Agar Bersepeda Menyehatkan, Bukan Menghantarmu Hingga Ujung Usia

Noor Hafidz Priatna
danget_on
Published in
6 min readSep 17, 2020

Masa PSBB, masanya menghemat uang. Namun, penjualan sepeda justru meningkat drastis. Banyak, faktor yang diperkirakan melatarbelakanginya. Salah satunya aspek kesehatan. Selain bisa menjadi ajang rekreasi, bersepeda bisa meningkatkan imunitas, mengingat kita berada pada masa pandemi Covid 19. Namun, di tengah arus musim sepedahan, kita menemukan kasus kematian mendadak saat bersepeda.

Apa yang sebenarnya terjadi? Kemudian, bagaimana caranya agar kita terhindar dari resiko terburuk, yakni kematian? Mari kita simak bahasannya.

Saya pernah bertanya-tanya, jika banyak pihak menahan uangnya, lantas di mana uang-uang ini berada sebenarnya. Kalau di oemerintah, jelas toh. Namun, ternyata, selain untuk membeli makanan, masker, dan obat-obatan, sepeda menjadi pilihan masyarakat sebagai sarana konsumsinya. Entah karena sekadar latah melihat tren atau memang sadar akan manfaatnya bagi kesehatan.

Pada masa PSBB, di mana berbagai aktivitas ekonomi melambat, para pemilik merk atau penjual sepeda justru merasakan 'berkah’-nya. Menjadi salah satu pilihan masyarakat meyalurkan uang-uangnya. Sepeda justru laris manis pada masa pembatasan aktivitas kerja di kantor dan sekolah. Peningkatan sales-nya bahkan mencapai dua kali lipat dibandingkan hari-hari sebelumnya.

Mengutip kontan co.id, salah satu yang merasakan 'berkah psbb' ini ialah PT. RMB (Roda Maju Bahagia), produsen sepeda bermerk Elemen MTB, police bike, Camp, Ion, dan Capriolo sudah memperoleh sekitar 50% realisasi penjualan dari total target volume penjualan yang ingin dikejar pada tahun ini di bulan kelima. Mereka menargetkan 300.000 unit terjual pada akhir tahun ini.

"Tren kenaikan permintaan sudah mulai dirasakan oleh kami selang beberapa minggu pasca pemberlakukan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Jakarta, " terang Chief Executive Officer PT Roda Maju Bahagia (RMB), Hendra, "trenn kenaikannya pun cukup merata, dimulai dari Jakarta kemudian diikuti oleh beberapa kota-kota besar lainnya di Indonesia."

Pengalaman serupa diakui oleh PT Insera Sena, pemilik merek sepeda Polygon. Brand Director PT Insera Sena William Gozali mengungkapkan peningkatan permintaan sebenarnya sudah dirasakan sejak pertengahan April 2020. Namun, mengalami peningkatan tajam memang pada saat diberlakukannya PSBB. William menduga fenomena ini terjadi karena masyarakat merasa bosan akibat berkurangnya aktivitas di luar rumah. Terlebih, penerapan new normal juga menciptakan kebutuhan baru akan moda transportasi alternatif yang aman digunakan.

“Dari beberapa laporan dealer ada yang melonjak 200%, ada yang 100%, ada yang 50%, jadi sangat bervariasi,” terang William.

Mengutip katadata.co.id penjualan sepeda meningkat hingga 30% pada bulan April dan Juli 2020 dibandingkan pada tahun sebelumnya.

"Rata-rata kenaikan mungkin sekitar 30% dibanding penjualan periode yang sama tahun lalu. Kenaikan terjadi pada akhir April saat pemerintah mulai melonggarkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)," kata Ketua Umum Asosiasi Industri Persepedaan Indonesia (AIPI), Rudiyono kepada Katadata.co.id, Juli.

Fenomena ini nyatanya keluar dari ekspektasi pelaku usaha di bidang sepeda. Mereka mengaku kaget karena situasi ini terjadi pada masa pandemi covid-19, di mana ekonomi sedang surut.

"Dalam kondisi prihatin seperti ini kita pun surprise. Nggak sangka sebenarnya kebutuhannya kok jadi kaya gini, orang di rumah semua, nggak keluar. Kok malah gini," kata Rudiyono kepada CNBC Indonesia pada bulan Juni.

Selain latar belakang aktivitas luar ruangan menyehatkan, menurut Rudiyono, faktor lain pendorong fenomena sepedahan ini karena kesulitan melakukan mobilisasi karena ojol tak bisa bebas beroperasi kala itu (bulan Juni) begitupun berkendaraan pribadi. Jumlah penumpang mobil dibatasi, motor untuk di Kota Bandung misalnya, sampai tidak boleh boncengan. Sedangkan angkot atau bus kota bukan pilihan karena khawatir resiko penularan.

Menurut riset yang dilakukan situs meta-search iPrice, selama masa pandemi, jumlah pemesanan sepeda naik hingga 50%. Pengguna sepeda di kawasan Ibu Kota meningkat hingga 1.000% pada minggu pertama Juli 2020 dibandingkan 2019. Sepeda lipat, sepeda gunung dan sepeda anak menjadi tiga model sepeda yang menjadi tren di Indonesia.

Adapun pencarian terbanyak ditempati sepeda lipat (folding bike). Search interest di Google Trends sepeda lipat meningkat hingga 900% sejak 1 Maret hingga 21 Juni 2020. Selanjutnya sepeda gunung (mountain bike/ MTB) dengan kenaikan interest hingga 680% sejak 1 Maret hingga 21 Juni 2020. Berikutnya, sepeda anak (Kids bicycle) dengan pencarian yang juga meningkat sejak 1 Maret sebesar 142%. Road bike atau sepeda balap berada di peringkat terakhir dengan peningkatan pencarian sebesar 300% selama periode yang sama.

Sebagaimana yang sudah sedikit disinggung sebelumnya, salah satu motif orang-orang memilih beli sepeda ialah karena alasan kesehatan. Ditambah susah dapat ojol, bisa sambil berjemur pagi-pagi keliling komplek, dan alasan lain yang mungkin menjadi motif tak sadar. Yakni, karena banyak sepeda berseliweran di lini masa medsos dengan kualitas foto yang ciamik. Memangnya apa sih manfaat bersepeda buat kesehatan?

Mengutip hallosehat.com, bersepeda memang banyak manfaatnya bagi kesehatan. Mulai dari mengendalikan berat badan hingga mengurangi stress, bahkan bisa meningkatkan gairah sex. Untuk yang terakhir, sebenarnya, tak bersepeda pun, kalau di rumah melulu, ya pengennya ‘gelud’ sama suami/ istri. Selain itu, bersepeda juga dapat mengurangi resiko penyakit jantung dan pembuluh darah, juga mengurangi resiko kanker dan diabetes.

Memang bersepeda menyenangkan dan menyehatkan. Apalagi, jika bergabung dengan komunitas. Akhir pekan, sembari menikmati udara pagi dan matahari hangat, kita bersepeda, bisa ke daerah wisata atau sekadar ke cfd di daerah. Ya, meski beresiko berdesakan, yang berarti meningkatkan resiko penularan Covid. Memang sampai saat tulisan ini dibuat belum terdapat kasus penularan dari sesama pesepeda. Namun, resiko kematian ternyata datang dari sumber yang lain.

Sudden death atau kematian tiba-tiba terjadi pada beberapa orang pesepeda pada beberapa bulan lalu. Mulai dari pria berusia 53 tahun di Serang, kemudian lelaki bernama Febrian di Bogor, kemudian anggota polisi di Jogja, kemudian mantan stafsus Menteri Jonan. Juga di Bandung, rekan kerja saya yang juga wartawan senior yang akrab kami panggil Abah Ilman. Kelelalahan diduga menjadi penyebab kematian para pesepeda. Benarkah kelelahan yang menjadi penyebabnya? Mari kita berbincang dengan dokter Ahli Ilmu Fisologi Olahraga Klinis, Rizky Perdana.

Dokter yang juga peminat lari dan bersepedah ini berpendapat jika penyebab kematian sebenarnya bukanlah kelelahan, melainkan karena memang memiliki penyakit sebelumnya. Namun, yang bersangkutan mungkin saja tidak merasakannya.

"Salah satu penyebab terbanyak atau etiologi kematian mendadak (sudden death) ialah sudden cardiac death," terang dokter yang merangkap dosen Universitas di Bandung, "Penyakit atau gangguan itu bisa berupa gangguan irama jantung dan gangguan pada arteri corona jantung yang umum dikenal jantung koroner. Kedua, karena gangguan masif, berkisar pembuluh darah di otak, kemudian struk hemoregic atau struk yang terjadi pendarahan di otak."

Apabila pesepeda tidak merasakan lelah dan selanjutnya malah jatuh pingsan karena masalah jantung, kemungkinan itu karena sudah ada penyumbatan parsial atau gangguan ritme jantung. Jika di dalam pembuluh darah terdapat sumbatan parsial, memang yang bersangkutan bisa tetap beraktifitas seperti biasa. Namun, sumbatan tersebut pada titik tertentu akan terlepas. Semburannya akan menutup aliran darah ke organ vital. Kondisi tubuh yang normal biasanya tidak akan mengalaminya.

"Jadi, bukan karena capek melainkan karena ada penyakit sebelumnya", terang dokter yang praktik umum di salah Klinik di Kabupaten Bandung.

Selain itu perlu diperhatikan, banyak penyakit yang tak terasa gejalanya. Contohnya penyakit penyumbatan di jaringan arteri corona jantung (jantung koroner). Kalau sempurna tertutup, massif, akan terasa. Namun, itu pun baru bisa dideteksi jika melakukan pemeriksaan khusus. Contohnya dengan eho cardiogram atau treadmill exercise dengan bagian dadanya ditempeli LED jantung untuk dilihat EKG-nya.

"Pada usia tertentu atau punya faktor resiko tertentu dari keluarga dan kebiasaan, faktor turunan, gangguan metabolisme, merokok, saya sarankan periksa jantung berkala," ungkapnya pada saya melalui fitu voice notes di aplikasi WhatsApp.

Umunya kelelahan bisa jadi ciri latihan yang terlalu berat atau overload. Namun, pada pengidap diabetes miletus, ambang nyerinya menurun karena ada kerusakan di sarafnya. Akibatnya nyeri tidak terasa.

Agar terhindar dari resiko kematian mendadak, salah satu hal yang harus diperhatikan kala kita berniat olahraga rutin yang terukur dan terprogram, dokter Rizki menyarankan agar melakukan asessment dulu. Tujuannya, mendeteksi faktor resiko penyakit, terutama, mereka yang baru memulai pada usia yang banyak faktor resikonya, mulai usia 35 hingga 40, apalagi 50 tahun ke atas.

"Berdasarkan assesment tersebut maka akan diketahui apa yang harus dihindari. Juga penentuan olah raga apa yang baik untuk memulai," dokter Rizki menerangkan.

Dokter Rizki menemukan jika fase asessment ini sering kali dilewatkan. Apalagi kalau gabung komunitas. Memang dengan gabung komunitas, olah raga jadi lebih bersemangat dan pada akhirnya badan jadi lebih bugar. Namun, efek samping dari berkomunitas ialah terlalu semangat, kurang memperhatikan kapasitas tubuh, malah merusak tubuh.

"Bukan hanya serangan jantung atau gangguan jantung, efek samping yang lebih sederhana ialah terlalu capek, terlalu diporsir. Akibatnya bukan membawa efek sehat, justru sebaliknya. Tubuh capek, otot rusak karena proteolisis dan meningkatnya resiko cidera. Malah kontraproduktif," tegas dokter Rizki.

Ia berpesan, hendaknya bagi yang sudah berusia mulai 35 tahun melakukan medical check up lengkap. Jika pun sudah dicek dan normal, kita perlu perhatikan perilaku hidup kita. Kalau bersih dan sehat, boleh cek ulang dua sampai tiga tahun. sekali, atau ketika ada gejala.

"Gejalanya yaitu nyeri dada kiri yang menyebar ke lengan kiri dan leher, nyeri seperti ditimpa benda berat, sesak, dan keringat tubuh banyak ketika sakit," terangnya.

Selanjutnya kita harus peka pada kondisi tubuh kita dan listen our body, dengarkan tubuh kita. Jika tubuh mulai terasa nyeri kala bersepeda, hendaknya kita berhenti. Tubuh nyeri itu ibarat lampu merah. Sedangkan lampu kuningnya ialah kelelahan yang terasa amat sangat. Saat itu, hendaknya kita mebgurangi intensitas atau kecepatan dan melanjutkan secara perlahan.

Berolahraga memang penting, namun menakar dan peka terhadap tubuh menjadi syarat agar bersepeda tak hanya menyenangkan namun membuat kita dapat menikmati hidup lebih lama selama jatah usia.

--

--

Noor Hafidz Priatna
danget_on

Konten bisa jadi merupakan link affiliate ke website yang sedang saya bangun, https://danget.online/