Kerja di Startup: Asik dan Melelahkan

Muhammad Nana Siktiyana
LindungiHutan
Published in
4 min readJan 9, 2021

5 pelajaran berharga selama 2 tahun berkarya.

Yakin mau ngejar karir di startup?
Photo by Franck V. on Unsplash

Bagi beberapa orang pilihan karir di startup menjadi sebuah idaman, terutama lulusan baru (fresh graduated) yang belum punya pengalaman di dunia kerja.

Impian memiliki ruang kerja yang santai, rekan yang sepantaran, metode kerja yang asik, dan berbagai harapan manis yang terbayang di otak kamu tentang suasana kantor yang ideal memang terasa menyenangkan.

Sayang, enggak semua startup seperti imajinasimu.

Jika kamu membayangkan buat meniti karir di Bukalapak, Tokopedia, Traveloka, Gojek dan OVO, it’s okay. Tapi sepertinya, pandangan kita tentang startup sedikit berbeda.

Mereka sudah menjadi perusahaan teknologi dengan valuasi jutaan dollar, jadi apa pun yang kamu dambakan akan mudah dipenuhi. Ekspektasi yang kamu pikirkan tentu saja cenderung terwujud.

Namun, aku ingin berbagi pengalaman pribadi saat bekerja di startup yang masih dalam tahap awal. Bukan awal mendapatkan investasi, tetapi ‘balita’. Jika kamu ingin merintis startup, aku yakin artikel ini akan memberikan gambaran dari sisi karyawan bukan founder.

1. Berkarya, bukan bekerja

Hal pertama yang aku tahu dan sadari yaitu kita adalah karyawan. Di startup, kita tidak hanya menjalankan perintah atasan begitu saja. Sebagian orang saat ditanya “kenapa kamu melakukan ini?”, dia akan menjawab karena CEO yang memerintahkan.

Kita harus mulai berpikir bagaimana membangun suatu karya yang akan dinikmati oleh pengguna atau user-centered mindset. Dan bukan sekedar ‘memuaskan’ atasan. Sebab user yang akan menilai kinerja dan mengeluarkan isi dompetnya untuk membayar kerja keras kita.

Terlebih lagi, dengan menempatkan diri seolah seorang seniman yang berkreasi, kita terdorong untuk menyajikan karya terbaik.

2. CEO enggak harus serba bisa

Dalam setiap organisasi, pemimpin selalu dibutuhkan guna mengelola dan mengarahkan anggota. Sehingga, kemampuan yang paling krusial dan wajib dimiliki CEO adalah komunikasi, team-building, dan decision making.

Maka wajar bila CEO enggak bisa ngoding, desain, atau keterampilan teknis lainnya. Meskipun, akan menjadi nilai tambah terutama saat startup belum punya karyawan profesional.

CEO isn’t Chief Everything Officer, yet CEO has to make sure all sh*t being done.

3. Belajar, belajar, belajar

Masuk ke dunia startup enggak serta-merta membawa kamu ketemu Wiliam Tanuwijaya (CEO Tokopedia) atau Nadiem Makarim (ex-CEO Gojek). Apalagi saat startup masih dalam tahap inkubasi atau early stage.

Photo by Green Chameleon on Unsplash

Kadang kita bakal kerja bareng sesama fresh graduated yang minim pengalaman. Belum tentu juga bos-bos atau senior lebih ngerti, karena terkadang mereka pun masih kurang pengalaman dan pengetahuan. Tapi kondisi seperti ini bukan halangan, terlebih kita bisa menemukan berbagai sumber informasi dari beragam media. Online course platform pun sering menawarkan program gratis-an, asal kita tahu dan mau menggalinya.

Tinggal buka google.com, ketik apa yang kita mau … and voila! Banyak tuh yang muncul semisal Udemy, Edx, Coursera dan beberapa pemain lokal seperti IndonesiaX, Arkademi, Studilmu, etc. Cuma tetap aja, enggak perlu pelit kalau urusan ilmu soalnya itu investasi yang menguntungkan.

4. Ruang sempit, gampang timbul gesekan

Ruang sempit ini bagi sebagian kita yang kerja di startup punya 2 makna. Pertama, memang kantor sempit alias minimalis akibat budget operasional yang terbatas jadi sering senggol-senggol asik. Dan kedua, rekan kerja enggak banyak, kalau di LindungiHutan saat ini sekitar 7–10 orang (termasuk anak magang) dan berakibat waktu diskusi atau bahkan kerjaan saling singgungan.

Efek positifnya bermacam-macam. Mulai dari komunikasi tanpa sekat, literally, diskusi yang gampang diatur (tinggal panggil “mas/mbak”, enggak perlu harus jadwalin meeting dan janjian dulu) sampai terjalin hubungan yang erat. Pun demikian, dampak negatif pasti ada juga.

Photo by Icons8 Team on Unsplash

Kadang beberapa rekan lagi rapat, ya otomatis kita dengar juga apa yang mereka diskusikan, satu ruangan ini. Atau lagi suntuk sama si A? Lah doi duduk depan kita. Atau contoh klasik kayak timbul romansa di tengah kelamnya rekening perusahaan. Kasus terakhir ini enggak masalah, asal semua pihak punya etika dan pihak lain juga maklum adanya.

Bad strategy killing sales, bad culture killing business.

Kurang lebih seperti itu keadaannya. Selama terorganisir dengan rapi dan seksama, ruang sempit tetap saja dilema, namun imbas buruk yang dihasilkan tidak terlalu parah.

5. Choose your side!

Side yang aku maksud yaitu expertise alias keahlian, kecakapan dan kemampuan.

Saat kamu kuliah atau masih mengenyam bangku pendidikan, cari tahu keunggulan yang mau kamu tekuni. Sejujurnya ada 2 pilihan, streghten your strengths atau build up your weaknesses. Secara personal, aku menyarankan guna memperkuat kelebihan yang kamu miliki. Kenapa gitu?

Ibarat seorang striker bola, dia akan berfokus mengasah kecakapan di olahraga itu. Dia enggak perlu handal menangkap bola, itu tugas keeper. Apalagi ngurus Facebook Ads, misalnya, biarkan orang lain handle. Lebih berdampak besar jika striker mencetak gol dibanding mengelola social media.

Kamu pun begitu. Kalau memang terlatih dan terasah ngoding, enggak harus paham cara design. Biarkan orang lain yang mengelola. Mulai tentukan arah pulang, daripada tersesat di tengah jalan.

Sekalipun kenyataan pahit muncul ketika kita bekerja dengan anggota tim yang terbatas, kadang aku switching dari marketing-sales-produk-proyek-operasional, tetapi tujuan dan inti yang kita lakukan setiap hari selayaknya tetap terjaga. Terlebih teknologi hadir mengurangi hambatan.

Jika memungkinkan untuk copy-paste-edit, kenapa harus ngoding dari awal? Bila Canva hadir dengan beragam template gratis, buat apa design dari blank canvas?

Tidak ada pesan moral dari artikel ini. Aku hanya ingin berbagi. Pastinya kita menemukan kondisi dan situasi yang beragam. Lalu flexibility bukan sekedar bualan tapi keharusan saat memasuki dunia kerja.

--

--

Muhammad Nana Siktiyana
LindungiHutan

Marketing at https://lindungihutan.com and love to read, learn and share. Occasionally, beyond “marketing”.