Eksploitasi Hutan di Indonesia Masih Saja Terjadi, Bisakah Terselesaikan?

frida anjani
LindungiHutan
Published in
4 min readMay 6, 2021

Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki jumlah hutan tropis terluas ketiga di dunia sebesar 39.594.447 hektar setelah Brazil dan Republik Demokrasi Kongo.

Photo by Geran de Klerk on Unsplash

Tak kalah dengan luasnya hutan tersebut, Indonesia pun memiliki permasalahan yang luas tentang hutan itu sendiri, salah satunya eksploitasi hutan.

Permasalahan eksploitasi hutan ini sudah terjadi jauh sebelum Indonesia merdeka. Bahkan, sejak Indonesia masih berbentuk kerajaan. Konon, pembangunan ibu kota Majapahit di Mojokerto, Jawa Timur, dilakukan dengan pembabatan hutan jati.

Eksploitasi hutan ini semakin meningkat pesat ketika Indonesia memasuki masa penjajahan Belanda oleh Vereenigde Oost Indische Compagnie atau dikenal dengan VOC. Tujuan dari eksploitasi hutan pada masa itu adalah untuk mendukung perusahaan perkapalan di Rotterdam dan Amsterdam. Selain itu, tujuan lainnya adalah untuk memasok kayu bakar yang digunakan untuk perusahaan gula di Jawa.

Pemanfaatan hutan terus berlanjut pada era Orde Baru, dimana Indonesia kehilangan 40 juta hektar hutan yang dikonversi untuk lahan kelapa sawit, areal transmigrasi, konsesi Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hutan Tanaman Industri (HTI), ekspansi pertanian, serta praktik illegal logging.

Apakah perjalanan eksploitasi hutan di Indonesia berhenti sampai disitu? Jawabannya, tidak.

Sampai saat ini, eksploitasi hutan di Indonesia masih saja terjadi. Hal tersebut masih terjadi hampir di seluruh kawasan hutan milik negara, bahkan bukan hanya pada area hutan produksi saja. Namun, juga merambah pada kawasan hutan lindung dan konservasi. Pelaku eksploitasi hutan sendiri umumnya dilakukan oleh oknum-oknum yang telah memiliki izin resmi dari pemerintahan.

Semakin mengerikan apabila kegiatan eksploitasi hutan ini terjadi karena adanya relasi antara pengusaha dan penguasa. Relasi antara dua pihak ini sangat dikhawatirkan karena pengusaha yang memiliki kedekatan dengan penguasa dapat leluasa memanfaatkan kesempatan ini untuk mendapatkan izin dengan mudah dalam upaya eksploitasi hutan.

Salah satunya yaitu pembabatan hutan untuk kepentingan perusahaan pertambangan di Pulau Jawa. Akibatnya, dilaporkan oleh Forest Watch Indonesia (FWI) kini luas tutupan hutan alam di Jawa semakin menyusut. FWI sendiri mencatat luas tutupan alam di Jawa pada tahun 2000 seluas 2.956.530 hektar dan menyusut menjadi 905.885 hektar pada tahun 2017. Jika dihitung kembali, sungguh itu bukanlah angka yang sedikit. Lalu, siapa yang patut disalahkan atas izin eksploitasi hutan tersebut?

Jika kita menilik lagi kasus eksploitasi hutan di luar pulau Jawa, ternyata masih ada kasus-kasus eksploitasi hutan lain yang terjadi, seperti di Pulau Kalimantan yang merupakan pulau ketiga terbesar di Indonesia.

Pasalnya, eksploitasi hutan Kalimantan yang terus terjadi sejak beberapa puluh tahun yang lalu tak henti-hentinya terjadi karena penebangan dan pembukaan lahan gambut untuk memenuhi kebutuhan pasar ekspor serta alih fungsi lahan untuk perkebunan sawit dan penambangan yang semakin lama berkontribusi pada peningkatan frekuensi banjir yang terjadi di Kalimantan selama 30 tahun terakhir.

Kegiatan eksploitasi hutan dari tahun ke tahun memicu berbagai masalah di Indonesia. Permasalahan yang kerap sekali terjadi yaitu kabut asap yang dipicu karena pembukaan lahan kelapa sawit terutama di daerah Sumatra dan Kalimantan. Seperti yang kita ketahui, kelapa sawit menjadi komoditas yang strategis sehingga perusahaan-perusahaan berlomba-lomba melakukan pembakaran hutan untuk membuka lahan kelapa sawit. Polemik eksploitasi satu ini tak bisa dipungkiri akan tetap terus berjalan sampai waktu yang belum bisa ditentukan.

Hal ini tentunya sangat merugikan masyarakat. Dampak yang dialami bukan hanya terjadi dalam jangka waktu pendek, dan siapa yang dapat menebak bahwa dampak dari eksploitasi hutan tersebut ternyata juga dinikmati oleh generasi selanjutnya. Bukan hanya pada manusia saja, dampak dari eksploitasi ini juga mengakibatkan rusaknya habitat atau tempat tinggal hewan-hewan dalam hutan tersebut. Akibatnya, banyak binatang yang keluar dari habitat dan menyerang manusia. Dan lagi, manusia terkena dampaknya.

Setidaknya ada langkah yang bisa diambil untuk menekan angka kehilangan hutan. Upaya menanggulangi eksploitasi hutan ini dapat dilakukan melalui upaya pencegahan (preventif) seperti pendekatan pemerintah kepada masyarakat dengan melakukan pembinaan kepada masyarakat, serta menggalakkan reboisasi atau penanaman kembali hutan yang gundul.

Sebagai masyarakat, kita juga memiliki kontrol penuh terhadap kelestarian hutan di Indonesia. Hal tersebut tentunya dilandasi oleh kesadaran pada diri sendiri yang dapat dilakukan dengan hal-hal sederhana seperti ikut turun terlibat dalam penghijauan, atau ikut bergabung dalam organisasi yang bergerak dibidang pelestarian hutan.

Seperti yang dilakukan Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan yang mengajak masyarakat di provinsi setempat untuk bersama-sama melindungi hutan dari kerusakan yang dapat menyebabkan kepunahan serta menimbulkan berbagai bencana ekologis dengan mencegah aksi penebangan liar, dan menegaskan kepada masyarakat untuk berani melarang serta melaporkan kepada aparat kepolisian untuk orang-orang yang masih saja melakukan penebangan liar tanpa mengantongi izin resmi.

Pihak Perhutani pun tak ketinggalan melakukan pembinaan masyarakat sekitar hutan di Banyuwangi bersama Forum Koordinasi Pimpinan Kecamatan (Forkopimcam) Kalibaru Kabupaten Banyuwangi yang bertujuan untuk mensosialisasikan pentingnya menjaga kelestarian serta keamanan hutan kepada masyarakat khususnya yang tinggal di sekitar kawasan hutan.

Karena sejatinya memang dalam menjaga lingkungan serta kawasan hutan tak bisa dilakukan tanpa campur tangan dari semua tokoh masyarakat. Diharapkan dengan adanya upaya sosialisasi dari beberapa pihak kepada masyarakat dapat meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat untuk ikut turut serta melakukan perlindungan hutan agar kelestarian hutan tetap terjaga.

Lebih baik ikut berkontribusi walau sedikit, daripada tidak bergerak sama sekali. Seperti slogan “Menanam satu pohon hari ini, menuai sejuta manfaat dimasa depan.”

--

--