Hoax dan Praktik Nyata Perang Asimetris

Bambang Ts
lembagakeris
Published in
3 min readDec 5, 2017

Beberapa Bulan terakhir, publik Negeri ini disibukkan dengan banyaknya berita atau peristiwa yang terindikasi palsu atau sering disebut dengan istilah Hoax (dibaca: Hoks) padahal berita tersebut telah menjadi pembicaraan bahkan perdebatan di masyarakat. Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dimana didalamnya termasuk teknologi Media Sosial (Medsos) merupakan sebuah keniscayaan di era digital saat ini, dimana salah satu dampak buruknya adalah menjadi sarana untuk menyebarkan berbagai informasi yang terindikasi Hoax. Informasi yang tindikasi Hoax tersebut biasanya di unggah melalui website atau Medsos yang kemudian di sebarluaskan secara masif (viral) oleh para pengguna Medsos, dan kemudian menjadi perdebatan sengit di dunia maya bahkan di beberapa kasus menjadi konflik nyata di dunia nyata. Banyak definisi tentang Hoax, namun secara umum didefinisikan usaha untuk menipu atau mengakali pembaca/pendengarnya untuk mempercayai sesuatu, padahal sang pencipta berita palsu tersebut tahu bahwa berita tersebut adalah palsu dengan tujuan untuk membuat atau menggiring opini publik sesuai dengan kemauan sang pencipta berita palsu tersebut. Peredaran informasi Hoax bukanlah fenomena baru karena telah ada sejak abag 20an, bahkan menurut Lynda Walsh (2006) dalam bukunya yang berjudul Sins against Science: The Scientific Media Hoaxes of Poe, Twain, and Others, Hoax diperkirakan pertama kali dipakai pada tahun 1808.

Secara umum, perang asimetris adalah bentuk dari perang yang menggunakan cara-cara yang tidak lazim dan menyimpang dari hukum dan kebiasaan perang. Umumnya, perang selalu identik dengan dua kekuatan militer sebuah Negara/kelompok bersenjata yang saling menyerang. Namun, dalam peperangan asimetris kekuatan militer tidak dijadikan kekuatan utama dalam perang, sedangkan kekuatan yang digunakan adalah kekuatan nirmiliter seperti kekuatan budaya, kekuatan ekonomi, kekuatan teknologi, kekuatan informasi dan lain-lain, namun dengan tujuan yang sama yaitu untuk menguasai atau mengalahkan Negara/kelompok bersenjata yang menjadi musuhnya. Selain itu, dalam perang asimetris, aktor yang bermain bisa jadi bukan sebuah Negara/kelompok bersenjata seperti dalam perang konvensional, melainkan organisasi-organisasi atau individu-individu yang bergerak dan berdiri sendiri, atau menjadi kepanjangan tangan (proxy) dari Negara/kelompok yang mempunyai kesamaan kepentingan terhadap lawan yang menjadi musuhnya.

Dalam perkembangan terakhir kekuatan teknologi, komunikasi, dan informasi semakin banyak digunakan dalam praktik perang asimetris. Salah satu cara penggunaan kekuatan tersebut adalah dengan membangun dan menyebarkan informasi Hoax yang kemudian di sebarluaskan secara terus menerus kepada masyarakat/warga dari Negara yang menjadi target. Informasi Hoax tersebut digunakan untuk membangun opini di masyarakat/warga Negara dengan beberapa tujuan, antara lain untuk menimbulkan perselisihan, memicu terjadinya konflik antar sesama masyarakat/warga Negara, memicu terjadinya konflik antara masyarakat/warga Negara dengan aparatur Negara, membuat masyarakat/warga Negara tidak percaya dengan pemerintahnya, dan lain-lain. Dengan begitu, maka Negara yang menjadi target akan hancur dari dalam negerinya sediri tanpa harus di serang dengan kekuatan militer, atau minimal seluruh sumber daya (resources) Negara dan masyarakat akan habis untuk mengurusi berbagai persoalan yang dipicu oleh informasi Hoax tersebut.

Sebagai Negara yang sangat majemuk, Indonesia sangatlah potensial menjadi target dari model peperangan asimetris menggunakan kekuatan informasi Hoax ini, terlebih masih rendahnya budaya literasi di kalangan masyarakat Indonesia ketika menerima sebuah informasi. Untuk mengantisipasinya ada beberapa hal yang dapat dilakukan dengan melakukan pengecekan secara berulang sebelum mempercayai sebuah informasi kemudian membedakan apakah informasi tersebut bersumber fakta ataukah opini yang dibuat dengan bumbu-bumbu judul dan foto yang provokatif. Selain itu, bijak dan selektif dalam membagikan informasi juga perlu diperhatikan, karena tidak semua informasi walaupun itu benar dan valid dapat dibagikan (share), terlebih jika menyangkut Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA). Dengan begitu maka potensi kerusakan yang ditimbulkan oleh informasi Hoax dapat di minimalisir, serta dapat melindungi Negara ini dari ancaman Asimetris.

Originally published at http://lembagakeris.net on December 5, 2017.

--

--