Masker Disposable: Ancaman Bagi Manusia dan Lingkungan

Cici
LindungiHutan
Published in
7 min readMay 5, 2021

Bulan Maret 2021 merupakan “hari ulang tahun” pandemi Covid-19 di Indonesia.

Photo by engin akyurt on Unsplash

Sejak masuknya Covid-19 ke Indonesia, setiap orang “kerepotan” karena harus menghadapi perubahan drastis dalam segala aspek kehidupan. Menjalankan protokol kesehatan, jika tidak, akan mendapat sanksi dan bahkan dapat merugikan diri sendiri dan orang lain, meningkatnya pengangguran akibat Pemutusan Hubungan Kerja, perubahan pada sistem pembelajaran dari face-to-face menjadi online class, dan sederet perubahan lain.

Semua pihak bekerja keras untuk mencegah dan mengendalikan penyebaran virus Covid-19. Pemerintah sampai dengan lapisan masyarakat terkecil turut andil dalam menghadapi permasalahan ini.

Satu hal yang menjadi perhatian khusus bagi setiap orang untuk melawan Covid-19, yaitu menaati protokol kesehatan. Jaga jarak, jaga kesehatan, menghindari kerumunan, mengurangi mobilitas, selalu mencuci tangan, etiket bersin dan batuk, menggunakan masker, dan langkah-langkah Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) lainnya.

Penggunaan masker merupakan kewajiban bagi setiap orang yang bertujuan untuk mengurangi resiko penyebaran SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19. Masker diibaratkan sebagai salah satu bentuk perlawanan garis terdepan untuk mengurangi transmisi virus Covid-19 dari manusia ke manusia. Namun, permasalahan timbul akibat adanya kewajiban penggunaan masker. Benar sekali, meningkatnya jumlah penggunaan masker,mengakibatkan peningkatan jumlah sampah masker pula.

Dilansir dari Republika, data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) limbah medis yang terkumpul sejak awal pandemi Covid-19 sebanyak 7.502,79 ton per 9 Februari 2021. Limbah medis termasuk kedalam kategori Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), dan penanganan limbah medis harus dilakukan sesuai prosedur penanganan limbah jenis B3. Ini berarti, treatment terhadap limbah masker medis tidak sama dengan treatment terhadap limbah lainnya misal limbah rumah tangga berupa sisa makanan atau kulit sayuran dan buah.

Polemik sampah masker medis ini tidak dapat diremehkan. Sampah masker medis merupakan limbah medis yang sifatnya infeksius. Virus yang menempel dan hidup pada masker medis akan bertahan lama dan berpotensi menularkan virus.

Lia Partakusuma, Sub Bagian Penanganan Limbah Medis Satgas Covid-19, memaparkan virus Covid-19 dapat hidup selama 4 hari di permukaan kaca, limbah karton, feses, plastik, dan juga masker. Sehingga banyak sekali benda-benda yang dapat menularkan virus ini. Untuk menghilangkan virus yang menempel pada masker medis yang telah dipakai, masyarakat harus desinfeksi atau membunuh kuman dengan alkohol atau merendamnya dalam deterjen atau air sabun sehingga kuman larut bersama deterjen atau air sabun.

Setelah itu, gunting atau potong-potong masker beserta talinya untuk mencegah oknum daur ulang limbah masker medis yang tidak bertanggung jawab untuk dijual kembali ke pasaran. Berdasarkan penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), virus Covid-19 hidup pada masker lebih dari 7 hari pada bagian depan dan dalam masker. Anjuran yang sama juga ditekankan oleh LIPI untuk menghilangkan virus pada masker medis sebelum dihancurkan, dan kemudian dibuang.

Polemik limbah masker sekali pakai (disposable) tidak hanya berhenti sampai dengan berpotensi menularkan virus, tetapi limbah masker ini juga mengancam manusia dan lingkungan. Banyak masyarakat yang belum mengetahui bahwa masker medis terbuat dari plastik. Yang sangat memprihatinkan adalah kebiasaan masyarakat membuang sampah sembarangan, hal ini memperburuk masalah limbah masker sekali pakai yang sedang berlangsung.

Pada Februari 2020, Beach Clean di Hongkong menemukan 70 masker di setiap 100 meter garis pantai, dan bertambah 30 masker yang muncul sepekan kemudian. Di Mediterania sampah masker dilaporkan mengambang seperti ubur-ubur. Kebanyakan masker disposal terbuat dari plastik yang tahan lama, apabila dibuang di lingkungan akan bertahan hingga beberapa dekade bahkan ratusan tahun. Artinya limbah tersebut akan berdampak pada manusia dan lingkungan.

Limbah masker medis dapat membahayakan hewan, masker yang berada di lingkungan seiring dijadikan makanan oleh hewan karena mereka tidak dapat membedakan antara sampah dan mangsanya. Hewan akan mengalami kekurangan nutrisi karena perutnya dipenuhi dengan sampah karena sampah bukan sumber nutrisi. Hewan dapat terjerat oleh tali masker dan bagian utama masker itu sendiri ketika masker mulai sobek karena rapuh.

Seekor monyet mengunyah tali masker bekas di Ibukota Malaysia, Kuala Lumpur. Seekor burung camar diselamatkan oleh Royal Society for The Prevention of Cruelty to Animals (RSPCA) di kota Chelmsford karena kakinya tersangkut tali masker bekas selama sepekan.

Plastik pertama kali terurai menjadi mikroplastik dan akhirnya menjadi nanoplastik yang lebih kecil. Partikel dan serat kecil ini seringkali merupakan polimer berumur panjang yang dapat terakumulasi dalam rantai makanan. Satu masker bisa menghasilkan jutaan partikel, setiap partikel berpotensi membawa zat kimia dan bakteri ke rantai makanan dan bahkan berpotensi ke manusia.

Masker sekali pakai (disposable) lebih disukai oleh masyarakat umum karena praktis dan murah. Namun, sebenarnya harga masker kain tidaklah mahal.

Apabila dihitung secara kasar, satu kotak masker medis berisi 50 lembar masker dengan harga kisaran Rp 19.000.00. Dalam sehari masker yang digunakan yakni dua masker. Maka dalam satu bulan uang yang harus dikeluarkan sebanyak Rp 38.000.00. Sedangkan, masker non-medis dapat digunakan selama dua bulan karena bisa dicuci sebanyak 30 kali dengan siklus “satu pakai, satu cuci”.

Masyarakat hanya butuh mengeluarkan Rp 20.000.00 dalam dua bulan untuk dua masker kain. Terlepas dari perbandingan harga tersebut, ada beberapa hal kenapa harus mengganti masker sekali pakai (disposable) dengan masker kain:

  1. Seperti penjelasan di atas, pencemaran lingkungan;
  2. Membuang sampah masker sembarangan berpotensi menjadi penyebab penularan virus dan membahayakan hewan;
  3. Sebagai bentuk implementasi zero waste;
  4. Mendukung industri kreatif lokal;
  5. Peluang usaha bagi masyarakat yakni dengan memproduksi masker kain; dan
  6. Mencegah penularan virus Covid-19

Menurut WHO masker non medis atau kain efektif digunakan untuk mencegah penularan virus Covid-19. Berdasarkan penelitian di Cambridge tahun 2013, kain efektif memberikan perlindungan untuk pencegahan penularan virus. Ukuran virus Covid-19 adalah 0,12 hingga 0,18 mikron.

Pada partikel 0,02 mikron, masker bedah secara efektif mampu menahan 97 persen. Sedangkan, masker non medis atau kain efektif menahan 83 persen, apabila digunakan satu lapis. Jadi, apabila masker non medis atau kain digunakan sebanyak dua lapis, efektifitasnya sebesar 93 persen hampir sama dengan masker bedah.

Tak hanya sampai disitu, dalam konteks yang lebih luas menggunakan masker juga dapat menghindarkan seseorang dari paparan polusi udara yang menjadi penyebab sakit pernapasan seperti asma, PPOK, penyakit jantung, dan kelahiran prematur.

Lebih lanjut, masker berfungsi sebagai pencegahan penularan dan menularkan penyakit seperti penyakit semacam influenza, batuk, ISPA, dan sindrom penyakit pernapasan akut yang disebut Severe Acute Respiratory Syndrome, tak luput pula virus Covid-19.

Manfaat penting lainnya, memberikan perlindungan terhadap wajah dari paparan polusi dan sinar matahari. Apabila wajah terkena paparan polusi dan sinar matahari secara konstan, dapat mengakibatkan penuaan dini, jerawat, flek hitam, hingga kanker kulit.

Jangan sampai upaya pencegahan penyebaran Virus Covid-19 menjadi bumerang. Masyarakat menutup mata terhadap permasalahan lain yang timbul akibat perilaku dan gaya hidup baru yakni penggunaan masker sebagai kebutuhan primer. Suatu solusi bisa saja menciptakan suatu masalah jika tidak diimplementasikan secara bijak.

Limbah masker medis memiliki sisi negatif yang tidak hanya mengancam manusia tetapi juga hewan dan lingkungan. Masyarakat sebagai aktor utama, diharapkan lebih peka terhadap polemik ini. Lalu bagaimana pencegahan dan penanganan terkait isu lingkungan yang satu ini, berikut diantaranya :

  • Sosialisasi mengenai limbah medis kepada masyarakat agar memahami dan meningkatkan kesadartahuan bahwa limbah masker sekali pakai (disposable) harus diolah dengan prosedur khusus;
  • Menyediakan tong sampah khusus limbah B3 di setiap sudut perumahan masyarakat, mulai dari tingkat RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, dan seterusnya;
  • Petugas melakukan pemeriksaan rutin ke daerah-daerah untuk memastikan limbah masker medis tidak dibuang sembarangan, dan memberikan sanksi terhadap masyarakat yang melakukan pelanggaran;
  • Mengganti masker sekali pakai/masker medis dengan masker non-medis/ masker kain sesuai anjuran World Health Organization (WHO). Selain efisien, masker kain juga bisa menunjang penampilan alias fashionable;
  • Mengurangi mobilitas supaya tidak terlalu sering menggunakan masker;
  • Cara membujuk anak untuk menggunakan masker. Terkadang anak-anak sulit sekali jika disuruh menggunakan masker, benar kan? Benar. Oleh karena itu, masker kain ini bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi anak-anak karena motif lucu atau gambar karakter hero favorite mereka. Bagi anak-anak yang sudah terbiasa menggunakan masker, sudah pasti tidak menolak menggunakan masker lucu mereka. Kemampuan anak untuk menggunakan masker adalah tanggung jawab orang dewasa dan lingkungan disekitarnya, jadi pastikan anak-anak menggunakan masker;
  • Apotik atau toko yang menjual masker, sebaiknya mengarahkan masyarakat umum/non-tenaga medis untuk menggunakan masker kain saja;
  • Industri tekstil ikut mendukung anjuran WHO terkait penggunaan masker non-medis dengan cara menyediakan bahan-bahan pembuatan masker yang dibutuhkan masyarakat;
  • Supaya lebih produktif, masyarakat bisa membuat masker kain sendiri;
  • Masker kain yang dianjurkan oleh WHO harus memiliki struktur tiga lapis (berdasarkan kain yang digunakan), fungsi kain tersebut yakni :

1. Lapisan paling dalam terbuat dari bahan yang mudah menyerap bahan cairan;

2. Lapisan tengah terbuat dari bahan kedap air yang telah terbukti meningkatkan filtrasi atau menahan droplet; dan

3. Lapisan terluar terbuat dari bahan yang kedap air.

  • Penegakan hukum berupa pemberian sanksi bagi individu yang membuang sampah sembarangan;
  • Bagi masyarakat yang masih membuang sampah masker medis tetapi tidak dipisahkan dengan sampah lainnya. Sebaiknya mulai besok, lusa, dan seterusnya sampah masker medis dan sampah lain dipisahkan karena limbah masker medis mempunyai risiko tingkat tinggi penularan virus Covid-19. Selain itu, agar meringankan pekerjaan petugas kebersihan di lapangan yang harus memisahkan sampah masker dengan sampah lainnya sebelum memusnahkan atau mengelola sampah masker tersebut;
  • Sebagai informasi tambahan . Masyarakat bisa mendapat masker non-medis secara prodeo melalui program GEMAS dari pemerintah. Sayangnya, bahan yang digunakan tidak ringan yaitu menggunakan bahan kaos, meskipun lembut tetapi sulit untuk bernafas. Diharapkan ada perbaikan;
  • Yang terpenting, jangan buang sampah sembarangan!

Saat ini krisis Covid-19 sedang mengancam kesehatan manusia, semua orang ingin melakukan bagiannya untuk melindungi diri sendiri dan orang lain. Menggunakan masker merupakan bagian penting dalam hal ini, tetapi tidak harus merugikan alam.

--

--