Urgensi Penguatan Peran Penerangan TNI

Bambang Ts
lembagakeris
Published in
5 min readSep 23, 2013
Robert Riggs reporting from Iraq during the Invasion in 2003. Pictured here with cameraman Billy Sexton with a Patriot Missile Battery from 552ADA while under fire.

Semakin majunya perkembangan teknologi komunikasi, informasi dan internet tahun-tahun terakhir merupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat dihindari oleh Negara manapun di dunia, padahal perkembangan tersebut selain membawa peluang untuk memajukan sebuah Negara namun juga membawa ancaman yang bukan tidak mungkin dapat menghancurkan sebuah Negara. Salah satu yang berkembang pesat adalah media massa yang dahulu hanya didefinisikan sebagai media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas yang terdiri dari media cetak (koran, majalah dll) dan media elektronik (radio, televisi dll), namun sekarang sudah berkembang dan bergeser menjadi media massa tradisional dan media massa modern [1]. Media massa tradisional adalah media massa dengan otoritas dan memiliki organisasi yang jelas sebagai media massa. Secara tradisional media massa digolongkan sebagai berikut: surat kabar, majalah, radio, televisi, film dan lain-lain, sedangkan media massa modern adalah media massa yang lahir seiring perkembangan teknologi jaringan internet dan komunikasi seperti social media, blog, website, portal berita online, radio digital, televisi digital dan lain-lain. Dengan komunikasi yang sangat canggih saat ini, jarak dan waktu bukanlah menjadi hambatan untuk menyelenggarakan komunikasi secara real time sehingga informasi bisa didapat dengan segera pada menit-menit pertama informasi tersebut dibutuhkan untuk mengeksekusi sebuah kebijakan. Namun dibalik kemudahan tersebut terdapat sebuah ancaman besar jika perkembangan tersebut tidak dikuti dan dikelola secara baik oleh para pemangku kebijakan, karena bukan hanya berpotensi merusak kebhinekaan yang menjadi sendi kehidupan bernegara, namun juga dapat menghancurkan negara secara asimetris.

Semangat keterbukaan informasi dan kebebasan pers yang bersemi pasca reformasi 1998 menjadi pemetik munculnya banyak media massa baru baik tradisional maupun modern di Indonesia dengan beragam bentuknya. Namun sedikit sangat disayangkan jika dari banyaknya media massa yang ada saat ini hanya sedikit yang menunjukan karakter ke-Indonesiaan, dan tidak sedikit yang lebih banyak membawa budaya asing dan/atau sekedar menjadi corong dari kepentingan pemilik media tersebut dalam menyampaikan ide gagasannya. Sebagai g arda t erdepan dan sekaligus benteng terakhir Negara, Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang didalamnya juga menyelenggarakan fungsi promosi, publikasi dan propaganda yang berkaitan dengan cinta tanah air serta pertahanan dan kedaulatan Negara saat ini mau tidak mau harus mampu mengikuti perkembangan model media massa terkini sehingga dapat menyebarkan informasi secara faktual dan dipercaya oleh rakyat. Dahulu ABRI (sekarang TNI) tercatat pernah memiliki surat kabar yang diterbitkan oleh angkatan bersenjata untuk membendung dominasi propaganda komunis pada awal 1965 yang bernama harian berita yudha, namun akibat tidak mampu mengikuti perkembangan media massa yang begitu cepat berubah dan setelah mengalami berbagai masalah yang berpangkal pada perbedaan cara pandang apakah harian Berita Yudha aakan tetap sebagai Harian yang membawakan misi penerangan angkatan bersenjata dan lebih cenderung sebagai organisasi sosial, ataukah harian berita yudha akan menjadi organisasi komersial dengan kemauan pasar seperti media massa lain. Polemik akan bentuk tersebut yang akhirnya menenggelamkan harian berita yudha yang akhirnya resmi bubar pada tahun 1997 [2].Pasca bubarnya harian berita yudha, otomatis fungsi promosi, publikasi dan propaganda yang berkaitan dengan cinta tanah air serta pertahanan dan kedaulatan Negara yang dilakukan oleh TNI hanya bertumpu pada pusat penerangan markas besar, dinas penerangan angkatan dan penerangan satuan dengan kemampuan produksi berita kebanyakan hanya untuk konsumsi internal dan sangat sedikit yang dipublikasikan untuk kepentingan umum. Padahal saat ini masyarakat bangsa ini sangat memerlukan promosi, publikasi dan propaganda tentang cinta tanah air, kebhinekaan, rasa gotong royong dan mencintai budaya asli negeri ditengah gempuran promosi, publikasi dan propaganda budaya asing yang bisa mungkin merupakan bagian dari perang asimetris untuk melemahkan bangsa ini dari dalam.

Angkatan bersenjata mempunyai media bukanlah hal aneh asalkan memang untuk mencapai tujuan dan kepentingan bangsa dan Negara tersebut. Sebagai contoh, angkatan bersenjata Amerika Serikat pun saat ini masih mengoperasikan American Forces Network (AFN) [3] yang merupakan wadah gabungan fasilitas radio dan televisi milik angkatan bersenjata Amerika Serikat yang dipancarkan dari pangkalan mereka didarat dan dari kapal angkatan laut mereka dilaut yang beroperasi hampir seluruh dunia untuk mendukung promosi, publikasi dan propaganda kepentingan Amerika Serikat yang terbukti ampuh dalam membangun opini publik amerika dan dunia untuk tetap mendukung langkah yang diambil oleh pemerintah Amerika Serikat. Dengan kemampuan jaringan penerangan TNI dari mulai markas besar sampai dengan satuan terbawah, seharusnya dapat dimaksimalkan TNI untuk melakukan promosi, publikasi dan propaganda dan bukan hanya untuk sebagai perangkat dokumentasi seremonial kegiatan dan kehumasan belaka. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan jika penerangan TNI mempunyai keinginan berevolusi menurut penulis, diantaranya:

  1. Melengkapi satuan TNI khususnya satuan territorial dengan stasiun radio. Jika semua satuan TNI dari mulai yang di kota sampai dengan satuan diperbatasan dan kapal yang beroperasi di lautan dilengkapi dengan stasiun radio, maka radio tersebut selain sebagai wadah interaksi TNI dengan masyarakat, juga bisa sebagai media untuk melaksanakan promosi kepada masyarakat untuk selalu menumbuhkan rasa cinta tanah air, gotong royong dan pesan-pesan lain yang berguna dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
  2. Menjadikan dan membekali dinas penerangan angkatan kemampuan reportase kegiatan dan bukan hanya sekedar dokumentasi kegiatan. Hal ini penting jika penerangan TNI ingin menyebarkan siarannya dalam bentuk audio dan video yang nantinya dapat disiarkan dengan membuat jaringan televisi pemerintah atau dengan memanfaatkan teknologi internet dengan menggunakan streaming sehingga dapat diakses oleh semua orang yang terhubung dalam jaringan internet.

Penutup

Seorang pakar perang informasi dari USAF Colonel Alan D. Campen mengatakan bahwa “ Perang Informasi merupakan suatu tindakan secara langsung atau tidak langsung yang dilakukan untuk memanipulasi, meniadakan, mengacaukan atau menghancurkan informasi dan sistem informasi lawan, baik pada masa damai, pada masa krisis atau pada masa perang yang menyentuh pada bidang sosial, ekonomi, industri atau sistem informasi elektronik militer” [4], sehingga diperlukan sebuah media untuk selalu menjaga informasi dan selalu mengingatkan seluruh warga bangsa tentang cinta tanah air, kebhinekaan, gotong royong dan mencintai budaya sendiri sehingga dapat menghalagi efek yang ditimbulkan oleh perang informasi dan opini yang dilakukan musuh Negara. Memaksimalkan peran penerangan TNI sebagai pusat promosi, publikasi dan propaganda adalah salah satu jawaban, dan dengan tidak mengkerdilkannya hanya untuk sebagai perangkat dokumentasi seremonial kegiatan dan kehumasan belaka.

Referensi:

[1] “Media Massa” (http://id.wikipedia.org/wiki/Media_massa, diakses 22 September, 2013)

[2] “Redupnya Harian Berita Yudha” (http://mpurajahmaya.blogspot.com/2012/04/redupnya-harian-berita-yudha-melihatnya.html, diakses 22 September, 2013)

Originally published at http://lembagakeris.net on September 23, 2013.

--

--