Lautan Berkata, Perubahan Iklim itu Nyata

Ketika laut kita sedang tidak baik-baik saja …

Sintya Chalifia Azizah
LindungiHutan
4 min readJul 12, 2020

--

Ilustrasi Kenaikan Air Laut karena Perubahan Iklim (Sumber: Pexels.com)
Ilustrasi Kenaikan Muka Air Laut © Pexels.com

Sebagian orang percaya bahwa alam bukan hanya penanda keindahan, namun juga penyeru kebenaran. Begitu halnya dengan lautan, saat ini seluruh samudra yang ada di dunia sedang mengirim pesan: “Kami tidak baik-baik saja!”. Kenyataannya, kondisi laut saat ini mengalami anomali apabila merujuk pada kenaikan permukaan laut yang cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data yang dihimpun oleh NASA, melalui pengamatan satelit ketinggian laut rata-rata pada tahun 2020 meningkat sampai 93.2 mm. Sementara di Indonesia sendiri, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) juga memprediksi kenaikan air laut Indonesia dapat mencapai 25 cm dan 50 cm pada tahun 2050 dan 2100. Tentunya fenomena ini tidak lepas dari adanya pemanasan global dan perubahan iklim.

Mengapa Air Laut Terus Naik?

Ilustrasi Aksi Menolak Perubahan Iklim © Pexels.com

Banyak ilmuwan meyakini bila fenomena ini berawal pada sekitar abad ke-18. Munculnya revolusi industri yang ditandai dengan pembakaran batu bara dan munculnya mesin uap menjadi titik balik ‘kesehatan’ bumi. Mulai sejak itu bahkan hingga saat ini, peningkatan kadar karbondioksida di atmosfer membuat suhu semakin memanas.

Hal tersebut menyebabkan pemanasan iklim yang seharusnya terjadi secara alami justru dipercepat dalam dua ratus tahun terakhir. Iklim Global NOAA pada tahun 2019 menjelaskan tentang kenaikan suhu baik daratan maupun lautan hingga 0,7 derajat selsius setiap dekade terhitung sejak tahun 1880. Pemanasan yang pada dasarnya diinisiasi dari peningkatan gas rumah kaca karena aktivitas dan rutinitas manusia inilah yang kemudian membuat ekspansi air laut dan begitu banyak es mencair.

Ekspansi dapat terjadi dikarenakan ketika air dipanaskan tentu akan mengalami pengembangan volume, begitupun dengan air laut. Suhu yang panas mengakibatkan perlunya ruang yang lebih besar untuk menampung volume yang ada. National Geographic mencatat apabila hal ini memegang peranan penting dalam menjawab setengah dari kenaikan air laut dalam 25 tahun terakhir.

Kenaikan ini juga diperparah dengan mencairnya gletser dan lapisan es yang ada di Antartika. Dilansir dalam climate.gov, tercatat berbagai pengurangan bongkahan dan gunung es yang ada di dunia di antaranya: 6,7 inci (171 milimeter) gletser yang mencair pada 1980-an menjadi 33 inci (850 milimeter) dalam periode 2010–2018, Greenland yang semula hanya kehilangan 34 miliar ton per tahun pada 1992–2001 menjadi 247 miliar ton pada tahun 2012–2016, dan juga Antartika yang bernasib serupa dari 51 miliar ton per tahun menjadi 199 miliar ton pada rentang waktu yang sama.

Apa Hal Buruk yang Dapat Terjadi?

Kenaikan permukaan air laut tidak dapat disepelekan. Fenomena ini tidak dapat dipandang sebelah mata begitu saja, karena dampak yang ditimbulkan begitu luar biasa. Pertama, air laut yang semakin meningkat dapat menghapuskan garis pantai yang ada saat ini. Hal ini dikarenakan, air akan perlahan mencapai daratan dan mengikis batasan layaknya pantai maupun bukit pasir. Kedua, hal tersebut memicu terjadinya banjir yang lebih besar dan sering bagi daerah pesisir.

Air laut dengan mudah dan cepat menjangkau rumah penduduk sekitar hingga jalanan ketika pasang. Belum lagi dengan ancaman badai yang memungkinkan banjir besar lebih sering menghantui. Terakhir, secara otomatis dengan adanya pengikisan dan jarak yang semakin dekat, maka sumber air sekitar dapat terinfiltrasi oleh air laut. Bukan hal yang tidak mungkin juga apabila hal ini dapat merusak habitat beberapa flora dan fauna.

Fenomena ini tidak hanya menjadi perhatian dunia, namun permasalahan ini menjadi ancaman tersendiri bagi Indonesia sebagai negara kepulauan. Kenaikan air laut dalam kondisi yang lebih buruk dapat memicu terjadinya perpindahan penduduk secara besar-besaran dari pesisir menuju area yang lebih tinggi. Hal ini tentu berakibat signifikan terhadap kondisi sosial dan ekonomi penduduk. Selain itu, perlu disadari bahwa beberapa kota besar di negara ini juga berdekatan dengan area pantai. Misalnya di Pulau Jawa terdapat wilayah DKI Jakarta, Kota Surabaya, dan juga Kota Semarang.

Lalu, Apa yang Perlu Dilakukan?

Pada dasarnya, penanganan terhadap keseluruhan permasalahan yang ditimbulkan dari adanya pemanasan global dan perubahan iklim telah disepakati berbagai negara di dunia dalam Perjanjian Paris 2015. Kesepakatan tersebut menjadi tonggak dunia Internasional untuk bersama-sama berkontribusi mengatasi perubahan iklim. Mulai dari pembatasan temperatur global maksimal dua derajat celcius hingga memotong jejak karbon sampai 20%.

Dengan kata lain, Sobat Alam dapat mengaplikasikan kiat-kiat hemat energi dan mencintai lingkungan hingga turut mengurangi produksi karbon dioksida yang terkumpul di lapisan atmosfer bumi. Di level individu, usaha memulainya sesederhana hal kecil seperti mencoba mengurangi konsumsi listrik, mulai menghindari penggunaan mobil dan motor, hingga melakukan konsumsi sesuai kebutuhan hingga dapat meminimalisir sampah yang dihasilkan. Sementara pada level industri, gerakan penghijauan dan penanaman pohon di area sekitar perlu diadakan untuk membantu penyerapan emisi karbon dioksida. Jangan lupa, masa depan bumi ada di tangan kita semua!

Penulis: Sintya Chalifia Azizah

LindungiHutan.com merupakan Platform Crowdfunding Penggalangan Dana Online untuk Konservasi Hutan dan Lingkungan. Yuk pelihara lingkunganmu dengan ikut menyuarakan kampanye alam yang ada di sekitar lingkunganmu dengan klik tautan berikut https://lindungihutan.com/kampanyealam!

Yuk jadi pioneer penghijauan di daerah tempat tinggalmu!

Referensi Tulisan

Humas LIPI. (2019, Juli 26). Naiknya Permukaan Laut Jadi Ancaman Serius Masyarakat Pesisir. Dipetik Juni 23, 2020, dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia: http://lipi.go.id/berita/naiknya-permukaan-laut-jadi-ancaman-serius-masyarakat-pesisir/21703

Lindsey, R. (2019, November 19). Climate Change: Global Sea Level. Dipetik Juni 23, 2020, dari NOAA Climate: https://www.climate.gov/news-features/understanding-climate/climate-change-global-sea-level

Lindsey, R., & Dahlman, L. (2020, Januari 16). Climate Change: Global Temperature. Dipetik Juni 23, 2020, dari NOAA Climate: https://www.climate.gov/news-features/understanding-climate/climate-change-global-temperature#:~:text=According%20to%20the%20NOAA%202019,more%20than%20twice%20as%20great.

NASA. Sea Level. Dipetik Juni 23, 2020, dari NASA Global Climate Change: https://climate.nasa.gov/vital-signs/sea-level/

Nunez, C. (2019, Februari 19). Sea Level Rise, Explained. Dipetik Juni 23, 2020, dari National Geographic: https://www.nationalgeographic.com/environment/global-warming/sea-level-rise/

--

--

Sintya Chalifia Azizah
LindungiHutan

A human being | Menulis merendahkan hati agar tidak bengis, menyisakan kebenaran entah dengan menangis atau meringis dan secercah wujud kepedulian yang empiris