Strategi Digital Business & Technology di Bawah Komang Aryasa

Leap
Leap Telkom
Published in
5 min readApr 3, 2023

Bagaimana Telkom pada tahun 2023?

Untuk menjawab pertanyaan di atas, kita perlu mundur sejenak. Muatan atas pertanyaan itu bisa mengandung berbagai makna. Setidaknya ada dua makna yang bisa kita ambil. Pertama, mempertanyakan apa yang menjadi geliat Telkom tahun ini dan kedua seperti apa Telkom akan terus bertahan di tengah gempuran industri digital. Jika ditarik benang merah, keduanya memuat unsur pertumbuhan dan perkembangan yang secara berangsur, atau dikenal dengan istilah evolusi.

Berbicara mengenai evolusi, kita mengenal ada empat macam teori evolusi: Teori Zaman Aristoteles yang dikenal dengan masa fiksisme, Teori Evolusi Lamarck yang menjelaskan bahwa organisme merupakan mewakili suatu kemajuan, Teori Evolusi Weismann yang memperlajari bagaimana organisme berkembang dan berevolusi, dan Teori Evolusi Darwin tentang seleksi alam. Kiranya, teori terakhir adalah yang paling relevan sebagai analogi.

Sudah lebih dari tiga tahun, Telkom getol melahirkan produk-produk digital selain tetap menjalankan connectivity sebagai core bisnisnya. Dr. Komang Budi Aryasa, Executive Vice President Digital Business & Technology (EVP DBT) Telkom, menjelaskan bahwa produk-produk digital yang sekarang dikembangkan Telkom terbagi ke dalam tiga cluster.

“Cluster pertama adalah produk yang sudah siap go to market, kedua adalah bisnis model fit, dan yang ketiga yakni tahap inkubasi,” buka Komang.

Ia menjelaskan bahwa produk-produk digital yang sudah siap go to market itu adalah produk yang saat ini sedang diakselerasi ke pasar. Harapannya, produk-produk digital itu selain bisa berkontribusi terhadap revenue perusahaan, tapi idealnya bisa menjadi solusi atas permasalahan yang dihadapi pelanggan.

Sedangkan untuk produk yang berada dalam tahap development, Telkom menerapkan business model & product fit. Hal ini guna meyakinkan bahwa produk digital tersebut dapat menjadi solusi di ‘pasar’.

Sementara cluster ketiga adalah produk digital yang berada dalam tahap inkubasi. Produk-produk digital ini sengaja diinkubasi untuk menjaring banyaknya ide-ide baru yang perlu dibuktikan. Meskipun ide-ide kerap menjadi komoditas, tetapi bukankah ide yang cerlang adalah yang cemerlang? Maka penting untuk memvalidasi apakah ide tersebut dapat memberi solusi atas permasalahan yang dihadapi pelanggan.

“Jadi ada beberapa staging dari product development kita dan berharap sebenarnya dari produk-produk baru nanti bisa menghasilkan satu nilai bisnis kepada perusahaan,” tambah lelaki yang sudah bergabung di Telkom setahun sebelum Orde Baru berakhir.

Potensi Product Digital berikut Muatan Tantangan Leap

Dunia digital bukanlah hal baru bagi Komang. Sejak pertama masuk Telkom, ia sudah ditugaskan di divisi-divisi yang acap berhubungan dengan inisiatif dan penciptaan produk baru, mulai dari awalnya di Divisi Multimedia hingga sekarang di Divisi Digital Business & Technology (DBT).

“Nah kebetulan pada saat masuk Telkom ditempatkan di Divisi Multimedia yang ditugaskan oleh Telkom untuk menciptakan produk baru,” kata dia.

Sehingga, ia tidak merasa canggung ketika diamanahkan di posisi baru di DBT. Pada dasarnya visi dan misi yang diemban adalah sama. Sama-sama melahirkan inovasi dan inisiatif-inisiatif baru. Baik yang sifatnya melanjutkan ataupun menggantikan bisnis-bisnis eksisting yang sudah lama digeluti Telkom. Eksplorasi terhadap hal-hal baru adalah penunjang utama yang membuat lempang jalan Komang.

Komang dengan lugas menyebut bahwa produk digital Leap Telkom menarget pada beberapa ekosistem. Hal ini didasarkan atas pangsa pasar yang cukup besar dan juga pengaruh kepada masyarakat yang lebih luas.

Ekosistem pertama yang dimaksud adalah ekosistem Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Menurut dia, digital ekonomi Indonesia sebagian besar berada di sektor UMKM. Menciptakan produk-produk yang bisa mengakselerasi bagaimana UMKM bertumbuh adalah keniscayaan. Begitu juga bagaimana mendukung UMKM mendapatkan pasar yang lebih besar lewat platform technology yang dibangun Telkom.

Kedua adalah ekosistem kesehatan. Telkom menciptakan produk-produk baru yang sesuai dengan demand, seperti halnya saat pandemi kemarin. Telkom dengan segala upaya membantu pemerintah dalam mengatasi penyebaran virus Corona, mendistribusikan vaksin, membangun sistem vaksinasi, serta me-monitor efektivitas dari vaksin tersebut. Tidak kalah penting juga mengontrol pergerakan masyarakat dalam membatasi penyebaran virus. Produk-produk digital lainnya juga telah disiapkan sebagai solusi di ekosistem kesehatan. Seperti permasalahan di berbagai fasilitas kesehatan masyarakat hingga problema di masyarakat itu sendiri.

Ekosistem ketiga yang tidak kalah penting adalah ekosistem logistik. Biaya logistik di Indonesia pernah disebut termahal sedunia. Oleh karena itu, kita membutuhkan suatu produk digital yang bisa meminimalkan biaya logistik dengan cara meningkatkan efisiensi. Hal inilah yang mendasari dikembangkannya platform logistik Logee. Logee bisa membantu pemerintah dan ekosistem logistik memangkas biaya mahal tersebut.

Sementara pada ekosistem pertanian, Telkom menghadirkan platform Agree yang mengolaborasikan banyak stakeholder untuk dapat bersama-sama membangun geliat pertanian Indonesia. Platform Agree tidak hanya membantu petani saja, tetapi juga bisa menumbuhkan agribisnis yang sehat dan berdaya saing. Tentulah, tujuan akhirnya tak lain tak bukan agar negeri ini mampu menumbuhkan hasil-hasil produksi terbaik dengan lebih efektif dan efisien dari hulu hingga hilir.

Ekosistem lain yang tidak dilupakan Telkom adalah ekosistem pendidikan. Platform pendidikan yang dirilis Telkom yaitu platform Pijar telah membantu guru, murid, sekolah, dan ekosistem pendidikan lainnya dalam menjalankan aktivitas-aktivitas edukasi secara lebih mudah dan menyenangkan.

Semua ini bukan hal yang mudah untuk diwujudkan, tetapi bukan juga merupakan sesuatu yang mustahil.

Strategi Digital Business & Technology dan Fokus Leap 2023

Dalam mewujudkan ekosistem B2B, ada tantangan tersendiri. Tantangan yang paling utama adalah bagaimana men-deliver produk-produk digital dengan cepat sehingga dapat segera menyelesaikan permasalahan di pelanggan. Akan tetapi terkadang produk-produk digital tersebut harus melampaui proses iterasi yang panjang. Proses ini sebenarnya bertujuan untuk memvalidasi apakah produk-produk digital tersebut benar merupakan sebuah solusi yang dibutuhkan oleh pelanggan. Seringkali, prosedur validasi ini memakan waktu yang tidak sebentar.

“Selain proses iterasi yang membutuhkan waktu, setelah produk valid pun ternyata masih butuh experience yang bagus dalam pengembangan produk,” tambah Komang ketika ditanya perihal tantangan.

Lebih lanjut, experience yang ia maksud berkaitan dengan UI/UX termasuk back end system, front end system, juga menyangkut infrastruktur. Kesemua tantangan yang disebut di atas, salah satu solusinya bermuara kepada pemilihan digital talent yang tepat. Jadi, kompetensi talenta digital yang dibutuhkan Telkom bukanlah sembarang kualifikasi.

Menghadapi berbagai tantangan ini, bukanlah seorang pemimpin jika tak memiliki pandangan jauh ke depan. Komang sudah memancangkan kuda-kuda sebelum melancarkan ‘serangan’. Selain dengan pemilihan digital talent, Komang juga memanfaatkan berbagai channel distribusi Telkom Group yang demikian luas. Channel-channel ini berfungsi sebagai driver untuk mengakselerasi produk-produk digital. Termasuk juga bagaimana menggaet talenta digital di level middle dan senior dalam mengembangkan produk yang bagus.

Saat ini, ada sepuluh produk yang sudah siap masuk ke pasar. Tujuh di antaranya adalah digital product yang bisa langsung dikonsumsi oleh market. Sementara tiga lainnya bersifat ecosystem product dan customized solution.

Tujuh produk yang bisa dikonsumsi market itu di antaranya adalah OCA, BigBox, Pijar, IoT Antares, SimpelDesa, Netmonk dan Indibiz atau SooltanPay. Sedang tiga lainnya adalah PaDi UMKM, Agree, dan Logee.

Menurut Komang, ketiga produk terakhir ini telah dipersiapkan untuk dinaungi oleh DigiCo. DigiCo diarahkan menjadi Holding Company dari produk-produk digital Telkom. Sedangkan masing-masing produk digital akan dibuatkan suatu entitas perusahaan yang disebut OpCo. Untuk menjadi OpCo, minimal ada tiga kriteria (1) memiliki fraction market yang eksponensial (2) memiliki roadmap profitability yang berujung kepada EBITDA positif (3) memiliki unit diferensial saat penetrasi pasar.

Dia juga memaparkan bahwa sebelum masuk ke Opco, Telkom menginginkan ketiga produk tersebut sudah memiliki venture capital partner terlebih dahulu. Jika kesemua ini terpenuhi, tentulah kepercayaan diri akan lebih menguar untuk membentuk Opco dari DigiCo kelak.

Terlepas dari serangkaian dinamika produk digital dan sebagaimana Telkom terus berevolusi, Komang memegang satu prinsip sebagai strategi utama; FOKUS! Fokus yang dimaksud adalah fokus dalam mengembangkan beberapa produk penting saja, dimana setiap produk perlu dilengkapi dengan fitur-fitur khusus.

“Terpenting adalah validasi ke market sebelum fitur tersebut banyak penggunanya,” tandas Komang. (Hzr)

--

--

Leap
Leap Telkom

Telkom Indonesia kembangkan banyak produk digital di bawah Leap. Temukan rangkaian cerita mendigitalisasi bangsa lewat solusi digital yang Kami hadirkan!