (hrz)

Leapers bisa menjadi bagian dalam mewujudkan Indonesia berdaulat digital. Temukan peran yang sesuai di sini (link) dan bergabunglah bersama Telkom.

--

--

Leap
Leap Telkom

Telkom Indonesia kembangkan banyak produk digital di bawah Leap. Temukan rangkaian cerita mendigitalisasi bangsa lewat solusi digital yang Kami hadirkan!