Kata Siapa Main Gim Bahaya? Malah Menyehatkan Kok

Noor Hafidz Priatna
danget_on
Published in
8 min readSep 22, 2020

Ritme harian berubah karena harus bekerja di rumah. Yang sebelumnya kerja dihitung berdasarkan durasi jam kerja, kini tak ada lagi jam pulang karena memang kerja di rumah. Target capaian kerja menjadi alat ukur yang baru sehingga waktu kerja menjadi relatif; kadang bisa selesai dalam waktu lebih dari delapan jam, namun, tak jarang kurang dari empat jam sudah selesai pekerjaan. Waktu luang bertambah.

Bermain gim menjadi salah satu pilihan aktivitas pengisi waktu luang. Tentunya selain nonton video streaming, tugas mengasuh anak, dan bersepeda di pagi hari.

Pada pekan pertama kuartal kedua tahun ini, 1,2 Milyar kali gim mobile pada platform iOS dan Android telah diunduh. Meningkat 20 persen dibanding tahun 2019. Dengan rincian total, pada iOS hampir mencapai angka 3 miliar kali, meningkat 20 persen dibanding tahun 2019. Sedangkan jumlah unduh pada sistem operasi Android mencapai 11 miliar kali. Dengan jumlah unduhan ini, para pemain gim mobile di seluruh dunia menghabiskan total 19 milar dollar AS, atau sekitar Rp 274,7 triliun, sebagaimana dirangkum Kompas Tekno dari Equal Ocean.

Secara umum, rentang segmen pemain gim cukup luas. Bukan hanya pria muda, namun juga perempuan berbagai usia, bahkan termasuk ibu-ibu. Bisa kita lihat data yang dikutip dan dipublikasi pada Maret tahun lalu oleh bola.com, berdasarkan paparan Program Director MMA APAC, Azalea Aina.

Azalea menyampaikan hasil survei MMA, di Indonesia 55 persen gamer adalah laki-laki dan sisanya perempuan. Adapun usianya beragam, mulai dari 16-24 tahun adalah 64 persen, 25-34 tahun 65 persen, usia 35-44 tahun 64 persen), dan usia 45-54 tahun 47 persen.

Dalam data tersebut dapat kita lihat mayoritas adalah usia produktif. Usia produktif, menurut Badan Pusat Statistik ialah rentang usia 15-64 tahun. Dapat dikatakan, berdasarkan data MMA, mayoritas usia produktif masyarakat Indonesia ialah pemain gim.

Para pemain gim ini, rata-rata menghabiskan waktu 7,5 jam perpekan untuk bermain, dengan 28 persen pemain gim bermain lebih dari 10 jam perpekan. Sebagaimana hasil riset yang dilakukan oleh Lenovo dan dikutip serta dipublikasi oleh marketeers.com pada Juni 2019. Gamers yang terlibat pada penelitian ialah mereka yang memiliki aktivitas atau kehidupan lain. Untuk genre, gim yang paling terkenal di antara mereka ialah social/casual games dan first-person shooter.

Untuk waktu bermain, sebagian besar gamer memilih bermain di malam hari (69% dari total waktu seharian), sementara sisanya untuk melakukan kewajiban di pagi dan siang hari. Sebanyak 14% gamer mengatakan mereka bisa bermain kapan saja mereka mau, tapi sebagian besar mengatakan bahwa pekerjaan (67%) dan keluarga (56%) kadang menjadi penghalang bagi mereka bermain lebih sering.

Mengingat saat ini kita berada pada masa pandemi, munculah asumsi dalam benak saya, jika durasi bermain gim pun akan betambah. Untuk di Indonesia, saya belum menemukan datanya. Namun, untuk di empat negara berikut durasi bermain gim bertambah. Mengutip statista.com , durasi bermain game para gamer Amerika Serikat meningkat 45 persen, Prancis 38 persen, Inggris 28 persen, dan Jerman 20 persen.

Bermain gim memang bisa menyenangkan bagi sebagian orang yang suka. Saya sendiri teemasuk orang yang gak betahan memainkan satu gim. Dal pikiran saya, terbentuk konsep kalau "Gim itu sarana refreshing". Kalau malah bikin pusing, bagi saya saatnya berhenti bahkan uninstall aplikasi gim. "Kehidupan nyata sudah cukup membuat saya pusing, bermain gim buat saya gak worthed untuk membuat saya stress atau pusing". Karenanya, kalau pun saya bermain gim, saya pilih yang ringan atau tidak perlu berpikir. Namun, trman-teman mungkin punya pendapat berbeda. Salah satunya ialah salah satu saudara sekaligus teman bermain kecil, Fachrizal Faisal atau akrab kami panggil Ijal.

Ijal saat ini ialah anggota dari salah satu tim e-sport Mobile Legend. Ia mengaku sudah bermain gim sejak kecil. Namun, ia mengaku intensitasnya meningkat kala ia SMK. Kala itu, ia memainkan gim berbasis PC, di antaranya World of Worldcraft, D.O.T.A., Point Blank, Ayo Dance, dan Ragnarok. Secara pribadi, buat saya, Ijal adalah pemain gim yang hebat karena saya tak pernah menang darinya. Ia juga pernah beberapa kali menjuarai adu ketangkasan bermain gim beberapa waktu belakangan.

"Buat sekarang fokus di game mobile , ya mobile legend salah satu game yang difokusin," terang Ijal (29) via fitur chatting aplikasi WhatsApp pada saya, "selain itu, buat saat ini gak ada gim lain, paling kalo untuk selingan main game pc, selanjutnya nanti bakal fokus ke league of legend kalau sudah rilis."

Ijal mengaku dirinya sempat terlintas ingin menjadi atlet e-sport, namun menimbang kondisi saat ini, salah satunya faktor usia, menjadi atlet tak lagi jadi fokus, melainkan sekadar hobi. Untuk hobinya bermain gim, ia mengaku sebenarnya ada tahap di mana gim ia rasakan mengganggu.

"Nah itu susah lepas kalo udah hobi padahal kita tau itu banyak buang waktu produktif kita sendiri," daku Ijal, "memang sih sekarang bermain gim bisa jadi mesin uang, cuma ya itu kecanduan main gim itu kaya narkoba aja sulit buat lepas wkwk."

Memang benar saat ini, bermain gim bisa menjadi sumber penghasilan. Menjadi atlet e-sport, Brizio Adi Putra memperoleh gaji 17 hingga 23 juta rupiah perbulan. Untuk menjaga performanya, zeperti atlet profesional, pemain dituntut melaksanakan aturan latihan yang ketat, termasuk menu di antaranya 10 hingga 12 jam permainan dan diskusi taktis setiap hari. Kesehatan fisik dan mental mereka diawasi dengan ketat. Tidak jarang tim memastikan pemainnya mendapatkan latihan fisik yang cukup dan memperhatikan pola makan mereka. Selain itu, tim tinggal bersama di rumah permainan bergaya asrama, diawasi dengan ketat oleh manajer dan pelatih agar terbangun hubungan dan kerja sama tim selama musim permainan.

Bukan tanpa alasan manajemen yang diberlakukan pada atlet e-sport dirancang layaknya atlet pada cabang olah raga lainnya, seperti sepak bola, lari, balap sepeda, dan lain sebagainya. Melainkan agar para atlet, selain menjaga performa juga para petarung tak menjadi korban stres, obesitas, dan diabetes yang baru-baru ini mengakhiri karir pemain top dari China Jian Uzi Zihao. Salah satu persoalan yang dikaitkan dengan bermain gim ialah soal dampaknya terhadap kondisi mental bahkan fisik. Selain itu, soal efek samping terhadap karir juga hubungan sosial.

Bermain gim memang bisa jadi menyenangkan. Menyelesaikan tantangan, mengalahkan lawan menjadi kepuasan tersendiri. Kecuali teman-teman bercita-cita menjadi atlet, bisa saja teman-teman membiarkan diri tenggelam dalam permainan. Namun, tentu perlu dipertimbangkan bagi teman-teman yang memiliki tanggung jawab pekerjaan, keluarga, dan atau lingkungan sosial yang perlu dijaga dan dirawat.

Seperti mayoritas pemain gim, Ijal juga memiliki aktivitas lain. Yakni, pekerjaan, juga pasangan yang harus ia jaga hak-haknya. Meski bisa bermain lebih sering karena lebih banyak waktu luang namun, bagaimana pun keluarga, pasangan, lingkungan sosial, dan pekerjaan adalah realita yang perlu dihadapi. Kembali saya mengutip hasil riset Lenovo, 14% gamer mengatakan mereka bisa bermain kapan saja mereka mau (saat pandemi ini). Mereka juga mempersepsi pekerjaan (67%) dan keluarga (56%) kadang 'penghalang' bagi mereka untuk bermain lebih sering. Di sisi lain, persepsinya bisa juga dibalik, gim adalah pengganggu dan mengurangi kadar produktifitas, namun sulit lepas, seperti kata Ijal.

Jadi, sebenernya yang gangguan itu gim atau pekerjaan? Mari kita bahas.

Gim, di masa pandemi ini satu sisi bisa menjadi solusi pengisi waktu luang, bahkan bisa menjadi saran pelampiasan rindu interaksi bersama. Interaksi lewat media bermain gim bisa menjadi konteks baru dalam mempertahankan hubungan sesama teman kampus, bahkan kolega di kantor. Namun, ada efek samping yang perlu kita pertimbangkan pula. Mulai dari ketergantungan hingga rusaknya hubungan dengan pasangan. Namun, benarkah seperti itu?

Bermain gim itu sebenarnya berbahaya atau tidak sih? Mari kita bahas. Kali ini saya akan coba menggunakan kacamata yang dibuat oleh Dosen Marketing dengan pendekatan 'Behavioral Design' sekaligus Angel Investor pada beberapa perusahaan teknologi Nir Eyal. Sepanjang hidup, Nir banyak bekerja di bidang video gim dan periklanan.

Masing-masing kita tentu boleh dan mungkin sudah memiliki persepsi sendiri-sendiri soal video game. Ada yang mempersepsinya sebagai profesi, contoh ya atlet. Ada yang mempersepsinya sebagai hobi. Ada yang mempersepsinya sekadar aktivitas pengisi waktu luang. Ada juga yang mempersepsinya sebagai gangguan. Ada juga yang mempersepsinya sebagai pemenuhan kebutuhan, namun dalam konteks ketergantungan. Ada juga yang menganggapnya sebagai sarana membangun hubungan dengan kawan. Tentu begitu banyak variabel yang bisa mempengaruhi persepsi kita. Tergantung banyak hal. Bisa jadi perasaan, bisa jadi kondisi pekerjaan, atau kondisi hubungan kita dengan pasangan hidup.

Karena begitu banyaknya variabel yang menentukan 'status' gim bagi banyak orang, maka saya mengajak kita agar dapat dengan sadar menilai atau memposisikan gim bagi diri kita. Tentu setiap diri kita mempunyai kondisi yang beda, baik yang sifatnya menetap atau kondisi sesaat. Selain itu, diri kita ialah orang yang mengenal paling banyak tentang diri kita, selain lingkaran terdekat kita tentunya. Nir Eyal, menawarkan pada kita sebuah matrix sebagai alat ukur berupa Good (baik), Necessities (keperluan), Distraction (gangguan), dan Addiction (ketergantungan).

Sumber: Nir Eyal

Kategori pertama, Good atau saya artikan baik. Ia tidak berbahaya, bahkan memberikan dampak positif bagi tubuh, satu sisi kita menghentikannya kapanpun. Kalau bermain gim tak membahayakan, tak sampai merusak tubuh karena durasi panjang dan kita bisa menghentikannya kapanpun, gim menjadi tidak berbahaya.

Kategori kedua, Necessities atau kebutuhan. Mungkinkah gim menjadi kebutuhan? Buat saya pribadi, mungkin saja. Ketika pekerjaan sampai pada titik jenuh, biasanya bekerja 90 menit nonstop, saat itu baiknya kita sedikit meregangkan 'otot' mental kita sekaligus, badan kita. Gim bisa jadi pilihan pada momen ini.

Namun, memang agak memaksa jika menempatkan gim mobile phone pada kategori ini. Menimbang, kategori kebutuhan ini mempunyai dimensi 'jika tidak kita konsumsi, tak kita pakai' maka ada konsekuensi yang menyertainya. Simpelnya, 'mau gak mau tetep kudu, harus, mesti' kalau gak bakal sakit. Kalau gak, bakal pingsan. Contohnya, lebih tepat sandang, pangan, papan.

Namun, pada kondisi tertentu mungkin saja gim mobile berada pada kuadran ini. Ketika kita penat, butuh hiburan, sedangkan hiburan yang terjangkau tak ada alternatif lain kecuali main gim mobile. Misal, saat penat namun peraturan kantor tak membolehkan kita keluar kantor untuk menghirup udara segar, rekan kerja sedang fokus pada kerjaannya, intinya tak ada altenatif.

Kategori ketiga, Distraction ialah kondisi di mana 'hasrat' bermain gim terus membayangi kita. Sedetik saja ada kesempatan, bos tak di tempat misal, langsung buka ponsel lantas bermain, padahal pekerjaan belum selesai atau belum sampai pada waktu puncak (90 menit kerja). Bahkan, pada tahap ini, saat bekerja pun terus terbayang startegi permainan untuk dilakukan. Ditambah triger berupa notifikasi pada ponsel yang terus 'mencolek' kita untuk menoleh.

Pada tahap ini, sudah saatnya mematikan sejenak notifikasi gim dan meletakkan aplikasi gim di halaman paling belakang. Apalagi kondisi kerja di rumah membuat kita 'memiliki waktu luang lebih’. Perlu kesadaran serta lingkungan yang memadai agar dapat mengontrol diri di ruang waktu yang di satu saat, bisa 'mencekik' tanpa sadar.

Kategori keempat, Addiction. Kalau bermain gim sudah sampai ini, artinya kamu butuh bantuan. Ini yang dimaksud Ijal "main gim udah kayak narkoba". Kalau gak main gim malah uring-uringan kayak orang 'sakau’. Pada tahap ini, sekalinya kamu ingin berhenti-pun akan sangat sulit, bahkan tak bisa. Pekerjaan terabaikan, bahkan mungkin sampai kena 'SP’. Kalau kuliah, kuliahnya sampai bolos satu semester. Bahkan pada beberapa kasus sampai nekat mencuri agar dapat bermain gim.

Pada tahap ini, kita perlu 'bantuan' orang tua, bahkan bisa jadi polisi.

Di sisi lain, bermain, dalam konteks ini bermain gim sebenarnya merupakan salah satu media relaksasi dan sosial. Apalagi mengingat pandemi Covid 19 belum sepenuhnya berakhir, dan media-media pergaulan juga pertemuan terbatas. Bermain, bagi orang dewasa, tetap diperlukan. Di tengah berbagai aktivitas yang padat, bermain bersama pasangan, teman, rekan kerja, binatang peliharaan, juga anak-anak dapat membuat kita tetap waras. Bermain dapat merivitaslisasi daya imajinasi, kreatifitas, kemampuan menyelesaikan masalah, dan membuat kita lebih mampu mengontrol emosi. Sebagaimana disampaikan dalam salah satu artikel helpguide.org .

"Bermula dari target pencapaian, kita menentukan jalannya. Agar sampai, perlu kita periksa diri secara berkala, memahami kemampuan diri, mengetahui kapan waktunya memberikan jeda tuk sekadar bernafas atau meneguk segelas air, bisa juga tuk sekadar bermain. Tentukan tujuan, tentukan jalannya, jangan biarkan dirimu terlena pada jeda"

--

--

Noor Hafidz Priatna
danget_on

Konten bisa jadi merupakan link affiliate ke website yang sedang saya bangun, https://danget.online/