Digitalisasi Layanan Perbankan, Mengapa Penting untuk Dilakukan?

Mandiri Digital
Mandiri Digital
Published in
4 min readJul 21, 2020
Gambar oleh <a href=”https://pixabay.com/id/users/Alexas_Fotos-686414/?utm_source=link-attribution&amp;utm_medium=referral&am

Bank Mandiri adalah bank yang lahir dari rahim perubahan zaman. Lahir dan tumbuh ketika empat bank bergabung bersinergi untuk menjadi raksasa keuangan di saat negara ini bersiap untuk masuk ke babak baru. Setelah 21 tahun, tantangan dan perubahan akan terus ada. Hal inilah yang menjadi dasar pemikiran kenapa Bank Mandiri harus tetap mengikuti perkembangan zaman.

Kenapa dunia digital saat ini sangat berbeda dengan lima tahun yang lalu? Dahulu akses ke perbankan seperti transaksi dibatasi oleh jam operasional cabang, kemudian muncul inovasi dalam bentuk ATM, kendati tetap terkendala oleh jam operasional ATM itu berada. Jika dahulu akses perbankan ditentukan seberapa banyak infrastruktur di lapangan, maka sekarang kendala tersebut sudah bergeser, semua ditentukan oleh seberapa siap infrastruktur digital milik bank tersebut.

Berubah, itulah yang menjadi pilar pertama dari program digitalisasi. Seperti merenovasi rumah, Bank Mandiri memperkuat struktur pondasinya dahulu, yaitu back end. Karena berdasarkan pengalaman selama ini, percuma mempunyai front end (mobile banking, ATM, dan fitur canggih lainnya) jika nasabah masih mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan. Pengalaman itu akibat adanya gangguan karena pondasi back end tidak mempunyai kapasitas yang cukup untuk menampung semua kebutuhan nasabah yang semakin hari semakin bertambah. Itu yang melandasi kenapa pilar pertama dalam digital banking Bank Mandiri bukanlah platform.

Sejak dua tahun yang lalu, Bank Mandiri sudah banyak melakukan beberapa perubahan besar. Salah satunya adalah migrasi sistem dari sistem P7 ke sistem P9. Dengan adanya insiatif ini diharapkan tidak akan lagi terjadi kasus down pada sistem perbankan Bank Mandiri seperti waktu Lebaran dua tahun lalu di mana semua mesin EDC mengalami gangguan. Karena bukan masalah di EDC, akan tetapi terjadi masalah di sistem.

Pemahaman Bank Mandiri mengenai digital juga tidak hanya sebatas di pemahaman tentang apa itu digital? Apakah hanya cukup sebatas transaksi yang dilakukan secara mobile saja? Tidak. Bank Mandiri melihat bahwa kunci dari program digital adalah keputusan yang cepat, semua proses perbankan bisa dilakukan dari satu tempat yaitu personal device, baik itu smartphone atau komputer. Perubahan proses ini yang menjadi pondasi untuk mengubah culture dan juga pola pikir SDM Bank Mandiri. Dengan demikian, ketika Bank Mandiri mengotomatisasi semua proses di belakang yang tadinya berjalan manual bisa menunjang kinerja semua platform yang tersedia. Apakah layanan Bank Mandiri sudah 100 persen digital? Jawabannya belum, tetapi Bank mandiri sedang menuju ke arah sana dengan berbagai persiapan dan inisiatif yang dilakukan.

Inisiatif terbaru yang akan dihadirkan dalam waktu dekat ini adalah Whatsapp banking, di mana nanti nasabah bisa melakukan transaksi melalui aplikasi pesan tersebut untuk misalnya memeriksa saldo, history transaksi, dan sebagainya. Hal ini bisa kami lakukan karena Bank Mandiri sudah membereskan semua pekerjaan rumah di back end, sehingga di sisi depan Bank Mandiri bisa lebih leluasa untuk melakukan inovasi.

Fintech Turut Serta Mengubah Pola Pikir

Jika dilihat perkembangan digital banking selama dua hingga tiga tahun terakhir, banyak asumsi bahwa bank terdisrupsi oleh kehadiran fintech. Bisa dikatakan tidak sebetulnya, tetapi kehadiran mereka justru mempercepat perubahan pola pikir perbankan, bahkan dalam pemahaman ekstrem,

“Saya bisa melakukan semua transaksi perbankan saya tanpa perlu turun dari tempat tidur saya”.

Artinya apa? Nasabah bisa mendapatkan journey dari membuka rekening sampai menutup rekening itu tanpa satu detik pun bertemu dengan frontliner Bank Mandiri. Nasabah cukup berhadapan dengan layar smartphone dengan ukuran tidak lebih dari 6 inch.

Pertama, walaupun realitas di Indonesia uang dalam bentuk fisik masih menjadi hal yang penting, tetapi itulah yang menjadi pembeda Bank Mandiri dengan fintech. Bank mempunyai physical infrastructure seperti ATM, call center, kantor cabang, dsb. Hal ini yang tidak dimiliki oleh fintech, oleh sebab itu Bank Mandiri tidak menganggap physical infrastructure sebagai beban melainkan aset yang menjadi nilai tambah.

Pola pikir hybrid juga menjadi landasan dalam melakukan inovasi. Hal ini muncul ketika Bank Mandiri ingin agar nasabah yang ingin mencetak kartu debit tidak perlu jauh-jauh ke kantor cabang penerbit kartu, tetapi mereka cukup ke vending machine yang akan disebar di beberapa titik dan mereka bisa saat itu juga mencetak kartu debit mereka. Jadi inisiatif digital tidak melulu membuat semua proses itu menjadi digital semata, melainkan harus memberikan kemudahan akses dan realtime kepada nasabah terkait layanan perbankan yang mereka butuhkan.

Digitalisasi layanan perbankan juga tidak hanya menyasar market retail, tetapi juga merambah ke mareket wholesale. Selama ini layanan digital identik dengan retail, seolah-olah wholesale tidak membutuhkan layanan digital, tetapi perlu digarisbawahi bahwa nasabah Bank Mandiri juga banyak dari sektor wholesale, sehingga sektor ini tidak luput dari inovasi. Jika di retail mereka mengakses melalui platform Mandiri Online, maka di wholesale mereka menggunakan Mandiri Cash Management (MCM).

Proses di MCM sangat berbeda, karena sekali melakukan transfer itu bisa ke ribuan orang. Yang kedua yang mengoperasikan internet banking bukan nasabah sendiri melainkan manajemen perusahaan. Dan hal yang paling utama dari sisi nasabah korporasi adalah karena mereka mempunyai System Application and Product (SAP) sendiri dan kebanyakan menginginkan agar sistem layanan perbankan terintegrasi dengan SAP milik mereka, dan Bank Mandiri sudah melakukan hal ini sejak lima tahun yang lalu.

Namun, di antara semua inisiatif untuk mempermudah layanan perbankan, Bank Mandiri juga tetap memperhatikan moral hazard yang ditimbulkan dari segi kemudahan bertransaksi. Kemudahan yang dihadirkan juga sudah tentu membuat nasabah cenderung menjadi konsumtif dan tidak bisa mengontrol keuangan mereka. Karena itu, Bank Mandiri ke depannya juga akan membuat fitur untuk mengatur limit transaksi. Diharapkan efek psikologisnya dari fitur ini adalah nasabah bisa mengatur keuangan mereka dengan lebih bertanggung jawab sehingga kemudahan yang dihadirkan oleh perbankan benar-benar membantu hidup mereka, alih-alih menjerumuskan.

--

--