Strategi Leap Telkom Mengorkestrasi Bisnis Digital Agar Tidak Tumpang Tindih dan Saling Tikam

Leap
Leap Telkom
Published in
8 min readSep 11, 2023
VP Digital Business Strategy & Governance Telkom Indonesia — Riza A. N. Rukmana

Memberikan kemudahan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Demikianlah prinsip dari digitalisasi yang diusung Telkom sebagai punggawa digitalisasi nasional di Indonesia. Begitu kata Riza A. N. Rukmana, VP Digital Business Strategy & Governance Leap Telkom Indonesia.

Connectivity Business Telkom dan Kebutuhan Digital Masyarakat Indonesia

Kebutuhan Digital, connectivity menjadi pondasi

Telkom tumbuh dan berkembang lewat connectivity business yang selama ini dijalankan. Konektivitas menjadi sebuah keniscayaan, bahkan menjadi hal fundamental dalam proses digitalisasi bangsa. Tidak mungkin masyarakat dapat menikmati digitalisasi tanpa adanya basic connectivity. Maka, penyediaan infrastruktur adalah upaya utama untuk menghilangkan digital divide antara daerah-daerah yang terpencil dengan daerah yang sudah mapan seperti Jakarta.

Kehadiran infrastruktur oleh Telkom juga menjadi upaya dalam mempersatukan bangsa dan mendobrak disparitas digital dan gap di masyarakat, di mana geografis negara kita tersebar dan terpisah pulau dan perairan.

Bisnis Connectivity under pressure

Namun seiring perkembangan waktu, Digital Connectivity mendapat banyak pressure sehingga Telkom perlu mencari revenue stream yang baru. “Bisa sustain dengan apa yang sudah kita rintis selama ini, karena business connectivity itu perlu ada kelanjutannya, sustainability-nya. Hal ini lah yang membedakan antara bisnis Telkom dengan Startup, di mana Telkom sangat menjaga sustainabilitas, Telkom mencari bisnis yang fundamental,” kata Riza.

Bisnis digital pada dasarnya dilihat sebagai peluang yang nyata dan potensial.

Inovasi Digital Telkom dan Segala Tantangannya

Telkom melakukan digitalisasi internal maupun eksternal

Telkom membagi dua skema digitalisasi sebagai bentuk inovasi. Pertama adalah digitisasi proses internal. Maksudnya adalah Telkom mendigitalkan dirinya sendiri untuk memberikan pelayanan yang lebih efisien, lebih cepat, lebih berkualitas dengan digitisasi proses menjadi lebih modern. Sebagai contoh, IndiHome sebagai produk connectivity tetap dijalankan namun terlebih dahulu batang tubuhnya didigitalisasi. Hal kedua adalah bagaimana Telkom mendigitalisasi keluar, artinya membantu mendigitalkan masyarakat, termasuk mencari pain points untuk dirumuskan solusinya di berbagai vertikal.

Telkom yang terlibat dalam penyusunan masterplan digital Indonesia, merasa bertanggung jawab dalam mendukung niat Pemerintah, Kementerian dan Lembaga Negara untuk melakukan percepatan proses digitalisasi.

“Nah, kita akan sangat terbantu kalau memiliki super platform, satu platform yang berada di tengah-tengah yang bisa memfasilitasi semua Kementerian dan Lembaga Negara dalam melakukan operation di masing-masing. Misal, kalau kita punya satu database kependudukan, pemanfaatannya bisa dikelola bersama sehingga setiap Kementerian tidak perlu membuat sendiri-sendiri, Satu Data Indonesia tersebut bisa diakses bersama. Membuat satu platform besar data adalah sebuah potensi, menggabungkan semua data yang saat ini masih scattered. Karena kita tahu bahwa data saat ini ibarat the new oil,” kata Riza.

Tentu, jika mandat tersebut diberikan kepada Telkom, maka pengelolaan database serta kepemilikan data haruslah diproses secara legal berdasar aspek hukum. Untuk jaminan keamanan data pun Telkom sangat serius mengantisipasi termasuk keamanan network. Aspek keamanan telah menjadi persyaratan sebelum produk launching, diakselerasi dan dimasukkan ke fase Go To Market (GTM), produk diuji dari segala aspek yang salah satunya adalah aspek security. Telkom juga memiliki security di sisi assurance lewat Digital Operation & Assurance (DOA) yang menjadi salah satu penjaga dalam hal kelangsungan operasi produk digital.

Dukungan Telkom terhadap penyelenggaraan inisiatif-inisiatif digital Pemerintah sebagai solusi manakala negeri ini ditantang berbagai hal tercermin dalam Merdeka Belajar misalnya. Telkom mengkontribusikan talent-talent terbaiknya untuk mengerjakan project-project di bidang pendidikan oleh Kementerian Pendidikan, atau juga pada PeduliLindungi dan Satu Data Vaksin saat badai Covid-19 menghantam.

Lebih luas lagi, menilik permasalahan yang muncul di masyarakat Indonesia yang begitu majemuk, Telkom memandang membuat solusi digital terhadap permasalahan tersebut sebagai sebuah opportunity. Pada ekosistem pertanian misalkan, membantu mengupayakan agar petani mampu memperoleh permodalan, menanam, memanen, dan memasarkan komoditas yang ditanamnya menjadi lebih mudah dan gampang menjadi sebuah peluang bisnis digital. Begitu pula jika melihat ekosistem logistik dengan rangkaian tantangan rantai pasok yang hanya bisa dipangkas melalui digital, maka itu pun adalah sebuah peluang bisnis sendiri.

“Mendigitalkan, artinya kita memberikan solusi dan kemudahan bagi masyarakat dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Ranahnya sangatlah luas, maka Telkom harus bijak memilih peluang yang berpotensi sustain. Telkom bisa sustain sampai saat ini karena berhasil menyediakan konektivitas bagi seluruh masyarakat Indonesia, dan dunia bahkan. Telkom memiliki jaringan ke luar negeri. Mengambil opportunity digital bisnis artinya harus jeli memilih prioritas, yaitu dengan melihat capability atau unfair advantage yang dimiliki Telkom,” tegas Riza.

Pentingnya menggunakan kapabilitas yang dimiliki, bertujuan supaya bisa me-leverage posisi produk-produk digital yang akan dipasarkan nantinya. Kekuatan utama Telkom terletak pada konektivitas yang serta merta diikuti oleh jumlah pelanggan yang banyak, dan berbagai digital platform yang dimiliki. Kekuatan kedua adalah seberapa besar market yang bisa diraih dari kekuatan pertama.

Hasilnya banyak sekali produk-produk digital, namun skalanya masih kecil dan scope-nya masih tumpang tindih

Bermodal segala sumber daya yang dimiliki, Telkom banyak sekali menghasilkan produk-produk digital. Namun, skalanya masih kecil dan scope-nya masih tumpang tindih.

Telkom yang memiliki dominasi market share terbesar dan menangkap peluang digitalisasi di berbagai aspek. Celakanya, cakupan tersebut justru seringkali membuat Telkom melakukan inovasi yang redundant. Keduanya ini bertemu dan bersaing, dalam tanda kutip ‘saling tikam’ di market yang sebetulnya menyelesaikan permasalahan yang sama pula. Berkaca pada hal inilah, maka orkestrasi perlu dilakukan untuk mengatur supaya tidak terjadi produk yang sama di-develop oleh beberapa unit yang berbeda.

“Sudah barang tentu jika tidak diatur hal ini bisa melemahkan kita di market yang membuat kita saling bersaing dan di sisi lain juga terjadi duplikasi untuk menjalankan produk yang tentu saja mempengaruhi biaya. Masalah biaya akan merugikan kita sehingga perlu dilakukan konsolidasi,” tambah Riza.

Dari situlah diperlukan adanya pengaturan arena bermain yang akan dimasuki, dan produk mana yang akan kita majukan di masing-masing ekosistem dan value chain.

Upaya Telkom dalam Unlocking Value dari Produk Digital

Selama ini Telkom sudah mengembangkan banyak inovasi digital. Tetapi Telkom tidak bisa berlaku seperti digital player lain yang memungkinkan untuk mengundang investor masuk begitu saja. Mengundang investor di sini bukan semata diartikan mencari funding saja, tetapi juga memvalidasi ide, jika ide tersebut memiliki value, maka akan dibuktikan lewat permodalan yang diinvestasikan.

“Ketika suatu startup belum memiliki investor, maka bisa dikatakan nilai Startup itu tergolong kecil. Kenapa? Karena belum tervalidasi, belum terbukti bahwa dia memiliki prospek. Once ada orang yang bisa memberi modal atau berinvestasi di situ, itulah bukti bahwa startup itu memang memiliki potensi. Maka nilainya pun akan langsung naik. Tetapi Telkom tidak bisa seperti itu. Kondisinya saat ini justru banyak yang ingin berinvestasi kepada produk digital Telkom seperti Logee, atau PaDi UMKM, tetapi terjadi kebingungan dalam hal pembayaran. Investasi ini harus dilakukan kemana? Bagaimana caranya? Dan itu tidak bisa, karena bentuknya masih bersifat internally generated innovation. Cara agar kondisi ini bisa teratasi, diperlukan satu anak perusahaan agar bisa ikut memvalidasi ide-ide tadi, termasuk ikut berinvestasi. Jadi Telkom memisahkan dengan membentuk DigiCo,” jelas dosen yang mengajar juga di Tel-U ini.

Terkait investasi dan permodalan yang sedang dirumuskan Telkom lewat DigiCo, Riza menekankan bahwa kondisinya sangatlah berbeda dengan Venture Capital (VC) yang sifatnya langsung memberi modal. Di Digico, Telkom membangun ide awal dan menjalankan fungsi inkubasi, ketika sudah merasa cukup besar, barulah mengundang investor untuk memvalidasi bahwa ide tadi benarlah bisa memberikan hasil. Sehingga pada akhirnya nanti Telkom akan memiliki produk digital yang nantinya dimiliki oleh beberapa pihak dan bukan monopoli Telkom. Dengan hadirnya permodalan dan investasi pihak lain, maka di situlah value-nya semakin naik karena terbukti bisa menggandeng partner.

Strategi Orkestrasi Digital Telkom

Berbeda dengan Startup yang sifatnya lebih ke marketplace, produk-produk digital Telkom yang massive memerlukan adanya orkestrasi. Sekali lagi, orkestrasi ini dibutuhkan untuk menyingkirkan hal-hal yang sudah dijelaskan di atas. Orkestrasi juga merupakan salah satu strategi bisnis yang dijalankan Telkom. Ada tiga bentuk orkestrasi berdasarkan aktivitas yang dilakukan, yaitu early detection, implementation, dan decision.

Early Detection

Dengan jernih Riza mengatakan bahwa sebaiknya semua inisiasi produk digital dilakukan melalui early detection, artinya setiap hendak melakukan inovasi produk haruslah dipastikan tidak ada produk eksisting yang bergerak di arena, ekosistem, maupun value chain yang sama.

Early Detection dimulai dari memetakan opportunity di market dan memilih sesuai dengan compatibility yang mumpuni di ranah tersebut, “di sini kita melihat poin masing-masing setelah kita memutuskan mau masuk di sektor mana, barulah dibuatkan solusi di masing-masing vertikal. Caranya adalah kita men-develop produk yang cocok untuk masyarakat. Bisa dibilang, kalau early detection ini adalah strategi dalam memilih portofolio”.

Implementation

Wujud dari implementation adalah mengkonsolidasikan kekuatan yang tersebar di grup, atau menyambung-nyambungkan kapabilitas yang dimiliki dengan kapabilitas yang diperlukan.

Untuk menangkap opportunity dalam bisnis digital, Telkom mengeluarkan effort besar dengan mendirikan satu direktorat besar, yaitu Direktorat Digital Business yang baru dibentuk dua tahun belakangan. Salah satu divisi di dalamnya adalah Digital Business and Technology (DBT), yang saat ini merupakan divisi paling besar dibanding divisi lainnya. Ini adalah bukti keseriusan Telkom dalam menangkap peluang digital yang memiliki kelanjutan dari bisnis konektivitas melalui digitalisasi.

DBT meng-cover banyak vertikal baik di health, agriculture, logistic, education, dan travel and tourism. Divisi ini juga menyediakan platform untuk Digital Infrastructure, memiliki infrastruktur sendiri, begitu juga dengan assurance system. Sehingga DBT diharap mampu menjadi engine dalam menangkap opportunity digital yang sudah dibahas di atas.

Bisnis Digital Telkom yang bersifat platform menerjemahkan posisi Telkom yang dapat memfasilitasi banyak pihak dengan menyediakan platform yang bisa dipergunakan banyak pihak. Memetakan value chain adalah penting karena kolaborasi adalah suatu keniscayaan tersendiri.

“Di sisi implementasi kita memiliki tiga strategi, kita bisa membangun sendiri sebagai strategi build, atau bisa juga menggunakan strategi buy dengan membeli perusahaan yang sudah jadi atau menggunakan strategi borrow, dimana kita bekerjasama sebagai partnership. Ketiga strategi ini untuk melengkapi capability kita. Artinya jelas, dalam konteks kolaborasi selalu terbuka ruang-ruang kerjasama dengan semua elemen. Harapannya adalah kita bisa menjadi platform yang berada di tengah-tengah,” tambah Riza.

Decision

Decision diambil saat terjadi overlap sehingga harus dianalisis solusi terbaik yang paling menguntungkan dari kacamata grup, lantas diputuskan bersama.

Tak kurang seratusan produk digital milik Telkom Group yang sekarang sedang diidentifikasi dan di dalamnya ada beberapa overlap yang harus segera mendapatkan penataan. Inisiatif membuat sendiri solusi digital yang sebetulnya sudah ada di unit lain haruslah direm. Alih-alih menciptakan sendiri, seharusnya yang dilakukan ialah menyempurnakan yang sudah ada.

“Supaya tidak terjadi balap-balapan yang membuat banyak produk saling tumpang tindih. Caranya adalah dengan mendapatkan manfaat yang paling maksimal dari keberadaan produk-produk yang overlap tadi, apakah akan dimatikan salah satu, apakah akan digabung atau dikonsolidasikan ke satu yang terkuat. Intinya adalah bagaimana kita memaksimalkan benefit dari semua effort yang ada di Telkom supaya bisa menghasilkan yang maksimum dan menyingkirkan ego sektoral,” pandang Riza dalam menatap tantangan yang dihadapi Direktorat Digital.

Maka dari itu, Riza menekankan bahwa seharusnya orkestrasi dilakukan di awal secara lebih dini sebagai perencanaan yang matang. Bahkan sekarang Kementerian pun telah mengatur lebih ketat mengenai proses membangun mendirikan anak perusahaan baru. Sebagaimana seorang anak, tentu harapannya adalah anak tersebut kelak dapat berdiri sendiri dan mandiri.

“Intinya, membesarkan satu inisiatif itu perlu effort yang luar biasa. Mending kita punya satu unicorn tetapi yang impactfull dan powerfull dan saya berharap Telkom bisa fokus, yang sudah lama diinkubasi tetapi tidak bertumbuh, ada baiknya ditutup saja,” pungkas Riza.

--

--

Leap
Leap Telkom

Telkom Indonesia kembangkan banyak produk digital di bawah Leap. Temukan rangkaian cerita mendigitalisasi bangsa lewat solusi digital yang Kami hadirkan!