Kerja dan Kuliah di Waktu yang Bersamaan, Memang Bisa?

vietraa
Leap Telkom
Published in
5 min readOct 27, 2023

Mahasiswa S2, biasanya identik dengan para pekerja atau mereka yang sudah memiliki pengalaman bekerja atau berbisnis paling tidak 3 hingga 5 tahun. Namun, bukan tidak mungkin untuk seorang fresh graduate langsung melakoni masa perkuliahan S2 ini. Seperti yang sedang dijalankan oleh penulis.

“Keren sih lu bisa kuliah sambil kerja gini, kalau gue, kayaknya gak sanggup deh,” ucap salah satu teman penulis melalui chat direct message Instagram. Ketika itu, penulis memang sedang mem-post salah satu kegiatan kantornya.

Sebenarnya, ada sebuah cerita kecil yang mengantarkan penulis pada situasi ini. Sebagai sedikit penjelasan, saat ini penulis bekerja sebagai Copywriter di Divisi Digital Market Management (DMM) Telkom Indonesia, sekaligus mahasiswa S2 di salah satu kampus negeri yang asalnya berbasis di Bandung. Keputusan ini tentu bukanlah perkara mudah, namun ada beberapa hal yang menjadi petimbangannya.

Ketika menduduki S1 dulu, penulis merupakan salah satu mahasiswa yang lulus cepat dengan IPK di atas rata-rata. Keberhasilan itu tentu berbasis dari ambisi yang sudah dibangun olehnya sejak awal berkuliah. Demi mencapai ambisinya itu, ia melakukan berbagai macam hal. Mulai dari mempelajari persentase penilaian, bertanya pada dosen ketika bingung dengan materi di kelas, berdiskusi dengan teman terkait pembelajaran kuliah, dan pastinya selalu on time dengan tugas yang diberikan. Seperti yang disebutkan pada PPM SoM.

Meskipun begitu, tentu ada proses jatuh bangun yang harus dilalui. Terutama ketika ia mulai memasuki masa-masa skripsi. Beberapa kali, ia sempat mengalami burn out. Bahkan, pernah di satu titik ia merasakan jenuh luar biasa hingga sempat ingin menyerah.

Pikirnya waktu itu, “alah, teman-teman gue juga gak semuanya mengejar lulus cepat, ngapain gue engap-engapan sendiri?”

Saat ia mulai kehilangan motivasi itulah, ada salah satu teman dekatnya yang memberikan peran penting dalam mengembalikan semangat si penulis. Baginya, keberadaan temannya ini bagaikan hujan yang tiba-tiba datang di tengah musim kemarau. Cukup dengan kalimat, “Yuk, kita masuk bareng, lulus juga harus bareng ya,” dapat memberikan secercah harapan yang langsung membangkitkan kembali ambisinya. Memang, support system merupakan hal yang penting didapatkan bagi mahasiswa yang sedang berkuliah. Dilansir dari Kumparan, Support system dibutuhkan agar dapat menjaga kesehatan mental dan — seperti yang dialami penulis — meningkatkan motivasi.

Motivasi yang datang itu berpengaruh besar pada keberhasilan penulis untuk lulus cepat. Ia yang tadinya bermalas-malasan mengerjakan skripsi, akhirnya bisa menyelesaikan syarat kelulusan tersebut dalam hitungan waktu yang terbilang cepat. Tidak ada tips khusus. Penulis hanya melakukan apa yang seharusnya ia lakukan. Seperti, berkomunikasi intens dengan dosen pembimbing, dan berusaha untuk terus menuliskan sesuai dengan arahan yang diberikan. Dan yang terpenting, penulis mampu membagi waktu yang ada, hingga ia bisa mencapai hasil yang maksimal.

Tekad inilah yang dibawanya hingga ia memutuskan untuk menjalankan kuliah sembari bekerja. Pikirnya, dengan usia yang masih terbilang muda, akan lebih baik jika ia memanfaatkan waktu untuk mengembangkan potensinya secara maksimal. Pengalaman itu juga ia jadikan pelajaran dalam membagi waktu antara bekerja dan berkuliah.

Membagi Waktu Bekerja dan Berkuliah

Tak sedikit hal yang harus penulis korbankan demi menjaga performanya di perkuliahan dan pekerjaan. Terutama, dari segi waktu. Beberapa teman penulis, pada saat awal berkuliah memutuskan untuk resign dari pekerjaan mereka. Hal ini tentu diputuskan dengan berbagai pertimbangan. Penulis termasuk salah satu orang yang cukup “aneh” kala itu. Di saat orang-orang memutuskan untuk fokus berkuliah dan mengorbankan waktu bekerja, ia malah mencari pekerjaan.

Periode awal ia bekerja, saat itu ia memasuki semester 2 perkuliahan. Tak bisa dipungkiri, membagi waktu antara kerja dan kuliah adalah hal yang cukup berat untuk dilakukan. Nilainya sempat jatuh di semester tersebut. Terutama karena penulis masih beradaptasi dengan alur kerja di DMM. Namun setelah sekitar 4 hingga 5 bulan berjalan, penulis mulai bisa menemukan pola yang bisa ia atur untuk membagi waktu antara bekerja dan berkuliah.

Menurutnya, hal yang paling penting dalam manajemen waktu berkuliah dan bekerja adalah keinginan yang kuat. Beruntungnya, penulis bekerja sebagai Copywriter, di mana role tersebut merupakan role yang memang ia sukai. Hal ini juga menjadi dorongan agar ia terus bisa memberikan performa terbaik untuk pekerjaannya. Meskipun banyak tantangannya, ia sangat menikmati pekerjaannya sebagai Copywriter. Dengan passion yang dimiliki, ia mampu mengerjakan tanggung jawab yang diberikan dalam tenggat waktu yang ditentukan.

Selain passion, menurutnya penting untuk menjaga kehidupan agar tetap balance. Kalau bahasa umumnya, perlu menerapkan work-life-balance. Bekerja dan berkuliah merupakan dua aktivitas yang tentu berat dijalankan secara beriringan. Maka itu, penting untuk menjaga kesehatan fisik dan mental agar energi yang kita punya tidak terkuras secara terus menerus.

Hal tersebut bisa diterapkan dengan berkomunikasi bersama teman, keluarga, ataupun pasangan. Penulis juga sering melakukan me time, karena pada dasarnya ia memang hobi melakukan aktivitas sendirian. Me time juga tidak harus berkeliling mall dan berbelanja, atau membeli makanan enak dengan uang yang dimiliki, namun bisa juga diterapkan dengan melakukan hobi yang enjoyable. Penulis biasanya meluangkan waktu untuk sekedar bersantai sembari mendengarkan atau bermain musik di rumah.

Dari kedua hal penting yang disebutkan sebelumnya, kunci dari manajemen waktu berkuliah dan bekerja adalah menerapkan konsep prioritas. Ada kalanya di mana aktivitas kuliah menjadi prioritas, seperti pada saat ujian dan menyelesaikan tugas dengan tenggat waktu yang singkat. Di lain waktu, mengerjakan pekerjaan kantor bisa diprioritaskan terlebih dahulu jika perkuliahannya sedang tidak ada hal urgent yang harus dikerjakan. Di beberapa waktu lain, ketika mulai merasa burn out, kita boleh saja memprioritaskan untuk bersantai. Dengan catatan, tanggung jawab di perkuliahan dan di pekerjaan sudah diselesaikan dengan baik ya!

Sedikit tips tambahan dari penulis, untuk bisa membagi waktu antara bekerja dan berkuliah, ia biasanya me-list apa saja yang harus dilakukan agar dapat selesai tepat waktu. Kalau orang zaman dahulu, biasanya mereka mencatat pekerjaan menggunakan buku. Nah, kalau di era yang sekarang sudah serba digital ini, penulis memanfaatkan aplikasi digital seperti To-Do-List untuk mencatat pekerjaannya. Penggunaannya pun gampang sekali. Kamu bisa mengatur sendiri deadline untuk setiap tugas atau pekerjaan yang harus kamu lakukan. Ini juga membantu dalam mengatur waktu antara menyelesaikan tugas kerja dan kuliah. Tips yang dibagikan oleh penulis ini juga disebutkan di Populix.

Hal yang paling penting, memang kita tidak boleh lalai dalam memperhatikan waktu. Terkadang, yang membuat kita berat untuk menjalankan dua aktivitas sekaligus adalah melawan rasa malas. Setidaknya, kita harus disiplin dengan waktu yang sudah ditentukan. Itulah mengapa, kapabilitas untuk memprioritaskan apa yang harus dikerjakan menjadi kunci penting dalam membagi waktu. Dengan begitu, kita tidak perlu keteteran dengan tanggung jawab yang dimiliki. Meskipun dalam implementasinya, tidak bisa semudah yang dituliskan juga.. (Haha).

Kira-kira, seperti itu cara penulis dalam membagi waktu berkuliah dan bekerja. Untuk pembaca yang memiliki keinginan serupa dengan penulis, semoga tulisan ini dapat memberikan insights yang baik ya! :D -vtr

--

--