Hyper Growth dalam Transformasi Digital Pemerintah. Apa Bisa?

Rahmat Andika
Leap Telkom
Published in
3 min readJan 27, 2023

Sembilan juta talenta digital diperkirakan harus terpenuhi sampai 2030 untuk mewujudkan Indonesia Emas tahun 2045. Tampaknya prediksi tersebut bukan isapan jempol belaka. Sepuluh tahun terakhir ini sesungguhnya kita telah menjalani salah satu lompatan teknologi terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Sederet aplikasi-aplikasi dilahirkan oleh anak-anak bangsa dengan talent-talent lokal yang secara nyata mengubah wajah negeri. Ragam industri finansial, ritel, logistik, food and beverage (F&B), dan lainnya mengalami perkembangan yang begitu pesat, bahkan total.

Tumbuh pesatnya industri digital dunia, mendorong investor berbondong-bondong menanamkan modal ke tanah air. Bukan tanpa alasan, Indonesia dipandang sebagai market yang besar dan empuk dalam menumbuhkan berbagai industri digital. Kita bisa melihat berbagai unicorn bermunculan dengan hadirnya pendanaan investor ini di berbagai e-commerce misalkan. Bentuk investasi ini melahirkan ‘runway’ yang banyak pula berkat source pendanaan yang besar. Maka kebutuhan talenta digital dalam industri-industri tersebut juga berbanding lurus.

Talenta digital tumbuh berbarengan dengan pertumbuhan industri tadi. Keduanya sama-sama naik kelas, karena ‘digembleng’ kondisi untuk menghasilkan lompatan industri dalam waktu yang singkat.

Hyper Growth Pace

Laju pertumbuhan yang pesat atau dikenal dengan istilah Hyper growth pace dalam dekade terakhir ‘memaksa’ kemampuan digital talent dalam negeri untuk ‘naik kelas’ dengan cepat pula. Peran-peran seperti Product Manager (PM), Software Engine, Architect, Data Scientist, dan berbagai role yang terbilang baru dalam hal teknologi, mulai bermunculan dan tumbuh. Keberadaan mereka diasah oleh densitas tinggi serta persaingan pasar yang intens. Terlebih di sektor privat.

Namun, keleluasaan semacam ini tidak serta merta bisa diikuti di kalangan pemerintah. Seolah sebuah privilege, secara natural sektor privat lebih menguasai ini. Seakan-akan meneguhkan kalau Hyper Growth Pace dalam digitalisasi memang sulit diciptakan di sektor pemerintah. Hal tersebut terhalang oleh tata kelola dan birokrasi yang memang memerlukan waktu lebih lama untuk bertransformasi. Konsekuensinya, kapasitas dan kompetensi talenta digital di tubuh pemerintahan tidak bisa berkembang secepat dan sepesat mereka yang berada di sektor privat. Setidaknya, demikianlah yang berlangsung selama satu dekade belakangan.

Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah siapa yang bakal mengambil peran? Jika transformasi digital diinginkan terjadi secara masif untuk mengubah wajah tata cara pemerintahan Indonesia, siapa yang akan mengerjakan solusi tersebut? Siapa yang bisa membantu pemerintah mendalami hal-hal kompleks dengan cara-cara baru dan pemahaman yang lebih sederhana, mencari akar-akar permasalahan, menelurkan jalan keluar, dan mengeksekusinya dengan penerapan teknologi yang tepat guna menghasilkan dampak yang besar?

Now or never!

Kabar baiknya, hari ini kita dipertemukan dengan kesempatan yang sangat baik. Barangkali tidak akan terulang dalam waktu-waktu dekat mendatang. Ibarat sebuah momentum, inilah saat yang tepat mengambil peran perubahan.

Dorongan serta strong leadership dari dalam tubuh pemerintah saat ini telah menghasilkan inovasi kerjasama antara pemerintah dan entitas privat dengan cara baru dan unik. Bentuk ini secara konkrit membuka peluang pelibatan talenta digital terbaik Indonesia -mereka yang selama ini ada di balik lompatan kemajuan kehidupan teknologi Indonesia- untuk terjun secara langsung dalam ikhtiar transformasi digital di pemerintahan.

Telkom sejak semula telah gamblang mengemukakan akan mengawal perjalanan menuju kedaulatan digital Indonesia. Maka, Telkom membentuk tim yang akan bertugas menjadi mitra pemerintah dalam menggarap transformasi ini. Tentu saja tim yang lengkap dan presisi akan bekerja, memberikan empati dan dedikasi guna menghasilkan dampak pada efisiensi dan transparansi pengadaan pemerintah. Sekadar diketahui bahwa setiap tahun nilai pengadaan barang/jasa pemerintah tidak kurang dari Rp1.300 Triliun. Angka yang patut mendapatkan pengawalan dalam proses pengadaannya.

Kami yang saat ini baru berjumlah sekitar 75 orang, masih terus mengundang talenta Indonesia yang tertantang untuk membawa pengalaman dan kemampuan yang diperoleh dari privilege hyper growth “di luar” untuk mentransformasi sistem pengadaan pemerintah, meninggalkan jejak baik berkelanjutan dalam perjalanan memajukan Indonesia.

We are calling for Product Managers, Software Engineers, Cloud Engineers, Software Architects, Category Managers, Data Scientists, Data Engineers, QA Engineers, Project/Budget Controller, UI/UX Researchers and Designers, Policy Management, Resolution Center Manager, Marketing Communication Specialists, Operation Specialists, Partnership Managers.

Drop your CV (or question): recruitment@eproc-gov.tech

Rahmat Danu Andika
Project Leader Govtech Procurement | Digitalisasi Pengadaan Pemerintah

--

--

Rahmat Andika
Leap Telkom

Project Director - Govtech Procurment @ Telkom Indonesia