Sandi Nusantara dan PaDi UMKM yang Mendukungnya

Leap
Leap Telkom
Published in
5 min readOct 31, 2022

Ia merupakan kekayaan kebudayaan nasional. Warisan zaman yang terus berkelanjutan. Parasnya indah nan menawan. Seni budaya bermedia kain berumur berabad-abad. Indonesia mempunyainya dengan bangga, merawatnya turun-temurun. Ya, dia adalah Batik. Di luar sana, mata dunia turut menyimaknya. Mengagumi dan memakainya. Sehingga pada tanggal 2 Oktober 2009 badan PBB UNESCO mengakui batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity). Hari Batik Nasional, kemudian tahun ditetapkan pada tanggal yang sama.

Ibu Euis menjadi salah seorang dari sekian banyak penduduk Indonesia yang terhubung dengan batik. Ia sendiri memulai usaha perbatikannya dengan tantangan yang tak mudah. Ketika itu, batik Maos, -salah satu varian batik tulis dari Cilacap Jawa Tengah-, sedang surut sinarnya. Usaha itu dimulainya di tahun 2007, justru ketika kolega-kolega dekatnya sudah enggan membatik. Mereka tak menyaksikan ada masa depan di situ. Tapi tekadnya sudah bulat. Dikibarkanlah bendera usaha berlabel Rajasa Mas Jaya. Sepuluh tahun berselang, usai mengikuti satu pameran ke pameran lain, Rajasa Mas Jaya mengintegrasikan diri dengan blanja.com, sebuah layanan online-marketplace milik Telkom di masa tersebut.

Kemudian tahun Rajasa Mas Jaya mencoba memadukan kerajinan bambu dan perca batik. Aneka rupa cinderamata dari dua bahan tersebut diekspor ke tidak sedikit negara. Semuanya tampak menanjak, sampai Covid pun datang. Dimana-mana bisnis tergebuk. Bu Euis tak kebal atas situasi itu. Ia sempat memutuskan shifting ke pengadaan masker. Pesanan didapatnya dari relasi dengan Kementerian Kesehatan. Pelan-pelan usahanya bisa bangkit kembali. Melewati peliknya masa pandemi.

“Alhamdulillah. Itu lah berproses. Jadi sebenarnya kalau ada yang ngeliat kita sekarang, uh enak ya, sebenarnya kita juga banyak jatuh bangun. Enggak ujug-ujug ya,” terang perempuan yang biasa disapa Bu Lis ini.

Bergandengan dengan PaDi

Tak jauh dari masa pandemi, kurang dua tahun silam, Bu Lis bergabung ke PaDi UMKM. Platform dari Telkom yang mengkonsentrasikan dirinya pada pengembangan UMKM. Sebelumnya Rajasa Mas Jaya merupakan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di bawah binaan salah satu BUMN. Hubungan inilah yang membawa Rajasa Mas Jaya terintegrasi dengan PaDi UMKM. Tentu saja selalu ada masa transisi bagi pelaku bisnis yang mencoba memanfaatkan platform digital. Untuk hal itu, Bu Lis punya pengakuan tersendiri.

“Pertama-tama online itu (bersama PaDi) ya masih gagap. Sekarang kan udah agak mending lah ya, udah paham gitu kan.”

Masih berdasarkan penuturan Bu Lis, saat ini mekanisme pembayaran di PaDi UMKM sudah jauh lebih cepat dibandingkan sebelumnya. Manfaat yang paling dirasakan oleh Rajasamas Maos sejak bergabung ke PaDi UMKM ialah penghematan di lini biaya perusahaan. Melalui sarana online, usahawan bisa memamerkan barangnya secara praktis, dibandingkan pameran batik konvensional yang menelan biaya jauh lebih besar. Bersama PaDi UMKM pula, Rajasa Mas Jaya mendapatkan manfaat penjualan yang lebih cepat. Tidak diributkan dengan proses tawar-menawar yang kerap terjadi dalam perdagangan tradisional.

“Kalau yang ngerti batik kan mudah. Biasanya kan ada yang nawar, bilang di sana aja cuma 50 ribuan, Bu. Gitu. Kadang-kadang orang awam enggak paham ya soal batik. Ini batik tulis. Dagang lewat online memangkas yang kayak gini”, terang Bu Lis menyangkut efektivitas transaksi.

Rajasa Mas Jaya merupakan salah satu pelaku usaha industri batik yang tangguh. Ragam fluktuasi bisnis telah dilalui oleh usaha yang berbasis di Maos Kidul, Cilacap, Jawa Tengah ini. Sementara menurut catatan Kementerian Perindustrian sendiri hingga Oktober tahun lalu, industri batik terus berkembang. Sektor yang didominasi oleh Industri Kecil dan Menengah (IKM) ini menyerap tenaga kerja lebih dari 200 ribu orang dalam 47.000 unit usaha, dan tersebar di 101 sentra di Indonesia.

Torehan nominal industri ini juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Capaian ekspor batik pada tahun 2020 mencapai USD 532,7 juta atau sekitar Rp 7,5 triliun untuk nilai kurs waktu itu. Selama periode triwulan I tahun 2021 industri batik mampu menembus USD 157,8 juta. Konsumen batik di dalam negeri pun tak kalah besar. Jumlahnya diperkirakan menembus 72 juta orang. Dengan lebih dari sepuluh ribu pelapak yang bermukim di PaDi UMKM seller, potensi platform ini untuk ikut terlibat dalam mendorong maju industri berbasis warisan budaya nusantara masih sangat terbuka luas.

Bisnis Melaju, Warisan Budaya Berlanjut

Rajasa Mas Jaya bertumbuh sebagai industri rumahan yang berhasil menyerap tenaga kerja secara masif. Di awal usahanya, Rajasa Mas Jaya baru mempekerjakan 4 orang tenaga kerja. Sekarang, setelah sekian tahun berlalu sejak pendiriannya, hampir 100 orang bekerja di sana.

“Covid kan makin nambah, karena kan banyak teman-teman yang usahanya tutup. Kan mereka pada datang ke rumah. Membawa dagangan saya”, jelas Bu Lis perihal teman-temannya yang bekerja sebagai tenaga penjualan Rajasamas Maos.

Sejauh penggunaan platform PaDi UMKM, Bu Lis merasa integrasi UMKM dengan berbagai BUMN menjadi lebih smooth. Akses kerjasama dengan BUMN merupakan hal penting yang selama ini didambakan oleh tidak sedikit UMKM di Indonesia. PaDi UMKM dirasa bisa menjembatani itu. Pun keberadaan PaDi bagi BUMN juga sama bergunanya. Semisal, kerepotan BUMN dalam pengadaan dapat diminimalisir dengan memaksimalkan penggunaan beraneka fitur di PaDi UMKM. Mulai dari ringkasan, daftar UMKM dan BUMN, e-procurement PaDi, PaDi UMKM B2B dan B2C, hingga pembiayaan. Menurut Bu Lis, dorongan belanja ke marketplace PaDi UMKM yang dilakukan Telkom juga cukup membantu bagi seller seperti dirinya.

“Sekarang ngejar ke pengadaan-pengadaan yang bersifat kayak umroh gitu. Alhamdulillah sih, sebulan untuk batik kita bisa supply sampai 2000-an. Dari mukena, syal, hingga kerudung batik gitu,” demikian pengakuan Bu Lis mengenai relasi UMKM dan BUMN yang mendatangkan manfaat langsung.

Batik pada akhirnya bukan semata bisnis. Ia mendatangkan rejeki, tapi juga mempertahankan sejarah bangsa. Dalam kisah yang dipercaya Bu Lis, batik Maos memiliki pertalian dengan epos sejarah. Ia digunakan sebagai sandi oleh Pangeran Diponegoro selama Perang Jawa. Katanya, motif ‘cebong kumpul’ memberitahukan di satu daerah ada sekumpulan prajurit atau laskar yang bersiaga. Sudah hampir 200 tahun Perang Jawa berlalu, batik Maos masih hidup. Bersama PaDi UMKM, Rajasamas Maos berupaya menjadikannya sandi zaman. Bahwa warisan nusantara itu lestari. Menghidupi periuk nasi orang-orang yang mewarisinya.

Mau ikut mendukung batik dan kebudayaan Indonesia lainnya bersama PaDi UMKM? Temukan kesempatannya untuk bergabung bersama kami di sini!

--

--

Leap
Leap Telkom

Telkom Indonesia kembangkan banyak produk digital di bawah Leap. Temukan rangkaian cerita mendigitalisasi bangsa lewat solusi digital yang Kami hadirkan!